Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menjelajahi Ragam Budaya Jakarta di Pameran Flona 2024

19 Juli 2024   19:58 Diperbarui: 19 Juli 2024   20:06 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis, 18 Juli 2024, saya dan istri menyambangi Taman Lapangan Banteng Jakarta. Sebelumnya, kami mendapat informasi dari akun Instagram @dkijakarta dan @tamanhutandki.

Bahwa, di Taman Lapangan Banteng, bakal ada Pameran Flora dan Fauna (Flona) yang diadakan dari tanggal 5 Juli hingga 2 Agustus 2024.

Adapun pameran Flona merupakan pameran tahunan yang diadakan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta.

Mengusung tema "Jakarta Global Hijau Mempesona", pameran ini menghadirkan UMKM dari lima wilayah Jakarta, termasuk Kepulauan Seribu.

Mereka bakal menjual bibit dari berbagai jenis tanaman hias, tanaman buah, serta kuliner khas Jakarta.

Kami tiba di lokasi sekitar pukul 16.30 WIB. Lokasi parkir sepeda motor tampak penuh sesak, demikian lokasi parkir mobil pribadi.

Beruntug, ada satu sepeda motor yang hendak keluar, sehingga kami bisa langsung memarkir sepeda motor kami. Padahal, ini hari biasa lho, gimana kalau akhir pekan ya, pasti lebih labih rame lagi.

Oh ya, untuk informasi saja, lokasi parkir motor dan mobil pribadi berada di samping Taman Lapangan Banteng bersebelahan dengan Hotel Borobudur.

Dari situ, pengunjung bisa langsung masuk ke area Taman Lapangan Banteng, di mana pameran Flona dilangsungkan tanpa dipungut biaya sepeser pun, alias gratis.

Di dekat pintu masuk, terdapat berbagai dekorasi menarik. Di sebelah kanan ada tulisan "Flona 2024", dan di sebelah kiri ada tumpukan kotak dengan gambar bunga, kupu-kupu, kucing, dan kuda.

Jika dilihat dari dekorasinya, cenderung didominasi oleh kupu-kupu. Kupu-kupu sendiri melambangkan transformasi Jakarta menjadi kota global.

Kami terus berjalan kedalam, di kiri dan kanan, mata kami dimanjakan dengan berbagai tanaman hias seperti kaktus, bunga anggrek, kayu putih mini wangi, dan lain sebagainya.

Selain tanaman hias, ada juga tanaman buah seperti sawo jumbo Meksiko, mangga mudenkow, cabe, dan lain sebagainya. Baik tanaman hias maupun tanaman buah bisa dibeli oleh pengunjung.

Warna hijau pada tanaman tersebut melambangkan Jakarta dengan lingkungan yang hijau. Sedangkan, pohon melambangkan kekuatan Jakarta yang tumbuh kuat dan bermanfaat hampir 500 tahun.

Ini adalah filosofi Flona 2024. Setelah memahami filosofi Flona 2024, sekarang tiba saatnya untuk berkeliling pameran Flona. Yuk ikuti petualangan kami.

Stan Jakarta Pusat

Stan bangunan Jakarta Pusat | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan bangunan Jakarta Pusat | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Perjalanan kami dimulai dari stan bangunan Jakarta Pusat. Stan Jakarta pusat mengangkat karakteristik bangunan cagar budaya peninggalan kolonial Belanda.

"Museum Kebangkitan Nasional", namanya. Menurut informasi, Ia merupakan monumen tempat lahir dan berkembangnya kesadaran nasional dan organisasi pergerakan modern pertama.

Setelah berfoto di depannya, kami pun masuk kedalam. Di dalam ruangan, terdapat informasi tentang sejarah Museum Kebangkitan Nasional dan informasi mengenai bangunan bersejarah lainnya.

Menariknya, di area taman, didesain bernuansa Eropa dengan banyak tanaman bunga, mini labirin, dan air mancur di tengah taman. Indah sekali di sini!

Semua ini meruapakn ciri khas taman di era renaisans. Oh ya, ada grup bandnya juga lho. Sayang, waktu kami masuk mereka sedang duduk beristirahat.

Stan Kepulauan Seribu

Stan Kepulauan Seribu | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan Kepulauan Seribu | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Dari situ, kami menuju stan Kepulauan Seribu. Di dekat pintu masuk, kita bisa melihat beberapa pajangan foto pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.

Di bagian dalamnya, kita disuguhkan dengan keindahan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu melalui layar TV, misalnya Pulau Macan.

Ada sebuah kapal pinisi mini dengan latar Bay Walk. Saya langsung teringat dengan pengalaman kami menyambangi Bay Walk beberapa bulan lalu.

Di pojok kanan, berdiri sebuah kandang mini. Kami mendekatinya untuk memastikan binatang apa di dalam kandang tersebut. Wow! ternyata di dalamnya ada empat ekor biawak.

Ketika kami keluar melalui pintu samping, persis di kanan pintu, terdapat penjual ikan teri khas Kepulauan Seribu.

Stan Jakarta Utara

Stan Jakarta Utara | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan Jakarta Utara | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Tidak jauh dari situ, terdapat stan Kampung Tugu Jakarta Utara. Kami berhenti sebentar untuk menikmati alunan musik keroncong khas Kampung Tugu.

Sebagai informasi, wilayah Kampung Tugu merupakan salah satu tempat wisata budaya maupun sejarah yang ada di Jakarta Utara.

Di Kampung Tugu terdapat musik khas yang dinamai sebagai musik keroncong yang sudah dimainkan sejak tahun 1661.

Awal mula Kampung Tugu berkaitan erat dengan kedatangan bangsa Portugis ke Nusantara. Pada masa penjajahan Belanda, banyak tawanan perang Portugis yang dibawa ke Batavia.

Sebagian dari mereka ditempatkan di sebuah pemukiman yang di kemudian hari dikenal sebagai Kampung Tugu. Itulah asal-usul Kampung Tugu.

Stan Jakarta Timur

Stan Jakarta Timur | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan Jakarta Timur | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Setelah menikmati musik keroncong, kami bergeser sedikit ke stan Jakarta Timur. Yang menjadi ciri khas dari Jakarta Timur adalah dekorasi dan musiknya yang bernuansa Timur Tengah.

Di depan stan, kami melihat beberapa perempuan muda dengan pakaian Timur Tengah sedang menari mengikuti alunan musik.

Jakarta Timur adalah perpaduan unik antara kemajuan kota dan kelestarian alam serta akulturasi budaya Arab. Menarik, bukan?

Setelah menikmati musik dan tarian ala Timur Tengah, kami berkeliling sejenak melihat tanaman hias dan tanaman buah. Mata kami benar-benar segar melihat tanaman berwarna hijau.

Stan Jakarta Selatan

Stan Jakarta Selatan | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan Jakarta Selatan | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Kami tiba di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Stannya tidak jauh dari stan Jakarta Pusat. Barangkali, stan yang paling ramai pengunjung adalah stan Jaksel ini.

Terutama orangtua dan anak-anak, mereka masuk untuk melihat berbagai jenis hewan, meski hanya sebatas patung dan layar TV.

"Dek, ini binatang apa?" terdengar suara seorang ibu yang bertanya ke anaknya.

Ruangannya cukup sempit, sehingga para pengunjung berdesak-desakan untuk berfoto dengan kawanan hewan.

Tidak mau ketinggalan, saya dan istri juga berfoto dengan singa. Untunglah, singanya cuma patung, kalau enggak kita sudah jadi santanpannya. He-he.

Satu lagi yang terkenal dari Jaksel yaitu Blok M. Seperti Ragunan, stan yang satu ini juga ramai pengunjung.

Stan Jakarta Barat

Stan Jakarta Barat | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy
Stan Jakarta Barat | Sumber gambar: Dokumen pribadi/Billy

Stan terakhir yang kami kunjungi adalah stan Jakarta Barat. Wilayah Jakrta Barat, terutama Glodok terkenal dengan penduduknya dari keturunan Tionghoa.

Pada stan ini, kita bisa menyaksikan berbagai budaya Tionghoa seperti ukiran-ukiran, lampion, naga, hingga Kelenteng.

Sedikit informasi, orang Tionghoa sudah ada di Indonesia dari abad 14-an. Bahkan, mereka datang ke Nusantara lebih dulu daripada orang-orang Eropa.

Sehingga, wajar kalau Jakarta dan beberapa daerah di Jawa seperti Cirebon, Demak, atau Kudus, banyak ditemukan peninggalan Tionghoa.

Di depan stan ini, kami juga menyaksikan barongsai. Barongsai adalah tarian tradisional Tingkok dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa.

Sebagai penutup: Saya melihat masing-masing stan mencoba menampilkan keunikan dari wilayahnya masing-masing, sehingga dari keunikan itu, kita mengenal ciri khas sebuah wilayah di Jakarta.

Di balik gemerlap stan-stan tersebut, ada satu fenomena yang mungkin terlewatkan dari pengunjung. Bahwa, tidak banyak orang yang membeli tanaman hias atau tanaman buah.

Mungkin, karena harganya yang terlalu mahal jadi sepi pembeli, setidaknya itu yang saya perhatikan selama pameran kemarin sore.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun