Gembira, antusias, gigih dan tampak selalu ceria. Ini adalah gambaran diri peserta didik yang punya rasa syukur dalam hidup. Mengajar peserta didik seperti itu menjadi hal yang paling mambahagiakan. Mereka tidak perlu lagi disuruh belajar akan langsung belajar. Kelas sangat aktif dengan pertanyaan dan jawaban yang produktif. Ya, itu buah dari kesadaran diri sebagai insan pembelajar.
Tapi...mungkinkan itu ada didalam kelas Anda?......Kenapa tidak?
Tapi...dalam kenyataan kelas seperti itu sangat langka. Paling banter dalam 1 kelas ada 1-2 peserta didik yang demikian.
Semangat belajar, kegigihan, antusias dan keceriaan peserta didik banyak kita jumpai di kelas kami. Kami sangat menyadari bahwa semangat belajar, kegigihan dan keceriaan lahir dari hati yang bersyukur dan semangat cinta kasih.
Pertanyaan yang sangat penting untuk kita refleksikan agar tumbuh hati yang bersyukur dalam diri peserta didik adalah "bagaimana kita membangun batin yang bersyukur dalam diri peserta didik?" Kami menyusun program para peserta didik mengunjungi panti asuhan dan atau panti jompo.
Kunjungan ke panti asuhan atau panti jompo menjadi kegiatan praktik baik yang dilaksanakan oleh peserta didik dan pendidik untuk membangun rasa syukur dalam diri mereka. Praktik ini memberikan pengalaman pembelajaran (experience learning) kepada para peserta didik bahwa hidup yang mereka miliki adalah hidup yang layak disyukuri. Peserta didik merasakan kondisi mereka jauh lebih baik daripada kondisi anak-anak di Panti Asuhan. Mereka akan mengalami bahwa begitu banyak anak-anak yang punya hidup tidak seberuntung mereka. Ini akan menjadi pengalaman eksitensial yang mengubah hidup mereka.
Pengalaman yang disertai refleksi seperti ini juga mendorong mereka untuk menjadi pelajar yang lebih bertanggung jawab agar kehidupan yang mereka miliki makin berkembang dan menjadi berkah. Pembelajaran yang berbasis pada pengalaman langsung yang dilanjutkan refleksi menjadi pembelajaran yang tidak sekadar mengembangkan dimensi kognitif alias transfer ilmu belaka melainkan menjadi satu (1) siklus pembelajaran yang melibatkan pengalaman konkret, refleksi, konsep abstrak dan uji coba riil.
Konsep ini dikembangkan oleh David A. Kolb dalam teori Experience Learning dalam buku "Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development." Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall (1984)
Tantangan Yang Dihadapi
Tantangan yang dihadapi saat mempraktikkan kegiatan ini adalah keterlibatan peserta didik yang kurang maksimal. Ada saja peserta didik, melalui orangtua- minta izin tidak mengikuti kegiatan dengan alasan punya kegiatan lain. Keterlibaan yang tidak maksimal dari peserta didik dan orang tua yang tidak mendorong anak-anaknya terlibat menjadi persoalan klasik yang terjadi hampir disemua sekolah pada kegiatan di luar kelas/sekolah.