Hal ini menjadikan ulat sagu sebagai pilihan yang sangat baik untuk dimasukkan dalam program gizi yang bertujuan meningkatkan kecerdasan dan kesehatan anak-anak.
Dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti ayam atau ikan, ulat sagu juga lebih mudah dicerna, sehingga cocok untuk anak-anak yang mungkin memiliki masalah pencernaan.
Meski demikian, penting untuk memastikan bahwa, ulat sagu diolah dengan cara yang higienis dan aman untuk dikonsumsi.
Proses pengolahan yang tepat dapat membantu menjaga kandungan nutrisinya sekaligus menghindari risiko kontaminasi.
Ketersediaan dan Keberlanjutan
Salah satu keunggulan dari ulat sagu adalah ketersediaannya yang melimpah di Maluku, terutama di wilayah yang memiliki banyak pohon sagu seperti di Pulau Seram atau Pulau Saparua, Maluku Tengah.
Pohon sagu, yang sering disebut sebagai "pohon kehidupan," tidak hanya menyediakan bahan makanan utama berupa tepung sagu, tapi juga habitat alami bagi ulat sagu.
Dengan memanfaatkan ulat sagu, masyarakat dapat memaksimalkan potensi pohon sagu sebagai sumber daya lokal.
Dari perspektif keberlanjutan, ulat sagu memiliki dampak lingkungan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan peternakan konvensional seperti sapi atau ayam.
Produksi ulat sagu tidak memerlukan lahan yang luas, pakan yang mahal, atau air dalam jumlah besar.
Selain itu, siklus hidup ulat sagu yang cepat memungkinkan produksinya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, menjadikannya sumber protein yang efisien dan ramah lingkungan.
Namun, perlu dilakukan pengelolaan yang baik, agar eksploitasi ulat sagu tidak merusak ekosistem pohon sagu.