(Afzalur Rahman, 1995 : 112 ) Saat ini, di mana-mana banyak masyarakat, penjual, dan lainnya yang melakukan penimbunan atau penyembunyian harta atau barang. Seperti halnya yang kita lihat di televisi, semua berita kebanyakan tentang penyembunyian harta.
Padahal sebenarnya, di dalam islam yang namanya orang yang menimbun atau menyembunyikan hartanya yang dikumpulkan adalah musuh nyata dari masyarakat.Â
Jadi mereka sudah mempersulit jalannya industri kalau begitu caranya bisa menghambat kemajuan dan pembangunan Negara. Seharusnya harta yang mereka punya digunakan untuk menghasilkan  keuntungan masyarakat dan kapitalis-kapitalis itu sendiri.
Baca juga : Menggapai Jannah melalui Harta yang Berkah
Para ulama juga ada yang mengatakan menimbun barang atau yang sering disebut dengan ihtikar ini adalah membeli sesuatu dan menahannya agar menjadi langka disekitaran masyarakat sehingga harganya naik yang menyebabkan kemudaratan pada manusia.
Di dalam hadis sudah dikatakan bahwa yang namanya menimbun atau menyembunyikan harta atau barang itu dosa seperti hadis dibawah ini:
: : ( Â Â Â Â
 yang artinya: "Dari Ma ' mar ia berkata, Rasul SAw bersabda: barang siapa yangmenimbun barang, maka ia bersalah ( berdosa )" ( HR Muslim ).
 Menimbun atau menyembunyikan dalam syara' itu berarti ihtikar yang artinya adalah tindakan menyimpan atau menimbun harta  yang tidak ingin dijual atau diberikan kepada orang lain.
Tindakan seperti ini menimbulkan sifat keserakahan atau ketamakan didalam diri kita. Sifat yang seperti inilah yang membuat kita selalu merasa kekurangan. Orang yang menimbun barang ini hanya ingin menuruti nafsu mereka yang hanya ingin untung dan untung.Â
Tetapi mereka tidak memikirkan orang lain yang membutuhkan barang itu. Seperti contohnya  orang yang memasok barangnya di pasar, mereka tidak cepat-cepat memasok barang tersebut. Mereka menunggu waktu hingga harga jualnya melonjak. Mereka melakukan hal itu hanya semata-mata ingin mendapatkan untung.
Orang yang seperti itu hanya akan membuatnya susah dan di akhir hidup, mereka akan menderita. Dan akhirnya harta yang selama ini mereka kumpulkan dan mereka simpan tidak akan berguna di Hari Pembalasan nanti.Â
Baca juga : Harta (Mal) Dalam Pandangan Ekonomi Islam
Dan semua keuntungan yang mereka dapat selama ini didunia tidak akan berguna begitu juga di alam baka. Yang ada mereka akan ditanya tentang kebenaran dan keadilan  serta perbuatan yang bermanfaat bagi semua makhluk ciptaan-Nya.
Orang yang sering menyembunyikan harta tidak akan mendapatkan manfaat dari kekayaan yang selama ini mereka kumpulkan di dunia dan juga akan kehilangan kebahagiaan akhirat. Selain itu mereka juga akan merasakan kesengsaraan dan penderitaan akibat ulah mereka yang telah mengambil hak orang lain.
Seperti contoh lainnya, penjual beras atau bahan sembako lainnya di awal bulan ramadhan tidak mau menjual barang dagangannya, karena mereka mengetahui bahwa pada minggu terakhir bulan ramadhan masyarakat sangat sangat membutuhkan barang tersebut untuk menjelang lebaran.Â
Dengan menipisnya stok barang di pasaran, harga barang pasti akan naik. Ketika saat itulah para pedagang menjual barangnya, sehingga pedagang tersebut mendapat keuntungan yang berlipat ganda.
Para ahli ilmu fiqih pun menyatakan perbuatan ihtikar adalah perbuatan terlarang atau dosa. Hal tersebut kan sudah jelas dikatakan dalam hadis diatas. Seseorang yang berbuat durhaka dan melakukan dosa berarti perbuatan tersebut merupakan indikasi yang menunjukan bahwa tuntutan tersebut untuk meninggalkan bermakna keras ( tegas). Dengan demikian, perbuatan ihtikar termasuk perbuatan yang diharamkan.
Baca juga : 3 Harta yang Dapat Kita Gunakan dalam Islam
Setiap orang yang melakukan ihtikar ( penimbunan barang dagangan ) dengan sengaja untuk menundah penjualan barang ( dagangan ) itu ke pasar, dengan maksud untuk mendapatkan kenaikan habersrga barang, dengan cara memanfaatkan kelangkaan barang ( dagangan ) dan kebutuhan konsumen ( pembeli ), maka orang tersebut dianggap  bersalah ( berdosa karena tindakannya ). Berdasarkan ayat Al -- Qur ' an dan sunnah Rasulullah di atas, para ulama sepakat mengatakan, bahwa ihtikar tergolang dalam perbuatan yang dilarang ( haram ).Â
Menurut mahzab maliki, ihtikar itu hukumnya haram dan harus dicegah oleh pemerintah dengan segala cara karena perbuatan tersebut ini membawa mudharat yang besar terhadap kehidupan masyarakat dan Negara. Oleh karena itu pihak penguasa harus segera campur tangan atau turun langsung untuk mengatasinya.
Karena ihtikar adalah sebuah perbuatan pengingkaran terhadap ajaran agama ( syara' ), yang diharamkan. Apalagi ancamannya dalam berbagai hadis adalah neraka. Dalam hal seperti itu para ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ihtikar atau menimbun barang atau harta adalah yang memiliki kriteria seperti berikut:
Jika barang yang ditimbun adalah dari kebutuhannya, berikut tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seseorang boleh menimbun untuk persediaan nafkah dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama satu tahun.
Jika orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena orang -- orang sangat membutuhkan barang tersebut.
Jika penimbunan dilakukan terhadap barang yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti makanan dan harta lainnya. Jika barang atau harta yang ada ditangan para pedagan tidak dibutuhkan manusia, maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan, karena tidak mengakibatkan kesulitan pada manusia. (Dr.Rozalinda,M.Ag , 2017 : 358)
Dari ketiga syarat itu jika diperhatikan aspek keharamannya maka dapat disimpulkan, bahwa penimbunan yang diharamkan adalah kelebihan dari keperluan nafkah dirinya dan keluarganya dalam masa satu tahun.Â
Hal ini berarti apabila menimbun barang konsumsi untuk mengisi kebutuhan keluarga dan dirinya dalam waktu satu tahun tidak lah diharamkan sebab hal itu adalah tindakan yang wajar untuk menghindari kesulitan ekonomi dalam musim paceklik atau krisis ekonomi lainnya.Â
Sedangkan syarat terjadinnya penimbunan, adalah sampainya pada suatu batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang. Atas dasar inilah maka syarat terjadinya penimbunan tersebut adalah bukan pembelian barang. Akan tetapi sekedar mengumpulkan barang dan menahannya sambil menunggu naiknya harga sehingga bisa menjualnya dengan harga yang lebih mahal.
Penimbunan harta juga dilarang dalam islam. Para ulama juga menyatakan siapa pun yang menimbun harta serta tidak membelanjakannya dijalan Allah diancam dengan siksa yang pedih. Penimbunan harta adalah kejahatan yang besar. Karena sama artinya dengan membuntuhkan aliran harta yang telah Allah anugerahkan kepada mereka.Â
Oleh karena itu, islam melarang menimbun harta dan sebaliknya mendorong jalannya harta diantara semua bagian masyarakat. Misalnya orang -- orang yang suka menyimpan emas dan perak dari pada menafkahkannya.Â
Mereka diingatkan untuk tidak menyimpan, menimbun atau menumpuk -- menumpuk harta demi kepentingan diri sendiri tapi dengan sukarela menggunakannya demi kemaslahatan, dirinya maupun masyarakat.Â
Suatu gambaran yang pedih digunakan untuk menunjukan hukuman yang akan diderita oleh orang -- orang yang menyalahgunakan hartanya, penyalahgunaan itu merupakan perbuatan dosa sama seperti dosa -- dosa lain akibat menentang kehendak Allah.Â
Penyalahgunaan itu sendiri akan menjadi saksi atas diri kita. Seolah -- olah emas dan perak sendiri yang akan menjadi kayu bakar yang menambahnya api neraka.Â
Yang akan membakar dahi kita sebagai balasan atas kemampuan pola piker kita yang berpendapat bahwa kekayaan itu lebih baik disimpan dari pada dipergunakan untuk kemaslahatan orang banyak akan membakar punggung mereka untuk menunjukan sifat tamak tidak dapat menghasilkan kepuasan yang sebenarnya. (Afzalur Rahman , 1995 : 113-114)
Bisa kita ambil hikmah dari tindakan di atas, bahwa dibalik diharamkannya penimbunan adalah janganlah kita bersifat tamak atau serakah. Karena islam adalah agama yang bertujuan memberikan dan merealisasikan kemaslahatan untuk masyarakat lainnya serta mencegah dari kemudharatan
DAFTAR PUSTAKA
Rahman,Afzahur.1995.Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2.Yogyakarta:PT DANA Â Â BHAKTI WAKAF
Rozalinda.2017.Fiqih Ekonomi Syariah.Jakarta:Rajawali Pers
Ashidiqy.1974.Pengantar Fiqih Muamalah.Jakarta:Bulan Bintang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI