Bagaimanapun juga, seorang pemain bintang pasti akan mengalami deklinasi atau penurunan prestasi. Usia yang tak lagi muda dan juga fisik yang tak seprima dulu pasti akan mempengaruhi performa seorang pemain. Kelincahan dan ketahanan fisik mereka sudah berkurang jauh. Maka kontribusinya untuk tim otomatis semakin sedikit.
Bagi seorang Lionel Messi, masa keemasannya sudah lewat. Dua dekade karir sepak bolanya sukses dijalaninya dengan baik. Sisa-sisa kejayaannya sebenarnya masih tampak. Meski demikian, di usianya yang sudah beranjak 35 tahun ini, Messi tentu  tak setrengginas seperti dulu lagi.
Pada akhirnya deklinsi karir adalah sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari oleh Messi. Artinya, peran yang diberikannya akan terus berkurang.
Ya, pada akhirnya Messi dam PSG harus mengakui mereka telah gagal merubah takdir. Dengan atau tanpa sentuhan Messi, PSG tetap saja menjadi klub semenjana. Sebuah ironi yang terasa menyesakkan.
Kegagalan Messi bersama PSG ini sekali lagi menegaskan betapa beratnya pekerjaan merubah takdir. Perlu ambisi, kemampuan mengolah potensi diri, keajaiban  dan juga keberuntungan. Satu saja syarat itu tak terpenuhi, maka cita-cita merubah takdir hanya tinggal ilusi.
(EL)
Yogyakarta,11032023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H