Sepak bola itu sebuah misteri. Apa yang terjadi terkadang tak sesuai prediksi. Seperti halnya kisah Ansu Fati. Kisah nestapa seorang penerus Lionel Messi.
Tahun 2019 lalu, Barcelona kehilangan Lionel Messi, pemain yang punya peran besar dalam kesuksesan Barcelona selama ini. Kehilangan Messi tentu saja menjadi sebuah kerugian besar bagi Barcelona. Karena itu perlu dicarikan sosok penggantinya guna menutupi kehilangan ini.
Tak sulit bagi Barcelona untuk mendapatkanya. Ansu Fati, ya pemuda berusia 18 tahun yang sebelumnya bermain untuk tim junior Barcelona, resmi didapuk sebagai pengganti Messi. Pemberian nomor punggung 10, nomor yang sebelumnya dipakai Messi, sudah cukup untuk menjelaskan bahwa Fati adalah penerus Messi.
Sebuah tugas berat tentunya bagi Fati. Menyandang status sebagai penerus Messi bukanlah tugas yang mudah. Apalagi dirinya dipilih memakai nomor 10, nomor keramat yang sebelumnya digunakan para bintang.
Namun Fati merasa yakin untuk mampu menaklukan tantangan itu. Fati juga menegaskan bahwa dirinya siap bermain dalam situasi apapun demi Barcelona.
Tidak berlebihan tentunya ketika Fati merasa optimis. Berbagai pencapaian fenomenalnya sejak debut bersama tim senior pada musim 2019/2020 lalu memberi bukti akan kemampuan Fati.
Ya, sejak menjalani debutnya pada 26 Agustus 2019 lalu dalam laga melawan Real Betis, Fati sukses membuat decak kagum para pencinta sepak bola. Pelatih Ernesto Valverde sengaja menariknya ke tim senior menggantikan Messi yang sedang cedera.
Tak perlu waktu lama, hanya lima hari setelah debut tersebut Fati langsung unjuk gigi. Satu sumbangan golnya ke gawang Osasuna dalam lanjutan La Liga 2019/2020 menjadikan dirinya tercatat sebagai pencetak gol termuda Barcelona dengan usia 16 tahun 304 hari.
Permainannya terus berkembang. Status sebagai pemain debutan bukan halangan baginya untuk cepat beradaptasi dengan pemain-pemain senior seperti Ousmane Dembele dan Luis Suarez. Dan hari-hari Fati berikutnya menjadi hari-hari yang istimewa. Hari-hari dengan segudang rekor-rekor baru yang dibuatnya.
Rekor sebagai pemain termuda yang mencetak gol dan assist dalam kemenangan 5-2 Barcelona atas Valencia, rekor pencetak gol termuda di Liga Champions melawan Inter Milan serta rekor sebagai pencetak gol termuda laga El Clasico menjadi catatan sejarah penting yang ditorehkan Fati pada bulan-bulan berikutnya.
Ya, musim pertama Fati bersama Barcelona berjalan mulus. Dari 24 kali penampilan, Fati mencetak tujuh gol dan satu assist. Sebuah hasil yang menjanjikan untuk seorang pemain belia seperti Fati.
Kecepatan, kekuatan, dribble yang mengagumkan serta visi bermain bagus menjadi kelebihannya. Dan ditambah dengan keberaniannya dalam duel satu lawan satu serta tembakannya yang presisi membuat banyak orang-orang makin percaya bahwa Fati adalah sosok yang tepat sebagai pengganti Messi di Barcelona.
Namun, tidak seperti putaran roda dunia yang bergerak teratur sesuai arah, putaran roda nasib Ansu Fati sedikit tersendat dan mulai berubah arah.Â
Setelah menjalani musim yang gemilang di musim pertamanya, cobaan berat datang di musim berikutnya. Fati menderita cedera lutut parah dan harus absen lama hingga sembilan bulan lamanya.
Ya, hari itu 8 November 2020 menjadi hari naas bagi Fati. Hantaman pemain Real Betis, Aissa Mandi, di kotak pinalti membuat Fati terkapar. Ada robekan otot meniskus pada lutut kirinya. Dan Fati pun kemudian naik ke meja operasi.
Cobaan tak berhenti di situ. Proses operasinya tak berjalan mulus dan Fati pun harus menjalani perawatan lebih lama dari perkiraan.
Setelah sembilan bulan lebih absen, Fati kembali merumput. Laga melawan Levante pada 26 September 2021 menjadi laga kembalinya Fati dimana penyerang El Barca ini masuk di 10 menit menjelang berakhirnya laga.
Sepuluh menit yang berharga bagi Fati. Ya, dalam durasi waktu yang tak lama itu, Fati sukses menyarangkan sebuah gol yang melengkapi kemenangan 3-0 Barcelona atas Levante. Sebuah pertanda bahwa Fati siap bangkit kembali memimpin Barcelona.
Sayang, kenyataan tak seindah bayangan. Fati hanya sanggup bertahan dua bulan pasca kembali. Rangkaian cedera terus menghantuinya selama musim 2021/2022.
Ya, nasib baik sepertinya sedang tak berpihak pada Fati. Dua musim berlalu tanpa pencapaian berarti. Fati hanya bermain tujuh kali pada musim 2020/2021 dan sepuluh kali pada musim berikutnya. Meski demikian, Fati masih mampu mencetak masing-masing empat gol pada tiap musimnya.
Memasuki musim 2022/2023 Fati akhirnya kembali. Meski kesembuhannya belum secara total, namun Fati mampu mencatatkan 36 kali penampilan pada musim ini dengan catatan tujuh gol dan empat assist.
Sebuah catatan yang tak mengecewakan bagi pemain yang baru saja kembali dari cedera dan lebih banyak bermain dari bangku cadangan. Namun, sejatinya posisi Fati mulai terancam sejak semusim terakhir.Â
Kedatangan Robert Lewandowski dan Rapinha, makin membaiknya performa Dembele serta kecendrungan pelatih Xavi yang lebih menyukai Ferran Torres membuat Fati tak lagi menjadi pilihan utama di lini depan.
Waktu terus berlalu, sementara nasib Fati bersama Barcelona makin tak menentu. Dan akhirnya Fati pun mengambil keputusan untuk  bersedia dipinjamkan ke klub Inggris, Brighton & Hove Albion. Bergabung di bawah arahan pelatih Roberto de Zerby selama semusim ke depan.
Sungguh disayangkan memang ketika Ansu Fati, pemain yang sebenarnya punya potensi harus mengalami penurunan performa yang cepat sekali dan gagal memenuhi ekspektasi.
Ada tiga faktor yang menjadi penyebab Fati gagal berkembang bersama Barcelona.
1. Cedera parah telah menimbulkan trauma dan menurunkan kemampuannya.
Cedera parah tiga tahun lalu benar-benar membawa pengaruh buruk bagi perkembangan Fati. Permainannya jauh menurun dan Fati belum bisa kembali ke bentuk permainan aslinya.
Trauma akan kambuhnya cedera dan kondisi fisik yang tak seprima dulu lagi telah membuat Fati kini memilih bermain aman. Tak ada lagi sentuhan-sentuhan ajaib yang menjadi ciri khasnya. Dan Fati pun tak bisa mengeluarkan seluruh kemampuannya secara total.
2. Kegagalan beradaptasi dengan taktik Xavi
Tak hanya penurunan secara fisik, Fati juga mulai kehilangan kepercayaan diri sebagai seorang pemain bintang. Kondisi ini membuat adaptasinya bersama tim sedikit terhambat.
Ya, dalam skema taktik Xavi yang mengandalkan permainan sayap, Fati terlihat sering kebingungan dalam mencari posisi. Bahkan dalam beberapa kesempatan, Fati terlihat melakukan blunder yang merugikan tim. Tak pelak kemudian kalau  dirinya lebih sering dicadangkan pelatih Xavi.
3. Fati tidak menjadi pilihan utama pelatih Xavi.
Meski punya talenta dan bisa bermain di beberapa posisi, baik sebagai pemain sayap maupun penyerang tengah, nyatanya Fati tetaplah bukan merupakan pilihan utama pelatih Xavi. Pelatih berusia 43 tahun tersebut lebih menyukai Ferran Torres, Robert Lewandowski , Rapinha maupun Dembele sebagai andalan di barisan depan.
Musim ini seiring dengan kepergian Dembele ke PSG, status Fati tetaplah tak berubah. Fati tetaplah berstatus pemain cadangan. Dan sedihnya lagi, pelatih Xavi malah lebih memilih wonder kid berusia 16 tahun, Lamine Yamal, dari pada Fati sebagai pilihannya.
Garis takdir tak bisa dirubah. Karena itu manusia harus bisa menyesuaikan diri mengikuti garis yang telah ditentukan untuknya. Seperti halnya kisah Ansu Fati. K
isah seorang calon pemain bintang Barcelona yang terpaksa harus berkelana ke Liga Inggris demi menjaga eksistensinya untuk tetap bertahan dan meraih sukses sebagai seorang pesepabola. (EL)
Yogyakarta, 03092023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H