Kenyataannya, pernikahan itu tidak melulu tentang cerita-cerita indah seperti yang sering digambarkan. Ada drama, perselisihan, bahkan konflik yang menyertainya. Sesuatu yang tak ada korelasinya dengan prinsip kebahagiaan. Dan dalam beberapa situasi, pernikahan justru menjadi penyebab kehancuran bagi kehidupan seseorang.
3. Menikah untuk meningkatkan taraf hidup
"Menikahlah, nanti rezekimu makin lancar!". Atau, "Jangan takut, nanti Tuhan pasti akan memberimu rezeki lebih bila sudah menikah".
Kalimat-kalimat seperti itu sering dilontarkan orang-orang sebagai penyemangat agar seseorang menyegerakan menikah.
Ya, menikah sering dianggap sebagai jawaban dalam meningkatkan taraf hidup. Hidup yang masih pas-pasan ketika masih lajang diyakini akan berubah lebih baik bila sudah menikah nanti.
Tak salah bila ada orang yang berpendapat demikian. Faktanya, memang banyak yang mengalaminya. Rezeki yang bertambah menyertai orang-orang yang telah menikah.
Namun, perlu diingat bahwa konsep seperti ini tak bisa dipahami secara mentah. Perlu penalaran penuh, tidak setengah-setengah.
Ya, logikanya seseorang yang telah menikah akan dibebani tanggung jawab lebih besar, karena harus menghidupi keluarga. Karena itu, dirinya dituntut bekerja lebih keras agar penghasilannya lebih banyak lagi demi mencukupi kebutuhan keluarga. Agaknya, hal inilah yang dikatakan sebagai konsep rezeki seseorang akan bertambah saat sudah menikah.
Meski demikian, kita tak juga bisa mengabaikan kenyataan bahwa tak semua orang hidupnya dilingkupi keberuntungan.
Faktanya, masih banyak ditemui orang-orang yang nasibnya tetap tak berubah atau malah lebih buruk meskipun telah menikah.
Kenapa bisa demikian? Tak ada jawaban yang pasti. Karena fenomena seperti ini sejatinya adalah misteri kehidupan yang jawabannya hanya diketahui oleh Tuhan.