Za, kenapa semakin lama hatiku tak tenang?, sungguh rasa ini menyiksaku Za. dan taukah kau Za? Semalam, lagi-lagi aku tak mampu memejamkan mata, tak mampu membawa ruhku melayang ke alam bawah sadar. Padahal kau pun pasti tau Za, seharian aku lelah beraktifitas, tapi entah kenapa mataku tak mau terpejam barang semenit pun. Ah Za sungguh rasa ini telah benar-benar menyiksaku, tidak hanya menyiksa ragaku tapi juga batinku.
“Kamu kayak kurang tidur Fa”, Ucap Lisa teman mengajarku.
“Aku memang semalam tak tidur Lis, dan ku mohon, jangan Tanya kenapa”
“Oh..Oke Sist”, Lisa menatapku agak lama dan pergi meninggalkan ku sendirian di Kantor.
Oh Tuhan, bukannya aku tak mau berbagi rasa dengan mereka, teman-teman dan sahabat ataupun keluargaku. Tapi aku begitu sulit merangkai kata, lidahku mendadak kelu ketika aku berhadapan dengan mereka. Mungkin memang aku harus menyimpan sendiri gelisah ini.
***
Pagi di Kota Baja. Tidak ada yang istimewa, Hampir sama dengan kota kota lainnya, macet, panas dan ugh..udara yang tidak bisa dibilang sehat tentu saja. Yah makin menjamur saja pabrik-pabrik kimia di Kota kecilku ini. Untungnya desaku lumayan jauh dari lokasi berdirinya pabrik-pabrik menyeramkan itu, jadi setidaknya paru-paruku masih sehat.
Ku ayunkan kaki menapaki jalan-jalan yang beraspal dan berdebu, dan ini adalah yang kesekian kalinya. Tujuanku satu, masuk ke Masjid Agung Cilegon, naik ke atapnya dan berdiri menghadap jalanan yang penuh dengan kendaraan yang lalu lalang. Menatap kebawah, memandangi tukang rujak yang sepertinya tak pernah absen berjualan di depan masjid ini, melihat orang yang keluar masuk area masjid dan ah…lagi-lagi hatiku merasa aneh.
Za, Rasa itu kembali hadir, sesak, nyeri dan..dan..duh Za aku tak mampu menjelaskannya dengan kata-kata, selama aku hidup rasa ini baru kualami sekarang, Rasa yang membuatku ingin menangis, rasa yang entah kenapa membuatku begitu lemah..lemah dan semakin lemah...
Kamu dimana Za?
***
“Ada apa denganmu Nak?” Ibu akhirnya tak mampu pula membendung rasa penasaran dan gelisahnya. “Ibu perhatikan tubuhmu semakin kurus, kau terlihat sangat lemah Fa, dan ibu perhatikan akhir-akhir kau sering melamun, ada apa sebenarnya Nak?, cerita ke Ibu, jangan buat ibumu yang sudah tua ini bingung dan khawatir, mungkin Ibu bisa bantu, atau..atau setidaknya sedikit meringankan beban yang sedang menimpa mu”
Kupandangi raut muka Ibu, ada gurat kekhawatiran dan kegelisahan di wajah tuanya.
“Entahlah Bu, nanti saja, Latifa janji kalau sudah tiba waktunya, Latifa akan kasih tau Ibu, tapi..tapi nanti ya bu, bukan sekarang”
***
Za, ini sudah malam yang keberapa ya? Oh bahkan aku sudah lupa sudah hari keberapa mataku setiap malam tak mampu terpejam. Za, liatlah langit malam ini indah ya,banyak sekali bintang bertaburan, Cantik. Malam tak jadi menakutkan jika gemintang kelap kelip diatas sana ya Za, besok malam aku akan memandangi bintang dari atas masjid agung Za, dan berharap, aku pun akan menjumpaimu disana..
***
“Inget gak kejadian bulan kemarin?”
“Kejadian yang mana?”
“ Penyebrang Jalan yang tertabrak bis jemputan karyawan”
“Oh yang itu, iya iya kasian ya, mungkin orang tersebut nyebrang mau solat kali ya, soalnya khan kejadiannya tepat di sebrang masjid ini”
“Bisa jadi”
Za, siapa orang yang mereka bicarakan? Apakah..apakah itu kau Za?, Air mataku tak lagi mampu ku bendung, mengalir deras begitu saja, dadaku sesak, isak tangisku membuat dua remaja yang ada disampingku, terdiam dan terlihat panik. Oh Tuhaaan jika laki-laki yang mereka bicarakan itu adalah kau, hati ini benar benar hancur berkeping-keping. Ah Za.. tiba-tiba saja ragaku terasa lemas, kakiku gemetar dan tak kuasa menopang berat badanku, aku limbung. Kepalaku seperti membentur sesuatu, aku merasa ada sesuatu yang merembes dikepalaku, dan sekelilingku kemudian gelap.
***
Satu Setengah bulan yang lalu..
“Aku akan kerumahmu, tapi aku tidak tau daerah Cilegon, bagaimana Latifa?”
“Turun Saja di Masjid Agung, supir angkot pasti tau, nanti aku jemput disitu”
“Baikah Fa, Semoga Allah merestui niat baik kita”
“Aamiin, kabari kalau sudah sampai ya”
“Oke”
***
“Bu, Ibu kenal Rikza?”
“Rikza? Rikza siapa? Ibu baru denger nama itu Nak?”
“Entah lah bu, nama itu ada di hp Latifa, tapi pas ditelepon, nomornya sudah gak aktif, apa temen sekolah Latifa dulu ya? Soalnya nama itu seperti familiar bu, Latifa serasa kenal dekat dengan pemilik nama itu bu”
“Ibu tidak tau Nak, mungkin saja benar itu teman kamu, tapi sekarang sudah ganti nomor”.
Ya Rabb..semoga Latifa tidak akan mengingat nama itu lagi, laki-laki yang hendak menikahinya, tapi engkau berkehendak lain dengan memanggilnya terlebih dahulu. Biarlah ingatan Latifa tak kembali seperti semula, hamba bersyukur dengan Latifa yang sekarang, ia telah kembali ceria, tak lagi murung dan sedih. Biarlah Latifa tak lagi mengingatnya, mengingat Rikza yang telah damai di sisiMU.
Fa..Maafkan Ibu telah membohongimu.
Palestine, 00:00 Jum’at 05,09,14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H