Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menjaga Kewarasan pada Pemilu 2024

6 Februari 2024   08:09 Diperbarui: 6 Februari 2024   08:14 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga kandidat capres dan cawapres Pemilu 2024. Foto: Adi Ibrahim / cnnindonesia.com

Pemilu 2024 sudah di depan mata. Kurang dari sekitar seminggu lagi waktu tersisa. Ada satu hal yang perlu kita jaga, yaitu kewarasan.

Kewarasan, ya menjaga kewarasan menjadi sebuah keharusan. Kenapa begitu ? Ya, karena ada potensi ketidakwarasan di masyarakat.

Disadari atau tidak, persaingan diantara para kontestan pemilu dalam merebut simpati masyarakat pada pemilu 14 Februari 2024 nanti cukup ketat dan menimbulkan gejolak masyarakat. Khususnya dalam pemilu presiden.

Ya, situasinya terasa tegang dan runyam. Dan bila dibiarkan, berpotensi menimbulkan beberapa gejala ketidakwarasan di masyarakat.

Ada beberapa potensi ketidakwarasan yang patut diwaspadai saat menjelang dan sesudah pemilu nanti.

1. Euforia berlebihan

Ya, euforia berlebihan di kalangan individu dan kelompok masyarakat merupakan peristiwa terkini yang banyak terjadi. Rasa kagum pada salah satu peserta pemilu dan antusiasme kuat agar kandidat pilihannya muncul sebagai pemenang telah membuat mereka larut dalam euforia.

Indikasinya tampak jelas. Mereka tiba-tiba saja bersemangat sekali membahas soal pemilu. Tak lupa disertai ajakan memilih calon pilihan mereka tentunya.

Ya, inti pembicaraan mereka biasanya tak jauh-jauh dari kultus individu dan pembenaran secara berlebihan terhadap calon pilihan mereka. Pokoknya, apa yang dilakukan calon pilihannya harus dianggap benar. Tak boleh dikritik atau dikatakan tidak pantas.

Mereka berbicara layaknya seorang buzzer, padahal sejatinya mereka bukan siapa-siapa. Ya, buzzer bukan, tim sukses juga bukan. Dan mereka rela melakukan itu semua hanya demi sebuah pengakuan bahwa mereka banyak tahu dan ingin dianggap orang penting.
 

2. Polarisasi kelompok masyarakat

Tak bisa dipungkiri bahwa persaingan di tingkat elit membawa imbas pada hubungan antar personal di masyarakat. Yakni terciptanya polarisasi dan pengelompokan individu berdasarkan calon pilihan mereka.

Ya, masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kubu. Kubu lovers dan haters. Mereka sibuk mengklaim, sibuk berdebat, memuji jagoan mereka setinggi langit dan mencari-cari kesalahan calon yang bukan pilihan mereka.

Yang lebih parahnya lagi, polarisasi ini menyebabkan rusaknya sendi-sendi hubungan bermasyarakat. Tak jarang, diantara sesama teman, tetangga, bahkan saudara yang beda pilihan politik menjadikan mereka saling membenci dan bermusuhan. Miris memang.

3. Gangguan mental

Situasi politik yang makin memanas menjelang pemilu bisa berimbas pada gangguan mental. Rasa cemas, gelisah, emosi berlebihan adalah beberapa gangguan diantaranya. Intinya berupa hal yang berujung pada terganggunya ketenangan pikiran.

Rasa kepo yang berlebihan, over informasi yang sebagian diantaranya adalah hoax serta provokasi di media sosial menjadi penyebab dari munculnya gangguan-gangguan ini.

Sayangnya, banyak orang yang tak sadar atau menganggap sepele hal-hal seperti ini. Padahal gejala-gejala seperti diatas telah merusak ketenangan mereka sendiri dan juga mengganggu aktivitas keseharian mereka.

4. Depresi bila hasil pemilu tak sesuai ekspektasi.

Pada kasus lain, pemilu juga berpotensi memicu depresi. Yakni ketika hasilnya tak sesuai ekspektasi. Alias tokoh yang dijagokan gagal jadi pemenang.

Depresi biasanya terjadi karena seorang pemilih lebih fokus pada label negatif seorang tokoh. Dalam hal ini pada tokoh yang bukan pilihan mereka tentunya. Sehingga ketika pihak yang menang bukan figur yang mereka jagokan, mereka merasa over thinking dan khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka.

Akankah kita bertahan dengan situasi yang serba tidak menguntungkan ini. Tentu saja tidak, bukan ?

Kita harus bisa menghindarinya dan berusaha untuk tetap berada dalam situasi normal. Caranya ya, kita harus menjaga kewarasan.

 Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar kita tetap waras.

1. Tidak terlalu fokus dengan berita seputar pemilu

Sebagai calon pemilih kita tentu saja butuh informasi seputar pemilu. Tapi tidak semua info yang beredar harus kita lahap semua, bukan ? Apalagi info yang masih diragukan kredibilitasnya.

Terkadang, karena di dorong rasa penasaran berlebihan membuat kita terus dan terus mencari informasi. Padahal info yang kita peroleh sejatinya sudah cukup. Karena itu membatasi diri untuk tidak terlalu larut dalam euforia pemilu menjadi pilihan terbaik ketimbang kita capek sendiri karena harus menampung terlalu banyak informasi.

2. Lakukan aktifitas lain diluar urusan pemilu.

Menyukseskan pemilu merupakan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Tapi bukan berarti energi kita harus dihabiskan hanya untuk urusan pemilu.

Ingat, masih banyak aktifitas lain diluar urusan pemilu yang menjadi tanggung jawab kita. Karena itu mari fokuskan diri pada hal-hal tersebut. Serta jangan lupa menghindari hal-hal yang bisa menyita energi kita seperti sibuk berdebat, sikap kepo berlebihan atau senang menjelek-jelekkan pilihan orang lain.

3. Tetap menjalin hubungan baik dengan orang-orang terdekat.

Seperti disebutkan diatas bahwa beda pilihan pada pemilu berpotensi memicu perpecahan. Karena itu perlu diantisipasi agar tak terjadi.

Ya, kita harus menyadari bahwa tak ada gunanya berpecah belah. Apalagi hanya karena beda pilihan politik. Buang segala rasa fanatik dan ego pribadi yang bisa mendatangkan perpecahan. Karena, bagaimanapun juga kita tak bisa lepas dari mereka, orang-orang terdekat di sekitar kita.

Pemilu adalah sebuah pesta demokrasi. Sebuah hajatan rakyat yang sepatutnya kita rayakan. Jaga diri jaga perilaku agar kita tak terjebak dalam ketidakwarasan.

(EL)
Yogyakarta, 06022024
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun