Eksekutif -- Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan publik, melaksanakan undang-undang, serta memimpin angkatan bersenjata. Namun, Presiden juga diawasi oleh lembaga legislatif (DPR) dalam proses pengesahan undang-undang dan anggaran. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden dapat diperiksa oleh lembaga yudikatif jika dianggap melanggar konstitusi.
Legislatif -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki peran utama dalam membuat dan mengesahkan undang-undang. DPR juga berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan dan memastikan agar kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah tidak bertentangan dengan kepentingan rakyat. Selain itu, DPR memiliki kewenangan untuk mengajukan usul pemakzulan terhadap Presiden jika terbukti melanggar hukum.
Yudikatif -- Lembaga peradilan berfungsi untuk memastikan bahwa semua kebijakan dan tindakan pemerintah serta legislatif sesuai dengan hukum yang berlaku. Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) berperan dalam menjaga keadilan serta mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya.
B. Hambatan dalam Implementasi Mekanisme Checks and Balances
Meskipun mekanisme checks and balances telah dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, dalam praktiknya, beberapa hambatan muncul yang mengurangi efektivitasnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain:
Politik Partai -- Indonesia adalah negara dengan sistem multi-partai, yang sering kali menyebabkan koalisi antar partai untuk mendominasi jalannya pemerintahan. Ketika ada ketegangan politik antara eksekutif dan legislatif, mekanisme checks and balances bisa terhambat. Misalnya, ketika partai-partai besar dalam koalisi politik mendominasi kebijakan pemerintahan, hal ini dapat memengaruhi independensi lembaga legislatif dalam mengawasi tindakan eksekutif.
Ketergantungan Lembaga-lembaga Negara -- Sering kali, ada ketergantungan antara lembaga legislatif dan eksekutif. DPR yang seharusnya berfungsi untuk mengawasi dan membatasi kekuasaan eksekutif sering kali terlibat dalam pembentukan kebijakan bersama, yang bisa menurunkan kemampuannya untuk bertindak secara independen. Sebagai contoh, ketegangan antara Presiden dan DPR dalam menyetujui anggaran negara atau kebijakan pemerintahan dapat menyebabkan pengawasan terhadap eksekutif menjadi lebih lemah.
Korupsi dan Politisi yang Tidak Jujur -- Korupsi dan praktek politik uang sering kali terjadi di semua level pemerintahan, yang menyebabkan pengawasan yang efektif oleh lembaga-lembaga negara menjadi terhambat. Praktik korupsi yang melibatkan oknum-oknum di legislatif, eksekutif, dan yudikatif dapat merusak kepercayaan rakyat terhadap sistem pemerintahan dan mengurangi efektivitas mekanisme checks and balances.
Ketidakjelasan Pengawasan -- Dalam beberapa kasus, meskipun ada lembaga yang bertugas untuk mengawasi kebijakan pemerintah, proses pengawasan sering kali tidak berjalan optimal. Misalnya, meskipun Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji konstitusionalitas undang-undang, proses pengujian ini bisa terhambat oleh intervensi politik atau kurangnya transparansi dalam mekanisme pemeriksaan.
C. Tantangan bagi Kedaulatan Rakyat dalam Sistem Checks and Balances
Tantangan utama dalam menjaga kedaulatan rakyat dalam sistem checks and balances adalah partisipasi aktif masyarakat. Rakyat harus diberikan ruang dan akses untuk terlibat dalam pengawasan politik dan pemantauan kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, masyarakat perlu diberikan akses yang lebih baik terhadap informasi mengenai kebijakan pemerintah dan legislatif, serta diberdayakan untuk menggunakan saluran hukum seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntut akuntabilitas dari lembaga-lembaga negara.