Suasana kembali mencair. Kami mulai berbicara perihal yang realistis. Hitung-hitungan kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengganti layar laptop atau beli laptop baru.Â
Sambil menunggu untuk beli laptop baru, aku akan memakai laptop Sony Vaioo milikku yang dulu aku pakai pada saat melanjutkan studi S2 di Jember dan saat ini sering dipakai oleh istriku dan mbak-mbak santri yang ikut di rumah.
Alhamdulillah, baru beberapa jam setelah kejadian Khilini memecahkan layar laptop, ada sms masuk ke hpku. Perihal sms banking dari BNI, LPDP sebagai lembaga beasiswa yang membiayaiku selama kuliyah S3 di UIN Malang mencairkan dana untuk biaya hidup selama tiga bulan ke depan. Dia menjadi dewa penolong disaat yang tepat sekali.
"Maa..gak apa-apa uang LPDP ini yang seharusnya buat biaya hidup bulanan, aku belikan laptop baru?", tanyaku kepadanya. Selama ini, aku berusaha terbuka soal apa saja termasuk keuangan kepada istriku, bahkan dialah yang selama ini bertugas mengatur keuangan di keluarga kecilku.Â
Semua uang keluar dan masuk, dia catatkan dan aku juga melaporkan kepadanya. Aku percaya, dua insan yang disatukan dalam hubungan pernikahan, dia ibarat satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, sehingga perlu adanya keterbukaan.
"Silahkan Mas. Asal kamu bisa terus berkreasi dan menghasilkan karya, aku akan mendukungnya", katanya dengan lirih. Entah menyetujui karena terpaksa, masih merasa bersalah dengan yang sudah dilakukan anakku, atau memang mendukung terhadap langkahku.Â
Aku tidak mau berspekulasi, lebih baik aku berbaik sangka saja. Istriku adalah orang pertama yang selalu mendukungku untuk terus menghasilkan karya, dengan bukti beberapa minggu ini, waktu lebih banyak aku habisku di depan laptop untuk menulis segala sesuatu."Terimakasih ya Ma..", aku memeluk dia kembali.
Travel Jaya Abadi yang biasa menjadi langgananku ketika pergi ke Malang dan Surabaya, langsung dia telepon. Aku bilang ke istriku untuk segera pergi ke Surabaya untuk tukar tambah laptop yang lama dengan yang baru, dari pada hanya sekedar mengganti layarnya saja yang harganya hampir sama dengan membeli yang baru.
"Ya Mbak, atas nama Bisri Ihwan", dia mengobrol dengan seseorang untuk memesankan kursi di travel. Aku dijadwalkan berangkat ke Surabaya malam rabo, seperti biasa aku akan menunggu di depan MI Miftahul Mubtadiin Pondok Pesantren Minhajut Thullab.
Ketika menjelang waktu maghrib, istriku menyiapkan segala sesuatu yang aku butuhkan untuk pergi ke Surabaya. Aku menghubungi toko langgananku beli laptop yang ada di Surabaya, juga sahabatku yang biasa menjadi tempat persinggahan ketika aku sedang berada di luar kota dan melewati wilayahnya. Mereka semua sudah menunggu kehadiranku.
"Jaga diri baik-baik ya. Kalau sudah selesai urusannya, langsung pulang", sembari bersalaman dan berpelukan, istriku sering sekali mengucapkan kata-kata ini pada saat aku hendak keluar kota, termasuk setiap kali pergi ke Malang untuk kuliyah S3. Mobil travel barusan sudah menelepon dan mengabarkan posisinya berada di depan gerbang Pesantren putra. Aku segera bergegas untuk berangkat.