Selain itu, pendidikan nonformal belum mendapat kepastian hukum yang jelas. Misalnya, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Disebutkan di situ, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Jika dilihat di situ, jelas bahwa yang diakui sebagai guru adalah guru PAUD di jenjang formal, sementara guru PAUD jenjang nonformal sebutannya masih pendidik. Untuk kepala sekolah disebut kepala satuan. (Sumber: MOJOK.co).
Oleh karena tidak diakui statusnya sebagai guru, otomatis mereka tidak mendapat hak-hak Istimewa seorang guru seperti mendaftar Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Pasalnya, usai PPG, guru akan mendapatkan sertifikat pendidik yang bisa digunakan untuk sertifikasi dan setiap tiga bulan sertifikasi ini bakal cair ke rekening guru lebih dari 4,5 juta.
Memang, pada tahun 2022 sempat dibuatkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Sayangnya, pada tahun 2023, RUU tersebut belum masuk dalam daftar Program Legislasi Naisonal (Prolegnas) Prioriras karena banyak menuai pro dan kontra di kalangan guru yang berstatus PNS. Sampai tahun 2024 ini, RUU tersebut belum terdengar lagi kelanjutannya.
Sebagai kesimpulan: Pendidikan nonformal perlu mendapat perhatian serius baik dari sisi anggaran maupun payung hukum, sebab kenyataannya pendidikan nonformal berperan penting dalam mendukung pendidikan nonformal atau wajib belajar 12 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H