Tak terasa waktu sudah mendekati keberangkatan kapal. Kami segera berkemas dan menuju pelabuhan agar tidak tertinggal KM Nggapulu.
Jalanan yang sebelumnya ramai kini mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.
Sesampainya di pelabuhan, saya tidak lupa membeli ikan asap seharga Rp10.000.
Rasanya ini akan menjadi penyelamat rasa bosan, mengingat makanan di kapal cenderung monoton, terutama ayam.
Saat kembali ke atas kapal, saya sempat berhenti sejenak di dermaga untuk menikmati pemandangan KM Nggapulu yang megah sandar di pelabuhan.
Rasanya bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan ini, melihat betapa kokohnya kapal yang membawa kami melintasi lautan.
Kami masuk ke dalam kapal sekitar satu jam sebelum keberangkatan.
Sesampainya di kamar, saya langsung menyerahkan ikan asap yang baru saja dibeli kepada istri.
Kami segera menyantapnya bersama. Segarnya ikan asap dengan aroma khas benar-benar menjadi sajian sederhana yang memuaskan.
Namun, momen santai ini tak berlangsung lama. Seorang ABK kapal mendatangi saya untuk memberikan informasi tentang ibadah Minggu yang akan diadakan keesokan harinya.
Ia menyerahkan secarik kertas berisi tata ibadah oikumene di KM Nggapulu.