Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Media Sosial, Perekat atau Pemicu Konflik dalam Keluarga?

30 Juli 2024   21:07 Diperbarui: 30 Juli 2024   21:23 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksesibilitas media sosial dalam interaksi antar anggota keluarga | Sumber gambar: pixabay.com/Gerd Altmann

Harus diakui bahwa di era Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) kini telah terjadi perubahan proses komunikasi antar manusia, terutama dalam konteks interaksi antar anggota keluarga.

Anggota keluarga yang tinggal di perkotaan khususnya memiliki tingkat aksesibilitas media sosial yang besar, sehingga interaksi antar anggota keluarga pun sangat dimungkinkan melalui media sosial tersebut.

Hal ini, tentu sangat menarik untuk dibahas, bukan? Nilai positif dan negatif semacam apa yang bisa kita temukan dari penggunaan media sosial dalam konteks keluarga?

Melalui bahasan ini, diharapkan para keluarga masa kini, khususnya yang tinggal diperkotaan dapat lebih bijak menggunakan media sosial sebagai sarana interaksi antar anggota keluarga.

Nilai Positif: Media Sosial sebagai Perekat Hubungan Keluarga

Media sosial, di satu sisi, memberikan kemudahan dalam berkomunikasi. Karena faktor jarak, melalui media sosial, orang-orang bisa tetap terhubung satu sama lain, baik teman maupun keluarga.

Keluarga saya, misalnya, menggunakan media sosial (Facebook dan WhatsApp) untuk berkomunikasi, sehingga meskipun keluarga saya di Ambon dan saya di Jakarta, kami tetap terkoneksi setiap saat.

Saya menemukan setidaknya dua nilai positif dari penggunaan media sosial dalam konteks keluarga sebagai berikut.

Pertama, wadah interaksi anggota keluarga. Saya melihat nilai positif dari penggunaan media sosial dalam keluarga ini yaitu sebagai wadah interaksi dan silaturahmi antar anggota keluarga.

Terutama, anggota keluarga yang berjauhan lokasi tempat tinggalnya. Misalnya, kalau mau update informasi, sharing, atau berkomunikasi bisa dilakukan melalui WhatsApp group.

Melalui WhatsApp group, orangtua bisa tetap mengontrol aktivitas anak-anak mereka, meskipun tidak sedang bersama-sama dengan mereka.

Kedua, sarana untuk berkarya. Nilai positif kedua yang saya lihat dari penggunaan media sosial dalam keluarga adalah media sosial bisa digunakan untuk berkarya dan berbisnis.

Selain sebagai sarana berkomunikasi, anggota keluarga tentu bisa memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan Tiktok untuk berkarya dan berbisnis.

Saya dan istri, misalnya, menggunakan media sosial untuk berkarya dan berbisnis. Pada awalnya, kami menggunakan WhatsApp, Facebook, dan Instagram untuk menjual karya buku saya.

Di kemudian hari, kami menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan artikel saya di Kompasiana. Dengan langkah ini, saya mendapat banyak views di Kompasiana, dan ujung-ujungnya saya panen cuan. He-he.

Nilai Negatif: Media Sosial sebagai Pemicu Konflik Keluarga

Memang, di satu sisi, media sosial berpotensi membuat anggota keluarga lebih harmonis dan produktif. Tapi, di sisi lain, media sosial berpotensi menggangu keharmonisan keluarga.

Saya menemukan setidaknya dua nilai negatif dari penggunaan media sosial dalam konteks keluarga, yang bila tidak diantisipasi sejak dini akan berpotensi merusak keharmonisan keluarga sebagi berikut.

Pertama, memicu konflik keluarga. Saya melihat kemudahan aksesibilitas media sosial dalam interaksi antar anggota keluarga justru berpotensi terjadi konflik keluarga.

Ketika ada masalah interen, misalnya, kadang ditegur langsung di WhatsApp group keluarga. Meskipun masalahnya sepele, hal itu bisa menjadi konflik yang berkepanjangan, sehingga ada anggota keluarga yang memilih left dari grup.

Tapi, nanti beberapa minggu kemudian, setelah konflik reda, anggota keluarga pun diundang lagi ke grup tersebut. Bahkan, saya pernah mendengar ada anggota keluarga yang memblokir nomor WhatsApp anggota keluarganya karena kesal.

Kecanduan media sosial juga bisa memicu terjadinya konflik keluarga. Ketika anak mendapat like, share, atau mention positif, hal itu merupakan kesenangan baginya, sehingga membuatnya ketagihan.

Orangtua yang tidak tahu cara mengatasi kecanduan media sosial pada anak cenderung membentak atau memarahi si anak, alhasil hubungan antar orangtua-anak menjadi tidak harmonis.

Kedua, penyebaran informasi hoaks. Media sosial telah menjadi target utama penyebaran berita hoaks akhir-akhir ini.

Penyebaran berita hoaks tersebut bisa disampaikan oleh beberapa anggota keluarga di WhatsApp group atau media sosial pribadinya tanpa difilter terlebih dahulu.

Maksudnya sih baik yaitu untuk sharing informasi tentang kesehatan, tapi terkadang informasi yang dishare itu hoaks, alias tidak jelas kebenarannya.

Penyebaran informasi hoaks disebabkan oleh faktor ketidaktahuan anggota keluarga. Inilah tantangan media sosial keluarga pada masa kini.

Sebagai kesimpulan: media sosial memang mempunyai nilai positif yaitu memperkuat ikatan keluarga, tetapi pada saat yang sama, ia berpotensi memunculkan nilai negatif yaitu menimbulkan konflik bagi anggota keluarga.

Oleh karena itu, sangat penting bagi anggota keluarga untuk dengan bijak menggunakan media sosial, sehingga bermanfaat bagi keluarga. Selamat bermedia sosial!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun