Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Nominee Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menakar Janji Ridwan Kamil-Suswono untuk Mensejahterakan Gen Z di Jakarta

8 Oktober 2024   11:50 Diperbarui: 8 Oktober 2024   11:58 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono memberi keterangan usai debat perdana | Sumber: Dok. Tempo.co

Debat perdana Pilkada Jakarta 2024 yang berlangsung pada Minggu, 6 Oktober 2024, memunculkan berbagai janji dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terkait isu-isu strategis.

Salah satu kelompok yang menjadi sorotan adalah generasi Z, atau Gen Z, yang mengalami berbagai tantangan, terutama terkait ketenagakerjaan.

Janji-janji dari pasangan calon nomor urut 1, Ridwan Kamil dan Suswono, mencakup insentif bagi Gen Z yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), penyediaan coworking space, kopi gratis bagi wirausahawan muda, dan dukungan modal usaha bagi mereka yang ingin berwirausaha.

Tulisan ini akan mengulas secara mendalam janji-janji tersebut dan menilai apakah program-program yang ditawarkan oleh Ridwan Kamil-Suswono berpotensi untuk benar-benar meningkatkan kesejahteraan Gen Z di Jakarta.

Mengingat tingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z, janji-janji ini tentu menarik untuk dianalisis, terutama dalam konteks keberlanjutan, relevansi, dan implementasi kebijakan yang tepat guna.

Kondisi Ketidakpastian yang Dialami Gen Z di Jakarta

Sebelum menakar janji-janji yang disampaikan, penting untuk melihat kondisi ketenagakerjaan Gen Z di Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa terdapat 22,225 persen penduduk berusia 15-24 tahun di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta, tergolong dalam kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training).

Angka ini menunjukkan bahwa hampir seperempat dari populasi muda di usia produktif tidak memiliki pekerjaan, tidak mengenyam pendidikan, dan tidak menjalani pelatihan.

Kondisi ini diperparah dengan ketidakpastian ekonomi yang meningkat akibat pandemi COVID-19, yang menyebabkan lonjakan PHK dan terbatasnya lapangan pekerjaan.

Gen Z yang sudah terkena PHK menghadapi tantangan yang tidak hanya terkait dengan hilangnya pendapatan, tetapi juga keterbatasan akses terhadap peluang pekerjaan baru, terutama di era digital yang serba cepat ini.

Oleh karena itu, program yang ditawarkan oleh calon pemimpin Jakarta perlu dirancang dengan mempertimbangkan urgensi dan skala masalah ini.

Solusi Ridwan Kamil-Suswono Atasi Pengangguran Gen Z di Jakarta

Mari kita simak sederet solusi yang pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Ridwan Kamil-Suswono coba sampaikan dalam debat perdana.

Pertama, insentif bagi Gen Z yang terkena PHK. Salah satu janji utama Ridwan Kamil adalah pemberian insentif khusus bagi Gen Z yang terkena PHK.

Secara sekilas, langkah ini tampak menjanjikan sebagai solusi jangka pendek untuk meredam dampak pengangguran.

Insentif finansial, misalnya dalam bentuk bantuan sosial, dapat menjadi penyangga penting bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, setidaknya untuk sementara waktu.

Namun, insentif seperti ini juga harus ditinjau dari segi keberlanjutan. Pemberian insentif yang terlalu bergantung pada bantuan tunai tanpa diimbangi dengan program pelatihan dan penciptaan lapangan kerja yang nyata, berpotensi hanya bersifat sementara.

Sebuah solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan diperlukan, misalnya melalui peningkatan keterampilan (upskilling) dan penciptaan peluang kerja baru.

Dalam hal ini, insentif yang dijanjikan oleh Ridwan Kamil perlu diikuti dengan program pelatihan yang konkret agar Gen Z yang terkena PHK bisa kembali produktif dan berkontribusi dalam ekonomi kota.

Kedua, penyediaan coworking space dan kopi gratis. Janji penyediaan coworking space dan kopi gratis bagi Gen Z yang masih bekerja atau berwirausaha tentu terdengar menarik.

Coworking space dapat menjadi tempat bagi anak muda untuk bekerja dan berkolaborasi dengan rekan-rekan mereka dalam lingkungan yang mendukung kreativitas dan produktivitas.

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ini telah tumbuh pesat di kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk di Jakarta.

Namun, perlu ada pertanyaan kritis: Apakah coworking space dan kopi gratis benar-benar dapat mengatasi masalah ketenagakerjaan di kalangan Gen Z?

Meskipun coworking space dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk bekerja, tidak semua Gen Z membutuhkan ruang kerja seperti ini, terutama mereka yang bekerja dari rumah atau mengelola bisnis secara daring.

Juga, meskipun kopi gratis mungkin menjadi insentif kecil, dampaknya terhadap kesejahteraan dan keberlanjutan jangka panjang mungkin terbatas.

Alih-alih hanya menawarkan coworking space, pemerintah Jakarta mungkin perlu memikirkan cara untuk memperluas dukungan terhadap wirausahawan muda dengan memberikan akses kepada jaringan bisnis, pelatihan kewirausahaan, atau program mentorship.

Hal ini akan memberikan dampak yang lebih signifikan dibandingkan sekadar menawarkan kopi gratis atau ruang kerja.

Ketiga, dukungan modal usaha. Salah satu janji yang disampaikan oleh calon wakil gubernur nomor urut 1, Suswono, adalah mendorong anak muda untuk berwirausaha dengan memberikan bantuan pembiayaan modal usaha.

Program ini tampak menjadi salah satu komponen penting dalam strategi mereka untuk mengurangi pengangguran di kalangan Gen Z.

Dukungan modal usaha bagi anak muda yang ingin berwirausaha bisa menjadi salah satu cara yang efektif untuk mengatasi pengangguran.

Banyak anak muda yang memiliki ide bisnis kreatif, namun terbentur masalah modal untuk memulai. Pemerintah daerah yang aktif membantu dalam pembiayaan ini, misalnya melalui program pinjaman bersubsidi atau hibah bagi wirausahawan muda, bisa membuka banyak peluang baru.

Namun, penting untuk menekankan bahwa modal usaha saja tidak cukup. Anak muda yang memulai usaha juga memerlukan pendampingan dalam manajemen bisnis, pemasaran, dan pengembangan produk.

Oleh karena itu, janji memberikan dukungan modal harus diiringi dengan kebijakan lain yang memfasilitasi pertumbuhan bisnis baru, termasuk akses ke pasar dan kemudahan regulasi.

Menakar Keberlanjutan Program dan Kebijakan

Selain mempertimbangkan potensi dampak dari masing-masing program yang dijanjikan, satu aspek yang penting untuk dikaji adalah keberlanjutan dari janji-janji ini.

Dalam konteks Pilkada, janji politik sering kali menjadi retorika yang manis, namun kenyataannya tidak selalu mudah untuk diimplementasikan.

Anggaran pemerintah daerah terbatas, dan program-program yang ditawarkan harus didukung dengan perencanaan anggaran yang jelas.

Ridwan Kamil dan Suswono perlu memastikan bahwa janji insentif bagi Gen Z yang terkena PHK, penyediaan coworking space, dan dukungan modal usaha bisa direalisasikan dalam kerangka anggaran yang ada.

Jika janji-janji ini tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, ada risiko besar bahwa program-program ini hanya akan menjadi "janji manis" tanpa realisasi yang jelas.

Salah satu cara untuk memastikan bahwa janji-janji ini dapat berjalan efektif adalah dengan melibatkan Gen Z dalam proses pengambilan keputusan.

Keterlibatan langsung generasi muda dalam merumuskan kebijakan yang akan berdampak pada mereka akan memastikan bahwa program-program tersebut relevan dengan kebutuhan dan aspirasi mereka.

Selain itu, pemerintah perlu lebih aktif mendengarkan aspirasi Gen Z melalui forum-forum diskusi publik atau platform daring, mengingat Gen Z adalah kelompok yang sangat adaptif terhadap teknologi.

Dengan mendengarkan masukan mereka, pemerintah dapat merancang kebijakan yang lebih responsif dan inklusif.

Penutup

Janji yang disampaikan oleh pasangan calon gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono, untuk membantu Gen Z yang terkena PHK dan mendorong kewirausahaan di kalangan anak muda tentu memiliki potensi untuk memberikan dampak positif. Namun, implementasi yang tepat dan berkelanjutan menjadi kunci.

Program-program ini harus didukung oleh anggaran yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang transparan, serta keterlibatan aktif dari Gen Z dalam proses pengambilan keputusan.

Tanpa itu semua, janji-janji politik ini berisiko hanya menjadi angin lalu yang tidak mampu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di kalangan generasi muda Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun