Saya ingin memulai tulisan ini dengan sebuah cerita pribadi. Perlu ditegaskan di awal bahwa tulisan ini tidak bermaksud mempromosikan merek mobil online tertentu.
Tulisan ini murni membahas ketegangan antara anngkot dan transportasi online di Ambon dan mencari solusi yang berkelanjutan.
Jadi, pada tanggal 12 Januari 2025 kemarin, saya bersama istri tiba di Pelabuhan WAAI, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, dengan menumpang kapal feri.
Dari pelabuhan Kulur, pelabuhan asal ke pelabuhan WAAI hanya ditempuh kurang dari tiga jam perjalanan.
Saat kami tiba di WAAI, pemandangan di pelabuhan menyuguhkan sesuatu yang cukup unik, setidaknya bagi kami.
Deretan mobil angkutan kota (angkot) berbaris rapi, menanti penumpang yang baru saja turun dari kapal feri.
Meski sudah menjamurnya transportasi online seperti Maxim di Kota Ambon, angkot di WAAI masih aktif melayani masyarakat.
Fenomena ini memunculkan sebuah pertanyaan besar: Bagaimana angkot WAAI bisa bertahan menghadapi persaingan yang semakin ketat?
Transportasi online, harus diakui, menawarkan kenyamanan dan kecepatan, tapi keberadaan angkot di Ambon menunjukkan bahwa moda transportasi tradisional yang satu ini masih memiliki peran penting.
Sayangnya, persaingan tidak selalu berjalan mulus. Ya, konflik antara angkot dan transportasi online kerap terjadi, seperti yang terlihat pada aksi demonstrasi sopir angkot beberapa waktu lalu.
Tulisan ini akan mengulas tiga poin penting seputar konflik dan tantangan ini: Akar permasalahan, aksi protes, langkah penyelesaian, dan mengapa angkot masih penting di Ambon. Yuk mari kita menyimaknya.
Akar Permasalahan: Ketimpangan Persaingan
Transportasi online seperti Maxim, memang, menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan harga yang kompetitif.
Namun, di sisi lain, hal ini menimbulkan ketimpangan bagi angkot tradisional.
Sopir angkot di Kota Ambon merasa dirugikan karena tidak ada regulasi yang jelas untuk mengatur keberadaan transportasi online.
Angkot adalah bagian dari sistem transportasi umum yang sudah lama menjadi andalan masyarakat di Ambon.
Namun, seiring dengan kehadiran Maxim, banyak sopir angkot kehilangan pelanggannya.
Mereka berpendapat bahwa Maxim sering memberikan promo besar-besaran, membuat tarif mereka sulit bersaing.
Ditambah lagi, banyak pengemudi Maxim yang tidak terdaftar secara resmi atau tidak memiliki izin operasional, sehingga dianggap tidak adil bagi angkot yang selama ini mengikuti aturan.
Menurut Agus Pical, Koordinator Lapangan dari Asosiasi Supir Angkot (ASKA) Kota Ambon, seperti yang dilansir dari ambonterkini.id, mamasalah ini harus segera diatasi dengan regulasi yang jelas.
"Setiap angkutan harus memiliki badan hukum," tegasnya. Ambon yang memiliki wilayah kecil tidak mampu menampung persaingan bebas tanpa aturan yang mengikat.
Aksi Protes: Wujud Kekecewaan Sopir Angkot
Puncak ketegangan terjadi pada 30 September 2024 lalu, ketika ratusan sopir angkot di Ambon menggelar aksi demonstrasi besar-besaran.
Saat itu, mereka mendesak Pemerintah Kota Ambon untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap transportasi online.
Demonstrasi ini berlangsung selama lima jam, melibatkan pemblokiran jalan dan penghentian operasional angkot yang masih beroperasi sebagai bentuk solidaritas.
Aksi ini tidak hanya mencerminkan kekecewaan terhadap pemerintah, tapi juga menunjukkan solidaritas para sopir angkot yang merasakan beban yang sama.
Mereka mengeluhkan kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan Maluku, terutama dari Kepala Dishub, Muhammad Malawat, yang dianggap mengabaikan tuntutan mereka selama dua tahun terakhir.
Di tengah aksi tersebut, ketegangan antara sopir dan aparat keamanan sempat terjadi. Para demonstran, bahkan memblokade ruas Jalan Sultan Hairun, salah satu akses utama di Kota Ambon, sebagai bentuk tekanan kepada pemerintah.
Meski aksi ini menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat, mereka merasa ini adalah satu-satunya cara untuk didengar.
Langkah Penyelesaian: Menuju Regulasi yang Adil
Merespons aksi demonstrasi tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Maluku, Muhammad Malawat, akhirnya keluar menemui para sopir angkot.
Di atas mobil pick-up milik demonstran, Malawat berjanji akan membekukan izin operasional Maxim dan mengatur regulasi baru untuk transportasi online sementata.
Langkah ini menjadi titik terang bagi para sopir angkot. Namun, janji saja tidak cukup. Regulasi yang akan diterapkan harus mencakup beberapa aspek penting, seperti:Â Â
Pertama, pendaftaran resmi pengemudi online: Semua pengemudi harus terdaftar dan memiliki izin operasional untuk memastikan persaingan yang sehat. Â
Kedua, pembatasan kuota kendaraan: Dengan wilayah kecil seperti Ambon, pembatasan jumlah kendaraan online menjadi solusi agar tidak terjadi over-supply yang merugikan semua pihak. Â
Ketiga, keseimbangan tarif: Pemerintah perlu mengatur standar tarif agar persaingan antara angkot dan transportasi online tetap adil.
Selain itu, revitalisasi terminal angkutan kota juga menjadi tuntutan penting dari para sopir angkot.
Dengan kondisi terminal yang lebih baik, angkot dapat memberikan pelayanan yang lebih nyaman dan menarik bagi penumpang.
Mengapa Angkot Masih Penting di Kota Ambon?
Meski transportasi online terus berkembang, angkot tetap memiliki keunggulan tersendiri, terutama di wilayah seperti Ambon yang infrastrukturnya belum sepenuhnya mendukung kendaraan pribadi atau online.
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa angkot tetap relevan di Ambon:Â Â
Pertama, harga terjangkau: Angkot menawarkan tarif yang tetap, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat dengan penghasilan rendah. Â
Kedua, aksesibilitas ke daerah terpencil: Banyak daerah di Ambon yang belum terjangkau oleh transportasi online, tapi dapat dilayani oleh angkot. Â
Ketiga, bagian dari budaya lokal: Angkot bukan sekadar alat transportasi semata, tapi juga bagian dari identitas dan budaya masyarakat Ambon. Â
Kesimpulan: Menemukan Solusi Berkelanjutan
Persaingan antara angkot dan transportasi online di Ambon mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak daerah lain di Indonesia.
Teknologi, memang, tidak bisa dihindari, tapi transisi harus dikelola dengan bijak agar tidak merugikan pihak tertentu.
Keberadaan regulasi yang adil adalah kunci utama untuk menyelesaikan konflik ini. Pemerintah harus menjadi mediator yang aktif, memastikan bahwa semua pihak mendapatkan hak yang sama.
Dengan pendekatan yang tepat, angkot dan transportasi online dapat saling melengkapi, menciptakan ekosistem transportasi yang lebih baik bagi masyarakat Ambon.
Di tengah perubahan zaman, angkot membuktikan bahwa mereka masih mampu bertahan.
Namun, tanpa dukungan regulasi dan perhatian pemerintah, keberlangsungan angkot sebagai bagian dari sistem transportasi publik di Ambon bisa terancam.
Kita semua, baik pemerintah, pengusaha transportasi online, maupun masyarakat, memiliki peran penting untuk menjaga keseimbangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H