"Haaa... Ngantuk banget aku," kata Hasan sambil menguap. "Habis makan aku mau langsung tidur ya."
"Oke. Kita ganti-gantian saja tidurnya, biar selalu ada yang jaga," ujar Ari.
"Iya, paling aman kayaknya begitu," Hasan mengangguk. "Kamu gak apa-apa aku tidur duluan?"
"Iya gak apa-apa, mataku juga masih melek lebar," jawab Ari.
"Makasih ya, Ri," kata Hasan. "Kalau kamu sudah rasa ngantuk, bangunin aku saja."
Malam pun berlalu. Hasan dan Ari penuh dengan energi lagi setelah tidur. Mereka lanjut melintasi hutan yang rasanya semakin luas dan membingungkan seiring mereka menjelajah lebih dalam. Matahari susah memancarkan sinarnya dengan pohon-pohon yang semakin besar dan tebal. Hasan dan Ari berjalan lebih hati-hati daripada kemarin. Setelah menempuh perjalanan yang panjang, bulan pun terlihat lagi dan malam hari tiba.
"Gantian ya, Ri," ujar Hasan. "Kamu tidur duluan saja hari ini."
"Gak apa-apa? Makasih ya kalau begitu," balas Ari.
Ari mulai tidur di samping api yang hangat dan Hasan yang sedang bersandar di pohon pun ditinggal sendiri untuk tugas jaga.
"Hutan ini akan ada habisnya gak ya?" tanya Hasan pada dirinya sendiri. "Apa di luar hutan benar gak ada apa-apa? Mungkin benar kali apa yang dibilang Ari, untuk apa keluar desa kalau semuanya sudah ada di situ. Ayah dan ibu pasti juga punya alasan kenapa kita dilarang keluar. Aduh, aku ngapain bawa Ari juga. Kalau aku sendiri yang mati di sini tidak masalah, lah. Ah, nggak nggak! Mikir kaya gitu cuma menghambat perjalanan saja," Hasan meluruskan pikirannya lagi.
"Hah, apaan itu?" Hasan mendengar suara jejak kaki di sekitar tempat istirahatnya. Terdengarnya seperti langkah kaki yang berat, tetapi geraknya tidak cepat. Suara daun kering di tanah yang terinjak terdengar sambil ia jalan. Napasnya yang pelan terdengar pula di malam yang sunyi.