Kedua, sarana untuk berkarya. Nilai positif kedua yang saya lihat dari penggunaan media sosial dalam keluarga adalah media sosial bisa digunakan untuk berkarya dan berbisnis.
Selain sebagai sarana berkomunikasi, anggota keluarga tentu bisa memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan Tiktok untuk berkarya dan berbisnis.
Saya dan istri, misalnya, menggunakan media sosial untuk berkarya dan berbisnis. Pada awalnya, kami menggunakan WhatsApp, Facebook, dan Instagram untuk menjual karya buku saya.
Di kemudian hari, kami menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan artikel saya di Kompasiana. Dengan langkah ini, saya mendapat banyak views di Kompasiana, dan ujung-ujungnya saya panen cuan. He-he.
Nilai Negatif: Media Sosial sebagai Pemicu Konflik Keluarga
Memang, di satu sisi, media sosial berpotensi membuat anggota keluarga lebih harmonis dan produktif. Tapi, di sisi lain, media sosial berpotensi menggangu keharmonisan keluarga.
Saya menemukan setidaknya dua nilai negatif dari penggunaan media sosial dalam konteks keluarga, yang bila tidak diantisipasi sejak dini akan berpotensi merusak keharmonisan keluarga sebagi berikut.
Pertama, memicu konflik keluarga. Saya melihat kemudahan aksesibilitas media sosial dalam interaksi antar anggota keluarga justru berpotensi terjadi konflik keluarga.
Ketika ada masalah interen, misalnya, kadang ditegur langsung di WhatsApp group keluarga. Meskipun masalahnya sepele, hal itu bisa menjadi konflik yang berkepanjangan, sehingga ada anggota keluarga yang memilih left dari grup.
Tapi, nanti beberapa minggu kemudian, setelah konflik reda, anggota keluarga pun diundang lagi ke grup tersebut. Bahkan, saya pernah mendengar ada anggota keluarga yang memblokir nomor WhatsApp anggota keluarganya karena kesal.
Kecanduan media sosial juga bisa memicu terjadinya konflik keluarga. Ketika anak mendapat like, share, atau mention positif, hal itu merupakan kesenangan baginya, sehingga membuatnya ketagihan.
Orangtua yang tidak tahu cara mengatasi kecanduan media sosial pada anak cenderung membentak atau memarahi si anak, alhasil hubungan antar orangtua-anak menjadi tidak harmonis.