Mohon tunggu...
Bimas Satrio Siregar
Bimas Satrio Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - I am a youthful researcher who takes pleasure in composing diverse subjects

Bagi saya menulis adalah bentuk penyaluran energi dan pemikiran positif kedalam bentuk tulisan. Menulis bagi saya adalah memberikan investasi jangka panjang terhadap ilmu dan pengetahuan masa depan. Menulis juga menjadi hobi yang mendorong saya ingin belajar lebih banyak tentang fenomena di berbagai sektor seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, teknologi dan geopolitik

Selanjutnya

Tutup

Politik

The Nine-Dash Line: Ancaman Kritis Fiksi Hukum Tiongkok Atas Laut Cina Selatan dan Dampaknya terhadap Kedaulatan Indonesia

27 Mei 2024   23:15 Diperbarui: 29 Mei 2024   14:56 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengertian dan Konsekuensi Konflik Laut Cina Selatan

Laut Cina Selatan, yang terletak di antara daratan Asia dan Australia, sangat penting bagi banyak negara, terutama di Asia Tenggara, karena merupakan jalur laut utama yang menghubungkan Teluk Malaka, Lautan Pasifik, dan Laut Hindia. Namun, konflik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah mengancam stabilitas dan keamanan wilayah ini. 

Konflik di wilayah ini disebabkan oleh banyak hal, termasuk klaim Tiongkok atas wilayah di Laut Cina Selatan, persaingan atas sumber daya alam, kehadiran militer, dan masalah laut internasional. Isu utama di Laut Cina Selatan adalah persaingan klaim dan kepentingan yang bersilangan antara banyak negara di kawasan tersebut (Laila et al., 2024). 

Tiongkok telah mengklaim sebagian besar Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya sendiri dan memiliki kepentingan strategis dan ekonomi di sana. Di kawasan ini, Tiongkok telah membangun banyak infrastruktur, termasuk pulau-pulau buatan, pelabuhan, dan basis militer. 

Beberapa negara sekitar, seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia, menentang klaim Tiongkok atas wilayah tersebut. Mereka menolak klaim Tiongkok dan berpendapat bahwa Laut Cina Selatan adalah bagian dari wilayah laut umum yang harus diurus secara internasional.

Indonesia berkepentingan untuk menjaga kedaulatan wilayah di sekitar Laut Natuna dan Kepulauan Riau. Hal ini termasuk melindungi zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan memantau wilayah maritim di mana negara lain mungkin memperebutkan wilayahnya. 

Peran strategis Indonesia adalah mendorong pengakuan dan penerapan hukum maritim internasional, khususnya hak atas kebebasan navigasi, penerbangan, dan eksploitasi sumber daya alam yang dijamin oleh Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) (Bahri, 2020; Radi, 2023). 

Indonesia berupaya untuk mendorong dialog dan diplomasi antar negara-negara yang terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan dengan mengedepankan pendekatan damai dan penyelesaian melalui negosiasi dan dialog. 

Dalam rangka menjaga kedaulatan dan keamanan nasional, Indonesia menjajaki kerjasama maritim regional dengan negara-negara di sekitar Laut Cina Selatan. Hal ini mencakup kerja sama dalam penegakan hukum maritim, keamanan maritim, pengelolaan sumber daya alam, dan pembangunan ekonomi regional. 

Indonesia juga berkomitmen untuk melindungi lingkungan laut dan mengelola sumber daya alam di Laut Cina Selatan secara berkelanjutan untuk memastikan ekosistem laut tetap lestari dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal. 

Meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang kedaulatan nasional di Laut Cina Selatan penting untuk dilakukan dalam membantu menjaga keamanan dan kestabilan negara, mengantisipasi ancaman, menggalang support nasional, meningkatkan kesadaran politik guna memperkuat posisi indonesia dalam diplomasi internasional serta mengembangkan strategi nasional dalam mempertahankan hak-hak Indonesia di wilayah laut tersebut.

The Nine-Dash Line: Sejarah dan Kontroversi Fiksi Hukum Tiongkok 

Kondisi geopolitik dan geoekonomi di Laut Cina Selatan telah membuat situasi menjadi sangat sensitif. Tiongkok telah menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dan memiliki kepentingan strategis untuk mempertahankan akses ke sumber daya alam dan jalur laut utama. 

Kondisi ini semakin menarik perhatian internasional ketika munculnya The Nine-Dash Line, juga disebut sebagai "base lines" atau "nine dotted lines" garis yang digunakan Tiongkok untuk mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan (Nursalim et al., 2023). Garis-garis ini pertama kali dibuat oleh Tiongkok pada tahun 1947, dan sejak itu telah menjadi salah satu subjek kontroversi di kancah internasional (Santoso et al., 2023). 

Kritik terhadap The Nine-Dash Line dianggap sebagai suatu fiksi hukum yang dibuat oleh Tiongkok untuk mengklaim wilayah laut Cina Selatan, yang dapat menjadi ancaman terhadap stabilitas di kawasan Asia-Pasifik dan keamanan nasional serta kedaulatan negara Indonesia. Analisis The Nine-Dash Line dianggap sebagai suatu fiksi hukum Tiongkok karena beberapa alasan, yaitu:

  • Lack of Clarity & Lack of International Recognition: Kurang jelasnya batas-batas wilayah yang diklaim Tiongkok, sehingga tidak diakui oleh masyarakat internasional dan tidak memenuhi standar-standar hukum laut internasional. (Dupuy, 2013;  Baylon et al, 2021)
  • Ambiguity: Ambiguitas dalam interpretasi garis-garis tersebut, sehingga dapat dibaca secara berbeda oleh negara-negara lain (Abiwawanti, 2022)
  • Conflict with UNCLOS: Menimbulkan kontradiktif dengan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS), yang diakui oleh hampir semua negara di dunia.

Dengan demikian, The Nine-Dash Line dapat dianggap sebagai suatu langkah yang kurang transparan dan tidak berbasis hukum, yang dapat meningkatkan ketegangan dan ancaman keamanan di wilayah Cina Selatan.

Dampak Fiksi Hukum The Nine-Dash Line dan Implikasinya terhadap Kedaulatan Indonesia 

The Nine-Dash Line yang dinyatakan oleh Tiongkok memiliki implikasi signifikan terhadap kebebasan dan keamanan nasional Indonesia. Wilayah laut Indonesia dan sumber daya lautnya berada di bawah ancaman dari klaim Tiongkok yang luas di Laut Cina Selatan. 

Analisis dampak klaim Tiongkok terhadap kebebasan Indonesia, termasuk kedalam ancaman serius terhadap wilayah laut Indonesia dan keamanan nasional. Klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan bertemu dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan lembah kontinen Indonesia. Jika klaim Tiongkok diakui, maka akan memberikan mereka kendali atas sumber daya laut Indonesia yang signifikan, termasuk cadangan minyak dan gas, perikanan, dan jalur shipping. 

Hal ini dapat menyebabkan kehilangan kebebasan dan kendali atas sumber daya laut Indonesia. Selain itu, Klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan juga menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia. Perbatasan laut yang tidak jelas dapat menimbulkan ketegangan dan konflik dengan Tiongkok, yang dapat mempengaruhi stabilitas region.

Beberapa kasus menunjukkan bagaimana klaim Tiongkok telah mengganggu stabilitas regional dan mempengaruhi hubungan internasional Indonesia:

  • Pulau Sipadan dan Ligitan (2002), Mahkamah Internasional memutuskan bahwa pulau-pulau tersebut berada di bawah kekuasaan Malaysia. Namun, Tiongkok terus mengklaim kekuasaan atas pulau-pulau tersebut, yang menjadi sumber ketegangan antara Tiongkok dan Malaysia.
  • Filipina vs Tiongkok (2016), Filipina mengajukan gugatan terhadap Tiongkok di Arbitrase Internasional, menantang klaim Tiongkok di Laut Cina Selatan. Gugatan tersebut dinyatakan berpihak pada Filipina, namun Tiongkok menolak pengakuannya.
  • Hak ikan Indonesia-Tiongkok (2019) Tiongkok dan Indonesia menandatangani memorandum of understanding tentang hak ikan di Laut Cina Selatan. Namun, kesepakatan tersebut telah ditentang oleh negara lain di region, yang berargumen bahwa kesepakatan tersebut memberikan keuntungan yang tidak adil kepada nelayan-nelayan Tiongkok atas nelayan-nelayan Indonesia.
  • Ekspansi militer Tiongkok: Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah meningkatkan presensi militernya di Laut Cina Selatan, termasuk penempatan kapal-kapal perang dan pesawat udara. Hal ini telah menimbulkan ketegangan dengan negara lain di region, termasuk Indonesia.

Kasus yang telah terjadi diatas menunjukan bagaimana adanya Garis tersebut menimbulkan ancaman terhadap wilayah laut Indonesia dan keamanan nasional. Oleh karena itu, perlu untuk Indonesia terus menyatakan kebebasannya atas wilayah lautnya dan bekerja sama dengan negara lain di region untuk meningkatkan stabilitas regional dan keamanan nasional.

Harmonisasi Diplomatik: Solusi Kolaboratif untuk Konflik Laut Cina Selatan

Konflik Laut Cina Selatan telah menjadi salah satu isu sensitif di region, yang dapat menimbulkan ketegangan dan konflik antara negara-negara di region. Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Indonesia harus meningkatkan koordinasi dengan negara lain di region, serta meningkatkan keamanan laut Indonesia dan mempertahankan hak-haknya atas wilayah laut. Berikut adalah beberapa solusi kolaboratif yang dapat membantu mengatasi konflik Laut Cina Selatan:

  • Koordinasi Diplomatik

Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan koordinasi dengan negara-negara tetangga di kawasan, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam, guna mengatasi permasalahan klaim yang diajukan oleh Tiongkok. Koordinasi diplomatik yang kuat dapat memperkuat kesadaran dan komitmen akan urgensi penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan. Selain itu, koordinasi diplomatik dapat memperkuat kapasitas negara-negara di kawasan untuk menghadapi tekanan dan ancaman yang mungkin timbul dari Tiongkok.

  • Koordinasi Keamanan Laut

Pemerintah Indonesia harus meningkatkan keamanan laut Indonesia, termasuk meningkatkan kemampuan pertahanan laut dan meningkatkan koordinasi dengan kapal perang lain di kawasan laut Cina selatan. Keamanan laut Indonesia juga dapat membantu mempertahankan hak-haknya atas wilayah laut dan menghentikan aksi-aksi agresif dari Tiongkok. Keamanan laut Indonesia juga dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan wilayah laut dan keamanan nasional.

  • Meningkatkan Kesadaran Masyarakat dengan nilai Patriotisme dan Nasionalisme 

Pemerintah Indonesia harus meningkatkan kesadaran masyarakat melalui Semangat patriotisme dan nasionalisme yang dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya (Fahrezi et al., 2023). Kesadaran masyarakat  melalui rasa cinta dan bangga terhadap tanah air dengan edukasi dan konservasi sejarah dan budaya dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mengatasi konflik Laut Cina Selatan, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendukung upaya-upaya Pemerintah Indonesia dalam mengatasi konflik tersebut.

The Nine-Dash Line yang dijadikan sebagai strategi oleh Tiongkok, diklaim menjadi ancaman kritis terhadap keabsahan kedaulatan dan stabilitas kawasan di laut Cina selatan. Garis ini telah digunakan oleh Tiongkok untuk membenarkan kebijakan ekspansionisnya, yang telah menyebabkan ketegangan dan konflik dengan negara-negara tetangga, termasuk Indonesia. 

Implikasi klaim Tiongkok merupakan tindakan yang mengancam kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia, serta telah membuat perbatasan antara laut wilayah Tiongkok dan laut internasional menjadi terlihat kabur dan tidak jelas. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia harus mengambil posisi yang kuat terhadap klaim Tiongkok dan menegaskan kembali kekuasaan atas laut yang bersengketa. Hal ini dapat dicapai melalui upaya diplomatik, peningkatan kemampuan armada militer angkatan laut, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi integritas wilayah Indonesia. 

Dalam kesimpulan ini, adanya The Nine-Dash Line dimaknai sebagai fiksi hukum tiongkok yang dampaknya dapat memberikan ancaman kritis terhadap keamanan nasional dan kedaulatan Indonesia, serta harus diatasi dengan kegigihan dan keputusan hukum internasional yang berlaku. Pemerintah Indonesia harus mengambil posisi yang kuat terhadap klaim Tiongkok dan bekerja menuju penyelesaian damai untuk menjamin perlindungan integritas wilayah dan kepentingan nasional secara harmonis.

Referensi

Abiwawanti, F. (2022). China's Maritime Ambiguity: A Neoclassical Realist Analysis and How it Shaped the Theatre of Conflict In the Disputed Seas. In Universitas Lampung International Conference on Social Sciences (ULICoSS 2021) (pp. 9-15). Atlantis Press.

Baylon, P. B. A., Adi, O. B., Aiko, L., Silalahi, I. R., Sitanggang, S. H., Al Ghifari, D. N., ... & Saepudin, E. (2021). Kajian Validitas Klaim China Atas Wilayah Laut Cina Selatan Indonesia. Jurnal Kewarganegaraan, 5(2), 691-700.

Bahri, M. (2020). Kebijakan Freedom Of Navigation Amerika Serikat Di Laut Tiongkok Selatan. WANUA: Jurnal Hubungan Internasional, 5(2), 122-151.

Dupuy, F., & Dupuy, P. M. (2013). A legal analysis of China's historic rights claim in the South China Sea. American journal of international law, 107(1), 124-141.

Fahrezi, M. S., Aulia, P. A., & Santoso, G. (2023). Membela Tanah Air dengan Segenap Jiwa: Peran dan Tanggung Jawab Generasi Muda dalam Menjaga Kedaulatan dan Kepentingan Bangsa. Jurnal Pendidikan Transformatif, 2(2), 391-404.

Laila, U., Amin, F., & Hassan, Z. (2024). Territorial Disputes in the South China Sea: Economic Implications for the Region. sjesr, 7(1), 1-6.

Nursalim, M., Puspoayu, E. S., & Hikmah, N. (2023). Penyelesaian Sengketa terhadap Aktivitas Perikanan Kapal Cina di Perairan Laut Natuna Utara Menurut Hukum Laut Internasional. Novum: Jurnal Hukum, 139-160.

Redi, A. (2023). Hukum Sumber Daya Alam Sektor Kemaritiman dan Perikanan. Jakad Media Publishing.

Santoso, D. I., Munir, A. M., & Dewanto, P. A. (2023). Respon Amerika Serikat dalam Menyeimbangkan Kekuatan Cina Melalui AUKUS dalam Klaim Kedaulatan Cina di Laut Cina Selatan. Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS), 5(2), 69-90.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun