Ketika menyaksikan candi Borobudur, apa yang pertama kali muncul di pikiran ? Tentang keajaiban ? Tidak salah lagi. Cerita tentang Borobudur adalah kisah tentang keajaiban. Tak heran kalau candi Budha terbesar ini termasuk kepada salah satu dari keajaiban dunia.
Keajaiban Borobudur menimbulkan decak kagum dan rasa penasaran. Jutaan orang kemudian berbondong-bondong mengunjungi Borobudur tiap tahunnya untuk menuntaskan rasa penasaran mereka.Â
Menurut catatan lebih dari tiga juta orang tiap tahun atau rata-rata lebih dari sepuluh ribu orang tiap harinya yang mendatangi situs Budha ini. Lebih dari separo diantaranya adalah pengunjung dari dalam negri.
Para pengunjung jadi senang.Rasa penasaran mereka terpuaskan. Negara mendapat pemasukan dari penjualan tiket masuk. Pun masyarakat di sekitar candi ikut kecipratan rejeki.
Semuanya merasa giang. Semua beroleh manfaat. Semua diuntungkan. Tapi tidak dengan halnya candi Borobudur itu sendiri. Ada hal yang bernama marwah yang perlahan terabaikan dari diri Borobudur.
Tiga belas abad silam, sekitar abad kedelapan, pembangunan  Borobudur ini dimulai. Sekitar hampir seratus tahun lamanya pembangunan ini berjalan hingga rampung di masa kepemimpinan raja Samaratungga.
Untuk apa candi Borobudur dibangun ? Apakah untuk tujuan wisata di waktu itu, sehingga orang akan beramai-ramai berwisata kesana dan kerajaan Mataram mendapat income dari kegiatan ini ?
Tidak.Borobudur dibangun untuk tujuan mulia. Untuk memuliakan raja-raja dinasti Syailendra yang telah bersatu lagi dengan dewanya.
Ya, Borobudur dibangun tidak untuk tujuan komersial. Tapi lebih dari sekedar itu. Untuk memfasilitasi kehidupan beragama umat Budha.Â
Borobudur adalah tempat suci bagi umat Budha. Tempat mereka berdoa. Merapalkan mantra. Tempat mereka merenungi dan mengamalkan ajaran Sidharta Budha Gautama. Tempat mereka menyucikan diri dan jiwa. Tempat mereka beribadah dengan khidmat.