Cuaca panas ekstrem mengganggu proses-proses tersebut karena meningkatkan laju evaporasi (penguapan air) dari tanah dan permukaan daun tumbuhan, yang pada akhirnya menyebabkan kekeringan.
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tumbuhan, terutama jenis-jenis tumbuhan yang tidak tahan terhadap kekeringan seperti pohon bambu yang telah kita lihat mulai mengering.
Di perkotaan seperti Jakarta, tumbuhan memegang peranan vital dalam mengurangi dampak negatif dari pencemaran udara dan menjaga keseimbangan iklim mikro.
Jika tumbuhan di Jakarta semakin banyak yang mati akibat cuaca panas ekstrem, tentu dampaknya akan terasa dalam banyak hal.
Mulai dari peningkatan suhu kota, menurunnya kualitas udara, hingga pengurangan area hijau yang memberikan keteduhan dan kenyamanan bagi warga kota.
Lebih jauh lagi, tumbuh-tumbuhan yang layu dan kering di Jakarta, juga berisiko mempengaruhi ekosistem yang lebih luas.
Ketika tumbuhan tidak dapat menyerap air dengan cukup, proses fotosintesis terhenti, dan laju penyerapan karbon dioksida dari udara menurun.
Kondisi ini tentu memperburuk polusi udara di kota besar seperti Jakarta yang sudah berjuang dengan masalah kualitas udara akibat emisi kendaraan dan industri.
Selain itu, keberadaan tumbuh-tumbuhan ini, juga menjadi rumah bagi berbagai jenis fauna seperti burung dan serangga.
Jika kondisi vegetasi semakin memburuk, hewan-hewan tersebut akan kehilangan habitatnya, yang pada akhirnya mempengaruhi biodiversitas kota.
Bagaimana Langkah Pemerintah DKJ Mengatasi Dampak Cuaca Ekstrem?
Menanggapi cuaca panas yang kian ekstrem, pemerintah daerah khusus Jakarta (DKJ) memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan, serta lingkungan hijau kota.