Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Strategi Efektif Mengatasi Bullying di Lingkungan Sekolah

22 Agustus 2024   06:24 Diperbarui: 22 Agustus 2024   07:17 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bullying di kalangan pelajar | Sumber gambar: freepik.com

Bullying di lingkungan pendidikan, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, telah menjadi masalah yang semakin memprihatinkan di Indonesia.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan anak-anak, tetapi juga di antara remaja, dan dewasa muda.

Kasus-kasus bullying sering kali dipicu oleh perbedaan agama, suku, budaya, dan latar belakang sosial yang lainnya.

Anak-anak atau mahasiswa yang dianggap berbeda sering menjadi sasaran perlakuan kasar, baik secara fisik maupun verbal, yang dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan perkembangan sosial mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai laporan media dan penelitian menunjukkan peningkatan jumlah kasus bullying di sekolah-sekolah dan kampus-kampus.

Korban sering kali merasa terisolasi dan tidak berdaya, sementara pelaku terus melakukan tindakan mereka tanpa mendapat hukuman yang setimpal.

Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran di kalangan orang tua, guru, dan masyarakat tentang cara menangani dan mencegah bullying secara efektif.

Dalam konteks ini, pendekatan yang holistik dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi masalah bullying.

Penerapan hukum yang tegas, kolaborasi yang erat antara berbagai elemen masyarakat, dan penggunaan kekuatan kolektif untuk mendukung korban adalah tiga strategi utama yang dapat digunakan untuk memberantas bullying di lingkungan pendidikan.

Pendekatan Hukum

Pertanyaan penting di sini adalah seberapa jauh hukum berpihak dalam kasus bullying di sekolah? Berikut ini adalah beberapa pemikiran.

Pertama, penegakan hukum yang tegas. Dalam menghadapi bullying, pendekatan hukum memainkan peran yang penting.

Pihak sekolah dan lembaga pendidikan harus menyadari bahwa bullying adalah pelanggaran hukum, dan korban berhak mendapatkan perlindungan hukum.

Di Indonesia, Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak mengatur tentang pelarangan segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk bullying.

Hukuman yang tegas dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terulangnya tindakan serupa.

Kedua, perlindungan hukum bagi korban. Selain hukuman bagi pelaku, perlindungan bagi korban harus diperkuat.

Korban bullying sering kali mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan hukum serta psikologis.

Karena itu, pemerintah, bersama dengan lembaga pendidikan, perlu menyediakan akses mudah untuk melaporkan kasus bullying dan memberikan perlindungan hukum yang memadai.

Ketiga, kesadaran hukum dalam masyarakat. Untuk mendukung penegakan hukum yang efektif, perlu ada peningkatan kesadaran hukum di masyarakat.

Orang tua, guru, dan siswa harus memahami hak-hak mereka dan bagaimana hukum dapat melindungi mereka dari tindakan bullying.

Sosialisasi tentang undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan bullying bisa dilakukan melalui seminar, workshop, atau penyuluhan.

Membangun Lobi dengan Lingkungan

Selain pendekatan hukum, kita perlu membangun dukungan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kolaborasi ketiga elemen ini dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, kolaborasi antara sekolah dan orang tua. Membangun komunikasi yang efektif antara sekolah dan orang tua adalah kunci untuk mencegah dan menangani bullying.

Orang tua perlu dilibatkan dalam program-program anti-bullying di sekolah, seperti seminar, pertemuan rutin, dan pelatihan tentang cara mengenali tanda-tanda bullying pada anak mereka.

Sekolah juga harus transparan dalam menangani kasus bullying dan melibatkan orang tua dalam setiap langkah penanganan.

Kedua, pendidikan nilai-nilai Pancasila. Lingkungan sekolah dan keluarga harus menjadi tempat pertama di mana nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial dan penghormatan terhadap perbedaan, diajarkan dan diterapkan.

Guru dan dosen perlu mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis Pancasila dalam kurikulum dan kegiatan sehari-hari.

Ini bisa dilakukan melalui diskusi kelas, proyek kelompok yang mengajarkan kerja sama, dan penghargaan terhadap keragaman.

Ketiga, masyarakat sebagai pengawas. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mencegah bullying.

Program-program komunitas yang mengedukasi tentang bahaya bullying dan pentingnya saling menghormati dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak.

Selain itu, kampanye anti-bullying yang melibatkan tokoh masyarakat atau influencer dapat memperkuat pesan bahwa bullying tidak dapat diterima.

Pendekatan Kekuasaan

Selain kedua pendekatan di atas, kita perlu membangun dukungan dan empati dari berbagai pihak antara lain sebagai berikut.

Pertama, kekuatan kolektif dan dukungan publik. Kasus Vina mencerminkan bagaimana kekuatan kolektif dan dukungan publik dapat menjadi senjata ampuh dalam melawan bullying.

Dalam era media sosial saat ini, suara individu yang terpinggirkan dapat mendapatkan dukungan luas melalui platform digital.

Oleh karena itu, penting untuk mengorganisir kampanye dukungan bagi korban bullying, di mana masyarakat dapat menyuarakan solidaritas mereka dan menekan pihak-pihak berwenang untuk bertindak.

Kedua, pemanfaatan media. Media, baik itu tradisional maupun digital, memiliki peran besar dalam membentuk opini publik.

Dengan menyebarkan kisah-kisah korban bullying dan upaya-upaya yang dilakukan untuk melawan bullying, media dapat meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan kebijakan.

Misalnya, petisi online, kampanye hashtag, atau liputan berita dapat membantu mengangkat isu bullying ke permukaan dan memaksa para pemangku kepentingan untuk bertindak.

Ketiga, penguatan posisi korba. Dalam banyak kasus, korban bullying merasa tidak berdaya karena ketidakmampuan mereka untuk melawan atau kurangnya dukungan.

Oleh karena itu, membangun jaringan dukungan yang kuat, termasuk akses ke bantuan hukum, psikologis, dan sosial, dapat membantu korban merasa lebih empowered.

Ini juga dapat menciptakan perubahan struktur kekuasaan yang lebih adil, di mana korban tidak lagi menjadi pihak yang lemah.

Kesimpulan

Sebagai penutup: Ketiga pendekatan di atas dapat memberikan panduan yang komprehensif bagi para orang tua, guru, dan masyarakat dalam menangani masalah bullying secara efektif.

Selain memberikan solusi konkret, ketiga pendekatan tersebut juga berusaha membumikan nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi dalam menciptakan generasi muda yang lebih toleran dan menghargai perbedaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun