Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengembalikan Marwah Borobudur

12 Juni 2022   11:12 Diperbarui: 12 Juni 2022   11:26 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika menyaksikan candi Borobudur, apa yang pertama kali muncul di pikiran ? Tentang keajaiban ? Tidak salah lagi. Cerita tentang Borobudur adalah kisah tentang keajaiban. Tak heran kalau candi Budha terbesar ini termasuk kepada salah satu dari keajaiban dunia.

Keajaiban Borobudur menimbulkan decak kagum dan rasa penasaran. Jutaan orang kemudian berbondong-bondong mengunjungi Borobudur tiap tahunnya untuk menuntaskan rasa penasaran mereka. 

Menurut catatan lebih dari tiga juta orang tiap tahun atau rata-rata lebih dari sepuluh ribu orang tiap harinya yang mendatangi situs Budha ini. Lebih dari separo diantaranya adalah pengunjung dari dalam negri.

Para pengunjung jadi senang.Rasa penasaran mereka terpuaskan. Negara mendapat pemasukan dari penjualan tiket masuk. Pun masyarakat di sekitar candi ikut kecipratan rejeki.

Semuanya merasa giang. Semua beroleh manfaat. Semua diuntungkan. Tapi tidak dengan halnya candi Borobudur itu sendiri. Ada hal yang bernama marwah yang perlahan terabaikan dari diri Borobudur.

Tiga belas abad silam, sekitar abad kedelapan, pembangunan  Borobudur ini dimulai. Sekitar hampir seratus tahun lamanya pembangunan ini berjalan hingga rampung di masa kepemimpinan raja Samaratungga.

Untuk apa candi Borobudur dibangun ? Apakah untuk tujuan wisata di waktu itu, sehingga orang akan beramai-ramai berwisata kesana dan kerajaan Mataram mendapat income dari kegiatan ini ?

Tidak.Borobudur dibangun untuk tujuan mulia. Untuk memuliakan raja-raja dinasti Syailendra yang telah bersatu lagi dengan dewanya.

Ya, Borobudur dibangun tidak untuk tujuan komersial. Tapi lebih dari sekedar itu. Untuk memfasilitasi kehidupan beragama umat Budha. 

Borobudur adalah tempat suci bagi umat Budha. Tempat mereka berdoa. Merapalkan mantra. Tempat mereka merenungi dan mengamalkan ajaran Sidharta Budha Gautama. Tempat mereka menyucikan diri dan jiwa. Tempat mereka beribadah dengan khidmat.

Tapi dalam perjalanannya, Borobudur tak hanya menjadi tempat suci, tapi juga menjadi tempat yang bernilai ekonomi. Seusai dipugar pada tahun 1983, Borobudur dibuka sebagai tempat wisata. Jutaan orang berkunjung kesana. Dan kegiatan ini terus berlangsung hingga kini.

Keputusan menjadikan Borobudur sebagai objek wisata sedikit mengurangi nilai kesakralannya. Borobudur kini bukan lagi tempat yang eksklusif bagi umat Budha. Tapi Borobudur kini milik semua orang. Siapapun boleh datang dan memasukinya.

Situasi ini diperparah dengan prilaku para pengunjung yang kurang etis dan kurang menghargai keberadaan dari Borobudur itu sendiri.

Banyak pengunjung yang tak mengindahkan aturan. Seperti ada yang menaiki stupa, memasuki daerah yang dilarang memasukinya, atau juga melakukan vandalisme dan banyak pelanggaran lainnya. Mereka sepertinya tidak sadar kalau perbuatan mereka ini akan menyebabkan kerusakan terhadap candi.

Demikian pula ketika sedang ada prosesi ibadah di candi seperti ketika peringatan hari raya Waisak. Banyak pengunjung yang mengabaikan norma kesopanan.

 Mereka berisik, mengambil tempat yang amat dekat dengan para banthe. Memotret berkali-kali para banthe yang tengah berdoa, menghujaninya dengan flash. Perbuatan mereka sungguh mengganggu kekhusyukan para biksu.

Sikap-sikap yang tak elok itu tentu saja amat disesalkan. Banyak foto-foto beredar di media sosial yang  memperlihatkan betapa banyak pelanggaran terjadi.

 Demi konten, demi foto selfi, demi pamer dan unjuk diri para pengunjung tak lagi menghargai keberadaan candi dan umat Budha sebagai pemilik aslinya. Padahal tujuan dari dibukanya candi untuk khalayak umum adalah untuk memberi edukasi bagi banyak orang.

Kondisi seperti ini tak boleh dibiarkan terus berlangsung. Lama-lama candi Borobudur seperti tak ada harganya. Perlu ada tindakan untuk mengembalikan marwah dan kesakralan Borobudur.

Menyikapi situasi ini para pemangku kepentingan menyikapinya dengan wacana membatasi kunjungan dan menaikkan harga tiket masuk bagi pengunjung yang ingin menaiki candi. Langkah ini diambil guna menyeleksi orang-orang yang benar-benar punya kepentingan yang boleh memasuki candi.

Mentri Luhut B Panjaitan mewacanakan bagi pengunjung yang ingin menaiki candi akan dikenai tiket seharga 750 ribu bagi pengunjung lokal dan 100 dolar AS untuk turis manca negara. Sementara tiket masuk area candi tetap 50 ribu rupiah.

Langkah ini perlu diambil, mengingat publik sepertinya lupa bahwa candi Borobudur itu adalah tempat beribadah umat Budha yang seharusnya menjadi area privat seperti masjid atau gereja. Bukan sekadar tempat berfoto atau bikin konten tanpa alasan yang jelas. Hanya mereka yang berkepentingan yang boleh masuk.

Dalam hal ini kita hendaknya berasumsi bahwa dibalik wacana pemerintah itu ada upaya mengingatkan publik bahwa Borobudur itu tempat yang maha suci, maha agung dan sakral. Bukan tempat bermain atau bersenang-senang. Jadi harus digunakan sebagaimana mestinya.

Namun sayang, rencana ini mendapat tentangan dari publik. Masyarakat mengecam keras tanpa melihat substansi dibalik wacana pemerintah tersebut. Hingga akhirnya diputuskan untuk menunda keputusan itu sementara waktu.

Memang, pemerintah berada dalam dilema dengan persoalan ini. Disatu sisi mereka perlu menjaga kelestarian dan kehormatan Borobudur. Sementara disisi lain ada kekhawatiran dampak bagi masyarakat yang selama ini mengambil manfaat ekonomi dari Borobudur. Perlu solusi yang bisa diterima kedua pihak.

Ya, akhirnya pemerintah lewat mentri Luhut mengumumkan untuk menunda sementara rencana ini. Meski begitu, apapun keputusan pemerintah kedepannya hendaklah ditujukan untuk menjaga kehormatan Borobudur.

 Bagaimanapun juga marwah dan keagungan Borobudur tetap lebih utama dari pada sekadar mengambil manfaat ekonomis darinya.

(EL)

Yogyakarta,13062022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun