Membicarakan sepak bola tak hanya tentang pertarungan dua keseblasan untuk meraih predikat pemenang. Tapi juga kita sering diajak memahami konteks-konteks yang melawan logika.
Sejatinya sebuah tim akan memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya demi sebuah kemenangan. Maka berbagai jurus dan strategipun kemudian disusun guna menggapainya.
Tapi bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya. Sebuah tim malah mengekang sumber daya milik mereka untuk berkembang. Bukankah hal ini akan membawa kerugian bagi mereka ?
Ini semua melawan logika. Sungguh tak masuk akal. Dan terasa ganjil kalau ada yang melakukannya.
Meski terasa aneh, tapi faktanya ada tim yang berbuat demikian. Kisah Antoine Griezmann yang disandera klubnya sendiri memberi bukti bahwa hal yang tak sesuai nalar itu bisa saja terjadi.
Selama lima musim sejak tahun 2014 lalu, Antoine Griezmann adalah aset berharga bagi klubnya, Atletico Madrid. Griezmann dipertahankan mati-matian. Namun kini nasib pemain berusia 31 tahun ini seperti tersandera tanpa bisa berbuat apa-apa.
Menyandang status sebagai pemain bintang seperti Griezmann tak menjamin karir berjalan mulus. Intrik dan rekayasa yang bersumber dari luar lapangan menjadi faktor penghambat perkembangan karir pemain yang suka berganti model rambut ini
Awal musim 2022/2023 ini menjadi masa yang tak menguntungkan bagi Griezmann. Status kebintangannya sedikit meredup. Minimnya menit bermain menjadi penyebabnya. Padahal dirinya dalam kondisi fit dan performanya masih bagus.
Dalam lima pertandingan awal La Liga dan satu pertandingan di Liga Champions musim ini, Griezmann belum pernah bermain penuh. Menurut catatan, menit bermainnya baru 163 menit.Kalau dihitung-hitung artinya Griezmann bermain tak lebih dari 30 menit per pertandingan. Dan dari kesemuanya itu Griezmann dimainkan dari bangku cadangan setelah 60 menit permainan.
Lantas kenapa Griezmann harus kehilangan menit bermain ? Padahal gelandang asal Perancis ini sejatinya merupakan pemain favorit pelatih Atletico, Diego Simeone. Kenapa Griezmann tak kunjung dipasang sebagai pemain inti ? Banyak orang jadi bertanya-tanya dibuatnya.
Ternyata alasan dibalik keputusan ini sangat konyol. Sifatnya lebih kepada non teknis. Klausul kontrak yang mewajibkan Atletico Madrid, klub yang meminjam Griezmann saat ini, untuk menebus sang pemain diakhir musim menjadi penyebabnya.
Ya, Atletico diwajibkan membeli sang pemain 40 juta Euro diakhir peminjaman jika setidaknya memainkannya dalam lima puluh persen dari laga Atletico di semua kompetisi. Artinya Griezmann setidaknya harus bermain dalam satu babak di tiap pertandingan.
Sayang, Atletico sepertinya tak tertarik untuk melanjutkan opsi ini. Entah harga yang ditawarkan Barcelona mungkin terasa mahal. Atau mereka memang punya proyek masa depan yang mana Griezmann tak masuk dalam rencana mereka.
Selain itu dengan usia sang pemain yang saat ini sudah 31 tahun dianggap tidak menguntungkan untuk investasi klub kedepannya. Apalagi performanya musim lalu tak maksimal karena cedera.
Celakanya, Barcelona, klub pemilik Griezmann sudah bulat keputusannya untuk melepas sang pemain. Nilai gaji yang tinggi menjadi alasan utama. Apalagi kontraknya masih sampai dua tahun lagi.
Selain itu, klub Catalan ini sudah memiliki formasi pemain depan yang cukup. Mereka kedatangan Robert Lewandowski musim ini. Sehingga keberadaan Griezmann tak dibutuhkan lagi.
Griezmann sebenarnya bukan pemain sembarangan. Pemain yang sebelumnya juga pernah berseragam Real Sociedad ini punya kemampuan komplet, baik dalam menyusun serangan maupun membantu pertahanan. Griezmann bisa tampil sama baiknya untuk posisi sebagai gelandang serang, pemain sayap maupun sebagai penyerang.
Semua sudah dibuktikannya selama ini. Baik ketika bermain di beberapa klub yang pernah diperkuatnya, yakni Real Sociedad, Atletico Madrid dan Barcelona. Ataupun ketika memperkuat timnas Perancis dimana dirinya sukses membawa negaranya menjuarai Piala Dunia 2018 lalu.Â
Griezmann, dengan segala kelebihan yang dimilikinya selalu menjadi pilihan utama pelatih dan banyak memberi kontribusi. Namun kini semua pencapaiannya seperti tak dianggap dan klub seolah setengah hati dalam menggunakan jasanya.Â
Situasi yang serba tak pasti ini tentu amat merugikan bagi Griezmann. Padahal dirinya sedang berjuang untuk terus tampil konsisten demi menjaga peluang bermain di Piala Dunia 2022 yang tinggal dua bulan lagi. Bisa-bisa posisinya digantikan pemain lain bila terus-terusan begini.
Tapi Griezmann tak lantas menyerah pada keadaan. Dalam situasi kesempatan bermain yang serba terbatas itu, dirinya berusaha tetap tampil all out.Â
Hasilnya, sejauh ini tiga gol berhasil dicetaknya ke gawang Getafe, Valencia, dan Porto dalam enam kali peran sebagai pemain pengganti. Hasil yang yang cukup membanggakan karena mampu membawa kemenangan buat tim.
Meski demikian, belum ada tanda-tanda bahwa klub akan merubah keputusan. Griezmann tetaplah seorang super sub.
Pernyataan pelatih Simeone yang mengatakan bahwa dirinya melakukan semua ini sebagai bagian dari strategi klub memberi isyarat bahwa situasi seperti ini akan terus berlangsung. Kecuali ada kejadian luar biasa seperti adanya hukuman atau cederanya pemain-pemain lain yang membuat mereka harus absen.
Sayang, seribu kali sayang memang. Seorang Griezmann harus menjadi tumbal dari sebuah ide gila yang tak terkait langsung dengan permainan sepak bola itu sendiri. Tapi begitulah kenyataannya.
Begitulah. Terkadang sepak bola itu keluar dari batas-batas yang ditetapkan sepak bola itu sendiri. Bahwa dalam dunia sepak bola, adu strategi tak hanya terjadi di dalam tapi juga di luar lapangan. Seperti halnya pertarungan segitiga antara Barcelona, Atletico Madrid dan Antoine Griezmann.
(EL)
Yogyakarta,13092022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H