Kemarin tempat duduk kami berada di paling belakang sebelah kiri. Pembicara yang keren dan masih kakak kelas dulu di Al-Azhar, membuat saya bersemangat untuk melontarkan pertanyaan.
Salah satu pertanyaan saya adalah "dulu santri yang menyebarkan Islam di Nusantara, hampir semuanya adalah pangamal tarekat. Fenomena saat ini, santri tidak semuanya pengamal tarekat. Apakah tarekat berpengaruh dengan semangat perjuangan santri untuk berperan dalam memajukan negeri ini?".
Kang Abik menjawabnya dengan bijak. Bagaimanapun tarekat sangat berperan penting terhadap perjuangan para santri untuk kemajuan negeri ini. KH. Hasyim Asy'ari, pendiri NU juga pengamal tarekat. Rata-rata Kyai dan ulama' di Nusantara juga pengamal tarekat. Santri sebagai murid dari mereka tentu seyogyanya mencontoh kepada gurunya.
Namun, Kang Abik juga menambahkan jawaban yang agak luwes. Tarekat untuk zaman sekarang, bukan melulu tarekat yang dulu dikenal. Tarekat bisa dimaknai sebagai jalan yang ditempuh oleh seseorang dan jalan itu adalah jalan kebaikan. Artinya adalah pengertian tarekat menjadi lebih umum. Itu yang saya tangkap dari pemahaman saya terhadap jawaban beliau.
Ada satu yang menarik dari awal tadi pada saat Kang Abik datang dan hendak mengisi acara PK ini, selain Pak Rafi yang menemani, Kang Abik juga datang bersama dengan Pak Prie GS. Seorang budayawan nasional yang terkenal. Buku-bukunya banyak sekali dan bisa ditemukan di seluruh toko buku yang ada di Indonesia.
Pak Prie GS tidak duduk di atas panggung bersama Pak Rafi dan Kang Abik. Beliau duduk di kursi paling depan, dekat dengan kami duduk. Beliau antusias sekali mendengarkan presentasi dari Kang Abik. Pak Prie GS akan menjadi pembicara di sesi selanjutnya setelah ini. Alhamdulillah hari ini kami mendapatkan pelajaran ilmu yang luar biasa. Terimakasih LPDP. Selamat Hari Santri Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H