Mohon tunggu...
Biyanca Kenlim
Biyanca Kenlim Mohon Tunggu... Pekerja Mıgran Indonesia - Yo mung ngene iki

No matter how small it is, always wants to be useful to others. Simple woman but like no others. Wanita rumahan, tidak berpendidikan, hanya belajar dari teman, alam dan kebaikan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pakdhe Di Pojok Victory

24 November 2015   02:02 Diperbarui: 29 November 2015   10:34 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber foto. kaskus.co.id"][/caption]

Senyum manis tersungging dari bibir mbak Sri kala bangun tidur pagi ini, kakinya masih terjuntai dari atas tempat tidur.  Sambil menggelung rambut panjangnya yang tergerai,  

"waahh bakal dapet rejeki banyak kayaknya hari ini" gumamnya riang. 

Mengingat semalam mbak Sri bermimpi njaring ikan dapet banyak  "ini pertanda bagus" batinya sambil beranjak ke kamar mandi.

Hari minggu yang cerah, pukul 09.00 pagi sebelum banyak orang datang, terpal plastik warna biru bergaris putih sudah tergelar di pinggir jalan raya di bawah jembatan lapangan sepakbola Victory. 

Kampung Jawa, begitu sebutan lain untuk taman tempat berkumpulnya sebagian besar para buruh migran Indonesia. terdiri dari satu halaman luas  permanen sebesar lapangan sepakbola, bersebelahan dengan lapangan rumput , bersambung lagi dengan taman pepohonan berbukit yang juga sangat luas, sangat indah dan nyaman buat para wanita pekerja migran itu berkumpul, sekedar istirahat berkegiatan positif lainya atau banyak yang nyambi bisnis menjual keperluan mereka yang sedang berlibur melepas penat.

Segala perlengkapan jualan yang tersimpan di sebuah koper  dan satu plastik kotak besar bergaris merah terbuat dari bahan karung pun berpindah di gelaran plastik terpal, seperti biasa, ada kompor, panci, nasi plus lauk pauk , perlengkapan bakso, soto, mie ayam, gorengan, krupuk dan pernak pernik lainya.

"mbul ko nek ono pakdhe ndang mbengo'o!"

Perintah mbak Sri tanpa melepaskan pandang dari irus dan air panas di depan pangkunya. 

"iyo yoo tenang aja ntar kalau saya teriak , kireek ...kireek..iku kode ada Pakdhe ya"..!

begitu sahut mbak yang di panggil mbul sama Mbak Sri, mungkin karena badanya yang sedikit pendek dan gembul. 

Clingak clinguk awas matanya memperhatikan keamanan sekeliling, melihat gelagat jika ada Pakdhe akan lewat beroperasi.

Beda lagi tugas mbak Parni , berdiri di pinggir terpal sambil merayu mbak mbak yang lewat ..

"mampir mbak.. bakso, soto, mie ayam atau rujak pecelnya,monggoo..mampiiir"

Tampak ada empat orang duduk lesehan, menikmati pesananya sambil berdesah kepedesan .

"waahh..mbk Sri, sambele cetar tenan" sambil mengusap hidungnya yang meler dengan tisu merk Fidia.

"mbak aku pesen bakso, tambahin tetelanya yah, tuuh..gajeh nya kasih aku" teriak pemesan yang lain, tanpa takut nambah kiloan bobot badanya yang sudah tampak melar.

"mbak  lontong pecel ..cabe cukup tiga saja, gak usah pakai tauge" teriak pemesan lainya.

"beehh tau gaak..tauge tuh bagus buat kesuburan loh"  canda mbak Sri menggoda.

"walaahh mbak, subur juga buat siapa, wong bojo yang di tinggal juga di gondol tetangga" sahut yang di goda curhat.

"memang begitu ,suami pada gak tau diri, duwit di kirimi, malah pada kemaki, mlekithi ,genit kanan kiri"  yang lain gak mau kalah ungkapkan kekesalanya.

"iya tuuh..kemaren suamiku malah minta beliin motor piksen, gak taunya buat gaya, gaet janda tetangga desa, jiancuuk tenaan ..aku di uapusii" samber teman senasib nya gak mau kalah bercerita penuh emosi.

 Mbak Sri sedang ngulek sambel untuk lontong pecel ketika terdengar suara dari si gembul..

."kireeeekk ...kireeekkk"

Sigap tangan mbak Sri meraih selembar kain yang sudah di persiapkan untuk menutup cobek dan peralatan di depanya, kemudian tanganya bersedakep dan pura pura ngobrol serius dengan para tamunya yang duduk di lesehan . 

Iya...dari jarak 20 meter tampak dua orang Pakhde berseragam sedang berjalan memeriksa ketertiban, mengawasi jika ada mbak2 yang beralih profesi berjualan, itu menyalahi aturan!

Pakdhe melenggang berlalu, tak di temukan bukti transaksi. yang di temui, kumpulan kelompok kelompok mbak mbak yang berlibur, bertemu sesama teman atau keluarga dan makan bersama.

Kali ini mbak Sri boleh bernafas lega, selamat dari garukan juga denda ribuan dolar, itu konsekuensi jika tertangkap Pakdhe. Kerja sama sesama teman yang melakukan bisnis ilegal di sepanjang pinggir jalan raya itu memang sangat solid agar tetap aman terkendali.

 Mbak Sri tersenyum puas melihat dolar yang menumpuk dalam tas pinggangnya.

Profesi sambilan ini sudah di jalani selama beberapa tahun, dia tau bahwa dia melanggar peraturan, melanggar hukum,  tapi bisnis jualan makanan ini sangat menggiurkan, walau pun harus kucing kucingan dengan  para petugas polisi ketertiban yang mereka beri nama sebutan Pakdhe.

***

Hari minggu pagi ini agak sedikit "momo yi" , seperti hari minggu hari minggu lainya, jam 9 pagi, terpal sudah tergelar. dan segala sesuatunya sudah tertata rapi di atas terpal birunya.

Kembali berbagi tugas, karena di setiap grup jualan sudah ada tim nya masing masing. Ada yang melayani pesanan, ada yang menawarkan dagangan dan ada yang mengintai keadaan.

Mbak Sri sudah sibuk melayani beberapa pelanggan yang memesan bakso , karena cuaca gerimis pas sekali untuk menyantap makanan berkuah panas ,pedes dan manis dengan warna kecap yang pekat.

Lalu lalang orang begitu padat ,di tambah beberapa membawa payung yang terbuka , "menghalangi pemandangan", 

Untuk mengusir hawa dingin karena gerimis dan menggindari ampyas rintik hujan mbak Gembul menepi sambil ketak ketik mainan hape.

Ketika tiba tiba kegaduhan mengagetkanya ...

Mobil garukan sudah ada di pinggir jalan , tiga orang polisi ketertiban memasukan barang2 tanpa terkecuali ke dalam mobil, sambil mencari pemiliknya "pingko ke le ka? Pingko ke le ka??"  

Tanya nya garang , namun semua diam tidak ada yang mengakui, mbak Sri yang tadi sedang kepergok menerima pembayaran pun mengelak mengakui. tapi polisi sudah terlanjur melihat ada kompor menyala, benda berbahaya di tempat terbuka yang menyalahi peraturan umum HK.

Sebagai shock terapi, tanpa protes semua barang di angkut ke mobil tanpa sisa. Polisi lain menunjukan dan memberi tahu papan yang terpasang di area situ "di larang keras berjualan dengan segala resiko denda dan juga penjara tertulis jelas "!

Di sudut lain mbak Sri meringis tersenyum kecut, sambil mengingat "oalaahh ..ini to pertanda semalam saya mimpi buag air besar di kolam belakang rumah nya yang megah di kampung sana" hikz.[

caption caption="Sumber foto: ddhongkong.org"]

[/caption]

 

#mbengok: teriak.

Pakde :sebutan polisi ketertiban oleh para mbak yg jualan.

Momo yi: hujan gerimis.

Ping ko ke le ka: ini punya siapa?

Kirek: anak anjing .

#Semua nama dan pelaku hanya fiksi belaka.

BiKen 24 November 2015, Saiwanho Hong Kong

Terimakasih untuk ide dari ms Sarwo Prasojo agar mengankat sisi lain sudut Victory.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun