Informasi ini dapat berupa foto, video, hingga cerita tentang kehidupan sehari-hari anak. Tren ini didorong oleh beberapa alasan, di antaranya:
Pertama, kebutuhan untuk terhubung secara digital. Media sosial telah menjadi sarana utama untuk menjalin hubungan sosial.
Orangtua, sering kali, merasa bahwa berbagi cerita tentang anak mereka adalah cara untuk mempererat hubungan dengan keluarga, teman, atau komunitas orangtua lainnya.
Kedua, merayakan kebahagiaan dan kebanggaan. Menjadi orangtua adalah pengalaman yang penuh suka cita, dan media sosial memberikan ruang untuk merayakan pencapaian-pencapaian kecil maupun besar dalam kehidupan anak.
Ketiga, mencari dukungan. Dalam beberapa kasus, orangtua menggunakan media sosial untuk mencari saran atau dukungan dari komunitas daring, terutama dalam menghadapi tantangan dalam mengasuh anak.
Meski alasan di atas terkesan positif, sharenting tidak selamanya membawa manfaat. Ya, ada bahaya tersembunyi yang mengintai, baik untuk orangtua maupun anak.
Mengenal Bahaya Tersembunyi dari Sharenting
Meski terlihat sederhana, membagikan kehidupan anak di media sosial memiliki risiko yang signifikan. Berikut adalah beberapa bahaya tersembunyi dari tren sharenting:
Pertama, pelanggaran privasi anak. Anak-anak tidak memiliki kendali atas apa yang dibagikan oleh orangtua mereka di media sosial.
Informasi yang dibagikan hari ini dapat memengaruhi kehidupan mereka di masa depan, termasuk saat mereka mulai membangun identitas digital sendiri.
Kedua, eksploitasi dan risiko keamanan. Foto atau video anak yang diunggah ke media sosial dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.