Bimo pun terhenyak kaget saat melihat kedua dada Angelica, buru-buru dia alihkan pandangan matanya ke arah bangku kosong yang ada di sampingnya.
Dia lihat ke sekeliling kursi bis, ternyata saat itu bis masih dalam keadaan kosong dan sepi penumpang.
"Nggak usah mbak, turunin aja bajunya," pinta Bimo lalu menarik kaos yang diangkat Angelica agar turun ke bawah.
Angelica lalu menurunkan kaosnya.
Dia kemudian merebahkan punggungnya ke sandaran jok.
Saat menyandarkan tubuhnya ke jok kursi, terlihat kedua put*** Angelica yang mecungul dari kaos yang dikenakannya.
Bimo menelan salivanya pelan.
Di dalam hatinya sempat menyesal kenapa dia tadi langsung mengalihkan tatapan matanya ke arah lain.
Apalagi wajah dan kulit Angelica benar-benar putih bersih mirip artis.
Mungkin saat dia meneguk kopi hitam, kopi itu akan terlihat mengalir dari mulut terus turun ke leher dan masuk ke dalam dada dan bersamayam di dalam perut.
Terkesan tidak mungkin, tapi itu sebagai gambaran betapa putihnya si Angelica ini.
"Mbak mau turun mana?" tanya Bimo pelan.
"Jogja," jawab Angelica singkat.
"Ouw sama," ucap Bimo sambil tersenyum.
Angelica terdiam lalu membalas senyum manis Bimo.
Mereka kemudian ngobrol panjang lebar hingga tanpa terasa kedua mata Bimo pun mulai mengantuk.
Dan akhirnya Bimo terlelap dalam tidurnya, hingga tanpa sengaja kepalanya jatuh ke pundak Angelica.
Entah kenapa, Angelica diam saja dan perlahan kemudian dia malah meletakkan kepala Bimo di atas pangkuannya.
Bimo yang sudah mengantuk pol nampak benar-benar hilang kesadaran saat tidur di atas pangkuan Angelica.
Setelah itu kepala Bimo dielus oleh Angelica menggunakan telapak tangan kanannya.
Semua penumpang bis pun terlihat iri dengan keberuntungan yang Bimo dapatkan, tidur nyenyak di atas pangkuan wanita cantik seperti Angelica.
Namun tanpa mereka ketahui, dengan cepat tangan Angelica mengambil dompet dan handphone yang Bimo letakkan di dalam saku celananya.
***
Dan beberapa jam kemudian.
"Mas mas, bangun. Sudah sampai Jogja ini," ucap kondektur bis membangunkan Bimo.
Bimo pun kaget dan membuka kedua matanya.
"Hah sudah sampek toh," sahut Bimo kaget lalu mengusap kedua matanya dengan kedua punggung tangannya.
Bimo lalu bangun dari tidur, dia langsung tersadar kalau dompet dan handphonenya ternyata telah raib dari saku celananya.
Dia ingat-ingat lagi, siapakah orang yang tadi duduk bersamanya waktu di bis.
Namun sama sekali dia tidak ingat dengan orang tersebut.
Baginya ini merupakan hal yang menyedihkan.
Setelah laptopnya hancur oleh bapaknya, kini handphone dan dompetnya raib dicuri orang.
Namun dia masih sedikit beruntung, karena dompet tadi hanya berisi uang Rp 100 ribu dan uangnya yang lain dia masukkan ke dalam dompet asli yang berisi surat-surat penting dan uang jutaan yang dia letakkan di dalam tas kopernya.
Setelah sadar kalau wanita yang bernama Angelica tadi orang yang mencuri barangnya, Bimo lalu turun dari bis dan bertanya kepada orang-orang yang dia temui untuk mencari tahu kendaraan apa yang bisa dia gunakan untuk mengantarkan dirinya menuju kampung gondomanan.
Kampung tempat tinggal bude Gandari yang akan dia datangi.
Bimo benar-benar tidak tahu arah kota Jogja, walau dirinya sudah beberapa kali main ke Jogja.
Akhirnya, setelah berpindah-pindah bis sampai tiga kali. Tepat jam 10:30 siang akhirnya dia sudah sampai ke rumah budenya.
Saat berada di depan rumah budenya, Bimo melihat keadaan rumah besar yang dekorasinya seperti rumah tua khas orang jawa masa lalu.
Halaman depannya lumayan luas namun sudah menggunakan pagar besi di bagian depan untuk memisah dengan jalan kampung.
Di teras depan rumah terdapat atap memanjang ukuran 5 x 3 meter.
Di bawah atap ada tiang penyangga yang terbuat dari kayu mahoni dengan cat warna kuning dan biasa digunakan untuk ngobrol.
Di samping atap tersebut, ada dua kursi mengapit meja kecil untuk meletakkan vas bunga.
Bimo membuka gembok pagar, lalu berjalan memasuki halaman depan rumah yang terlihat penuh dengan dedaunan rontok dan sudah banyak yang mengering berwarna kecoklatan.
Dua kursi teras dan mejanya terlihat sudah penuh dengan debu.
Lampu teras yang ada di atas meja kursi terlihat masih hidup dan belum dimatikan, memberi pertanda kalau rumah ini sedang dalam keadaan kosong.
Bimo lalu membuka pintu rumah.
Usai membuka pintu, dia tatap keadaan sekitar untuk melihat suasana di depan rumah.
Terlihat sepi dan jarang ada orang yang lewat.
Bimo lalu membalikkan badannya dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Saat masuk ke dalam rumah, dia biarkan pintu depan masih terbuka.
Dia berjalan menatap interior rumah yang terlihat kotor penuh debu.
Tiba-tiba dirinya tertarik untuk menatap sebuah lukisan Nyi Roro Kidul yang berwajah cantik dengan mengenakan dengan baju kemben warna hijau kain jarik warna putih untuk dijadikan selendang untuk menari.
Lukisan tersebut menempel di tembok bagian atas kursi sofa.
Sambil meletakkan kedua tas yang dia bawa di atas meja ruang tamu, Bimo lalu berdiri menatap kedua mata si Nyi Roro Kidul yang seksi yang sangat cantik sekali.
"Sayang kamu hanya sebuah lukisan, jika kamu nyata dan mau menemani ku di sini. Kita akan enak-enak sambil ngopi," ucap Bimo disertai mengangkat kedua alisnya ke atas.
Usai mengatakan kata-kata yang terdengar sebuah tawaran menggiurkan tersebut, Bimo lalu melihat ke arah sekeliling rumah.
Walau tidak ada barang yang berantakan, namun debu terlihat begitu tebal di atas kain putih yang menutupi sofa ruang tamu.
Dia lihat jam di tangannya yang masih menunjukkan angka 10:30 waktu kota Jogja.
Masih ada waktu baginya untuk melakukan registrasi ulang secara manual ke kampus secara langsung.
Dia lalu mengambil tas ranselnya dan membiarkan tas koper untuk tetap berada di depan ruang tamu.
Buru-buru dia keluar dari dalam rumah lalu dia kunci pintu dari luar.
Setelah itu dia mencari ojek online yang akan mengantarkan dirinya ke kampus UGM.
***
Satu jam kemudian dia telah selesai melaksanakan registrasi ulang secara manual ke kampus UGM.
Tiga hari lagi baru dia akan menjalani orientasi mahasiswa baru bersama mahasiswa baru lainnya.
Saat kembali ke rumah budenya, dia lihat lampu di teras ternyata belum dia matikan.
Buru-buru dia buka pintu pagar dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Setelah sampai di dalam rumah dia lalu berjalan masuk ke dalam ruang tengah untuk mematikan lampu teras.
Dia lihat banyak perabot rumah yang juga sudah dipenuhi dengan debu.
Baru saja dia terdiam mengamati keadaan dalam rumah, tiba-tiba saja dia mencium ada bau bangkai yang entah dari mana asalnya aroma tersebut.
Dia menduga ada bangkai tikus yang sudah lama mati di dalam rumah.
Sambil menarik kedua tangannya ke atas untuk meregangkan otot-ototnya, Bimo kemudian menggerakkan seluruh badannya agar rasa pegal yang ada di punggung dan kedua kakinya berkurang.
Setelah itu, dia lepas sepatunya.
Dia linting celana panjangnya dan mulailah siang ini bersih-bersih.
Dimulai dari menyapu lantai teras, ruang tamu sampai ruang tengah.
Setelah itu lanjut mengepel lantai rumah, dari teras, ruang tamu hinga lantai ruang tengah.
Pekerjaannya dia lanjutkan dengan membersihkan kamar-kamar, namun setelah coba membuka pintu kamar.
Hanya ada satu kamar yang tidak terkunci.
Dia menduga kamar tersebut memang sengaja disediakan untuknya.
Tanpa membuang waktu lagi, dia sapu lantai kamar yang terlihat gelap karena korden jendela tertutup.
Untuk mendapatkan udara segar, dia buka korden dan daun pintu jendela kamar.
Dia biarkan udara menyeruak masuk ke dalam kamar karena jendela kamar begitu lebar.
Dia lanjutkan dengan mengepel lantai hingga semua debu sudah tidak terlihat lagi dan berganti aroma wangi lavender.
Usai mengepel lantai kamar, dia lanjutkan menyapu lantai dapur.
Saat menyapu lantai dapur, betapa kagetnya Bimo.
Di lantai terlihat ada bangkai dua ekor kucing hitam yang mati dan sudah dipenuhi belatung tubuhnya.
Sepertinya kucing ini merupakan kucing peranakan persia karena bulunya lebat.
"Astaghfirullah," teriak Bimo yang terlihat jijik saat melihat bangkai dua kucing hitam di lantai.
Bimo hampir muntah setelah melihat bangkai tersebut, namun dia tahan.
Dia berjalan ke belakang rumah mengambil pacul dan cikrak yang terbuat dari kaleng bekas biskuit.
Dibawanya bangkai tersebut ke belakang rumah, agak jauh dari taman belakang untuk dia kuburkan.
Dengan cepat dia gali tanah menggunakan pacul lalu dia letakkan ke dalam tanah yang sudah dia gali.
Lalat pun beterbangan kesana kemari karena bangkai yang mereka makan sudah akan dia kubur.
Dia tahan bau bangkai yang menyengat lehernya hingga tubuh bangkai dua kucing tadi dia tutupi menggunakan tanah.
Setelah itu dia kembali ke dalam untuk menyapu dan mengepel kembali lantai dapur dengan menginjak kain pel menggunakan kaki kanannya dengan kuat hingga bekas bangkai tadi segera hilang dari lantai.
Usai membersihkan semua bagian dalam rumah, badan Bimo sudah mulai kelelahan.
Dia lihat jam di dinding sudah menunjukkan angka 14:00 dan dia belum sempat melaksanakan shalat Dhuhur.
Dengan langkah agak terburu-buru, dia ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan segera melaksanakan shalat Dhuhur di kamar.
Sepuluh menit kemudian, usai shalat Dhuhur. Bimo berjalan ke dapur untuk membuat kopi.
Dia rebus air mentah dari kran sambil meletakkan beberapa camilan yang dia bawa ke dalam piring.
Begitu air mulai matang, dia tuangkan ke dalam cingkir lalu mengaduknya hingga rata. Bimo kemudian membawa kopi dan kue camilan ke ruang tamu.
Dia letakkan kopi dan kue di atas meja lalu menyandarkan punggungnya ke atas kursi.
"Huuuuuuaaaahhhh," teriaknya untuk melepaskan penat sambil meluruskan kedua kakinya di atas kursi panjang.
Tiba-tiba bertiup udara dingin menerpa wajah Bimo hingga membuat kedua matanya begitu mengantuk.
Mulutnya terbuka lebar mengeluarkan angin, namun buru-buru dia tutup menggunakan tangan kanannya.
Tak lama kemudian, dia pun terlelap dalam tidur akibat rasa kantuk yang datang  usai membersihkan rumah budenya.
Baru satu menit dia terlelap, tiba-tiba kedua matanya terbuka kembali dan dia sudah merasa hari sudah gelap.
Lampu ruang tamu dalam keadaan menyala, begitu juga dengan ruangan lain juga nampak menyala.
Namun anehnya pintu rumah sudah dalam keadaan tertutup.
"Siapa yang nutup pintu ya," gumam Bimo dalam hati.
Bimo berniat untuk berdiri dari duduknya.
Belum sempat dia berdiri, tiba-tiba keluar dari dalam ruang tengah sosok wanita yang berpenampilan seperti wanita Nyi Roro Kidul yang seksi yang ada di dalam lukisan tadi.
Bimo kaget, karena seingatnya dia sendirian berada di dalam rumah budenya ini.
"Siapa mbak ini?" tanya Bimo bingung.
Wanita itu tidak menjawab, dia malah tersenyum dengan manis.
"Ditanya kok malah senyum-senyum, merasa dirimu cantik apa?" ucap Bimo dengan pelan.
Sontak wajah wanita tersebut berubah dan langsung terlihat marah.
"Apa! Kamu yang mengundang ku, malah begini ucapan mu!" ucap wanita tersebut dengan nada kuat disertai tatapan tajam ke arah Bimo.
"Siapa yang undang kamu?" balas Bimo dengan wajah bingung.
Wanita itu mendelik kedua matanya.
"Eh jangan marah, aku cuma bercanda," teriak Bimo dengan kuat.
"Humphhh," dengus wanita itu dengan kesal.
Tiba-tiba kedua mata wanita ini memerah, kedua tangannya bergerak seperti mencengkeram sesuatu.
Bimo kaget karena tiba-tiba saja lehernya seperti ada yang mencekik.
"Aduuuhhhh, kok rasanya. Eeehhh i-i-iniiii," ucap Bimo yang kebingungan karena tiba-tiba dia merasa ada tangan besar yang mencekik lehernya.
Kerongkongan Bimo tiba-tiba serasa menyempit.
Nafasnya pun menjadi terengah-engah karena saking sulitnya dia bernafas.
"Too-tooloong," teriak Bimo karena mengalami sesak nafas yang datang secara tiba-tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H