Bioter Lingga Praptama (2186206009)
Mahasiswa Program Studi PGSD, Universitas Nahdlatul Ulama Blitar
Email : bioterlingga@gmail.com
Abstract
      The historical journey of preserving cultural heritage in Indonesia has begun from the late 19th century to the early 20th century. The Dutch East Indies government at that time already thinking about the need for efforts to save cultural heritage sites and objects by establishing the Oudheidkundige Dienst in Nederlansch-Indie institution in 1913 led by N.J Krom. The institution that was formed has started holding identification and rescue of several sites in the Dutch East Indies region. In fact, on F.D.K.'s tenure Bosch 1916, Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie issues a law on the handling of heritage archaeological, namely Monumenten Ordonantie Staatsblad 1931 No. 238. As is the law, supervision and protection of ancient relics, have legal certainty.
Keyword : Indonesian history, historical heritage, history lessons, historical objects, Learning Resources
Abstrak
     Perjalanan sejarah mengenai pelestarian warisan budaya di Indonesia dimulai sejak akhir abad 19 hingga awal abad 20. Pemerintah Hindia-Belanda saat itu telah berpikir mengenai perlunya usaha penyelamatan situs dan benda cagar budaya dengan membentuk sebuah lembaga Oudheidkundige Dienst in Nederlansch-Indie pada tahun 1913 yang dipimpin oleh N.J Krom. Lembaga yang terbentuk mulai mengadakan identifikasi dan penyelamatan beberapa situs di wilayah Hindia-Belanda. Bahkan, pada masa kepemimpinan F.D.K. Bosch pada tahun 1916, lembaga tersebut mengeluarkan Undang-Undang penanganan peninggalan purba, yaitu Monumenten Ordonantie Staatsblad 1931 Nomor 238. Dengan adanya undang-undang tersebut, pengawasan serta perlindungan peninggalan purbakala, memiliki kepastian hukum.
Keyword : Sejarah Indonesia, Peninggalan sejarah, Pembelajaran sejarah, Objek sejarah, Sumber belajar
PENDAHULUAN
    Sejarah berkaitan dengan segala sesuatu yang terjadi dimasa lalu, sejarah selalu dipenuhi oleh misteri bagi sebagian siswa, hal ini terjadi karena sejarah hanya dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan dan bukti-bukti akurat lainnya yang kurang jelas (Khoirotun, Fianto,& Riqqoh, 2014).