Hoefnagels mendefinisikan kebijakan kriminal sebagai organisasi rasional dari reaksi sosial terhadap kejahatan. Ini berarti bahwa kebijakan kriminal harus didasarkan pada analisis yang rasional dan sistematis terhadap berbagai respon sosial terhadap kejahatan. Hal ini mencakup studi mendalam mengenai bagaimana masyarakat bereaksi terhadap berbagai jenis kejahatan dan bagaimana respon-respon ini dapat diorganisir dan diimplementasikan secara efektif untuk mengurangi atau mencegah kejahatan.Â
Kebijakan kriminal yang rasional memerlukan pemahaman yang mendalam tentang berbagai faktor yang mempengaruhi kejahatan, termasuk aspek sosiologis, psikologis, dan ekonomi. Dengan analisis yang komprehensif, kebijakan yang dihasilkan dapat lebih tepat sasaran dan efektif dalam menanggulangi kejahatan.
Ilmu Tanggapan
Kebijakan kriminal dipandang sebagai ilmu yang mempelajari tanggapan-tanggapan terhadap kejahatan. Tanggapan ini dapat berupa tindakan penal (hukuman) maupun non-penal (seperti rehabilitasi atau pencegahan). Hoefnagels menekankan bahwa untuk setiap tindakan kriminal, harus ada respon yang tepat dan proporsional, yang tidak hanya menghukum pelaku tetapi juga mencegah kejahatan lebih lanjut dan membantu pemulihan korban.Â
Ilmu tanggapan ini mencakup berbagai strategi untuk mengatasi kejahatan, termasuk penegakan hukum yang adil, program rehabilitasi untuk pelaku, dan dukungan bagi korban. Hoefnagels menekankan pentingnya keseimbangan antara hukuman dan rehabilitasi, karena hukuman yang berlebihan tanpa upaya rehabilitasi dapat mengakibatkan efek jera yang tidak efektif dan memperburuk masalah sosial.
Pencegahan Kejahatan
Fokus utama dari kebijakan kriminal menurut Hoefnagels adalah pencegahan kejahatan. Ini dapat dicapai melalui formulasi kebijakan yang tepat dan efektif. Hoefnagels menekankan pentingnya pendekatan preventif yang mencakup edukasi, peningkatan kesejahteraan sosial, dan intervensi dini. Pencegahan kejahatan tidak hanya lebih manusiawi tetapi juga lebih efisien dibandingkan dengan penindakan setelah kejahatan terjadi.Â
Upaya pencegahan mencakup program pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral dan hukum, program kesejahteraan sosial yang mengurangi kemiskinan dan ketidakadilan, serta intervensi dini yang menargetkan kelompok berisiko tinggi. Dengan mencegah kejahatan sejak dini, masyarakat dapat menghemat sumber daya dan mengurangi penderitaan yang diakibatkan oleh kejahatan.
Penentuan Perilaku Manusia sebagai Kejahatan
Hoefnagels juga menekankan bahwa kebijakan kriminal berperan dalam mendefinisikan dan menentukan perilaku yang dianggap sebagai kejahatan dalam masyarakat. Ini berarti bahwa apa yang dianggap sebagai kejahatan bisa berbeda-beda tergantung pada norma dan nilai sosial yang berlaku.Â
Kebijakan kriminal harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan sosial, dan harus selalu berusaha untuk mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Proses penentuan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pembuat kebijakan, penegak hukum, dan masyarakat luas. Dengan memahami konteks sosial dan budaya di mana kejahatan terjadi, kebijakan kriminal dapat lebih relevan dan efektif dalam mencapai tujuannya.
Relevansi di Indonesia
Di Indonesia, konsep kebijakan kriminal yang dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels sangat relevan mengingat tingginya angka kejahatan serta kompleksitas sosial yang ada. Implementasi kebijakan kriminal di Indonesia harus mempertimbangkan beberapa faktor penting yang dapat diselaraskan dengan prinsip-prinsip Hoefnagels:
Penologi dan Ilmu Hukuman
Penologi sebagai cabang dari kebijakan kriminal berfokus pada asal muasal, perkembangan, dan kemanfaatan hukuman. Di Indonesia, ini sangat penting dalam mengembangkan sistem hukuman yang tidak hanya berfungsi sebagai deterrent tetapi juga rehabilitatif.Â
Mengadopsi pendekatan ini, Indonesia dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih manusiawi dan efektif dalam mencegah pengulangan kejahatan.Â