Dalam organisasi MATAN, kami harus mengamalkan lima ajaran dasar yang wajib dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang disebutkan dalam buku panduan pengkaderan MATAN, Kelima hal tersebut adalah; Pertama, Tafaqquh fi al-dinadalah semangat pergerakan yang didasarkan pada pengasahan kemampuan dan ketajaman intelektual para anggota MATAN, dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia seutuhnya di seluruh fan (cabang) ilmu pengetahuan, tanpa adanya pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Karena menurut keyakinan MATAN bahwa semua ilmu bersumber dari Yang Maha Mengetahui, yaitu Allah SWT.
Kedua, Iltizamut thoatadalah semangat pergerakan mahasiswa yang didasarkan ketaatan kepada; a. Allah SWT sebagai Tuhan pencipta, pembimbing dan pendidik manusia. b. Baginda Rasul Muhammad Saw, selaku pembawa risalah kebenaran dan panutan umat manusia. c. Ulil amri, yaitu ulama dan umaro. Ketiga, Tashfiyatal-qulub wa Tazkiyatal-nafsi adalah semangat pergerakan yang didasarkan upaya pembersihan hati dan pensucian diri, baik lahiriyah maupun batiniyah dari segala bentuk sifat dan perbuatan yang tidak baik.
Keempat, Hifdzal-aurad waal-adzkaradalah semangat pergerakan yang di dasarkan atas upaya menjaga keseluruhan waktunya diniatkan untuk beribadah kepada Allah Swt dengan mendatangkan kemanfaatan, kebaikan dan pahala dari Allah Swt, baik untuk diri sendiri, orang lain maupun masyarakat luas (bangsa dan Negara), dan yang Kelima adalah Khidmah lil-ummahAdalah semangat pergerakan untuk memberikan darma bhakti kepada ummat manusia, kepada bangsa dan negara sebagai wujud pengabdian kepada Allah Swt secara menyeluruh.
Tafaqquhfi al-din, Iltizamut thoat, Tashfiyatal-qulub wa Tazkiyatal-nafsi, Hifdzal-auradwaal-adzkar, dan Khidmahlil-ummah adalah amalan yang selalu dijaga oleh para kader MATAN dimanapun dia berada, karena inilah amalan yang menjadi warisan dari apa yang dilakukan oleh para ulama' sufi dari dulu hingga sekarang. Tentunya saya yakin, Bapak Nurul Ghufron yang notabene adalah ketua umum MATAN kabupaten Jember sangat faham dengan hal ini.
Seorang sufi ketika ditanya, "Bagaimana cara mengubah dunia?", jawabannya sederhana, "ibda' bi nafsik", "awali (dengan merubah) dirimu sendiri". Mereka tidak ujug-ujug langsung ingin merubah umat secara langsung, tetapi lebih melihat kepada perubahan pada diri sendiri.Â
Saat diri sendiri berubah, otomatis orang akan terinspirasi untuk mengikuti dan dan mencontoh untuk juga berubah menjadi lebih baik. Seorang sufi menjadi contoh baik buat orang-orang di sekitarnya dengan sikap uswatun hasanah-nya; teladan yang baik.
Tokoh sufi pertama di dunia ini adalah Rasulullah; Nabi Muhammad Saw. Salah satu bukti sederhana tentang hal ini adalah satu nama julukan untuk beliau adalah Mushtofa. Dimana kalo kita mempelajari dalam ilmu shorof (tata bahasa pembentukan kalimat dalam bahasa arab), kata mushtofa adalah isim maf'ul dari wazan fiil madli yang berbunyi ishtofa yashtofi ishtifaan. Mushtofa sendiri berarti orang yang terpilih.
Banyak para ulama' yang mengartikan dari kata sufi. Ada yang mengatakan dari kata shuf yang berarti kain wol, karena menganggap bahwa dulu para sufi suka memakai kain wol dari kambing sebagai pakaiannya yang sederhana.Â
Ada juga yang mengatakan dari kata ashabus shuffah yakni dinisbatkan kepada para sahabat Nabi yang saat itu selalu mengikuti pengajian Rasulullah yang berada di beranda masjid Nabawi. Makanya ashabus shuffah berarti orang-orang yang berada di beranda masjid.
Dan beberapa yang mengartikan lain. Namun, dari semua yang diutarakan, ada satu yang menarik. Secara sederhana sufi dalam ilmu nahwu (ilmu tata bahasa arab) berasal dari fiil mabni majhul shufiya, yang berarti orang yang dipilih.Â
Yang paling jelas, sufi pertama adalah Nabi Muhammmad dan dilanjutkan generasi-generasi seterusnya hingga sekarang. Termasuk zaman sekarang, saat berbicara sufi, maka mereka adalah para ulama' tasawwuf yang tergabung dalam banyak tarekat dan itu semua di Indonesia berkumpul di Nahdlatul Ulama' dibawah organisasinya yang bernama JATMAN.