Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Narablog

Senang traveling dan senang menulis topik seputar Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panti Jompo: Pilih Mempertahankan Hidup atau Budaya?

1 Juni 2024   18:31 Diperbarui: 1 Juni 2024   18:41 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lansia sedang makan di atas kusrsi roda. (Sumber gambar: tangkapan layar instagram/Gabriela Andriani)

Topik mengenai "Panti Jompo Bukan Budaya Kita" yang diangkat oleh mimin Kompasiana kali ini sangat menarik untuk dikaji. Pada satu sisi, panti jompo memberikan kita kenyamanan di hari tua, namun pada sisi lain, panti jompo bukanlah budaya kita.

Pertanyaan yang muncul adalah manakah yang lebih penting, mempertahankan hidup di usia tua atau mempertahankan budaya? Ini sama dengan menanyakan mana yang lebih utama, mempertahankan hidup atau mempertahankan budaya?

Tentu saja, jawabannya adalah mempertahankan hidup jauh lebih penting dan utama daripada mempertahankan budaya. Lagi pula, kebudayaan itu merupakan hasil ciptaan manusia yang bertujuan untuk melayani manusia. Jadi, jangan dibalik manusia yang melayani budaya.

Tulisan ini, lebih merupakan pengalaman pribadi saya selama setahun praktik pelayanan di salah satu panti jompo di kota Malang, Jawa Timur. Sebuah panti lansia yang bekerja sama dengan kampus saya, Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti (SATI) Malang.

Melalui pengalaman ini, saya ingin menegaskan bahwa menjadikan panti jompo sebagai tempat untuk menghabiskan hari tua adalah pilihan yang tepat. Ulasan mengenai pengalaman saya ini akan saya jelaskan dalam beberapa poin berikut.

Diutus Kampus untuk Melayani Panti Jompo

SATI seperti sekolah teologi lainnya memiliki aturan wajib praktik pelayanan bagi para mahasiswa semester 3 hingga mahasiswa semester akhir. Kecuali mahasiswa semester 1, tidak wajib praktik pelayanan dan hanya tinggal di kampus. Namun demikian, mereka tetap ada kegiatan ibadah di kampus.

Wajib praktik pelayanan dilakukan setiap akhir pekan (weekend). Lokasi/tempat pelayanan ditentukan oleh pihak kampus. Lokasi/tempat pelayanan akan berubah setiap semester, tergantung permintaan pemilik atau pengurus tempat pelayanan.

Sebagai mahasiswa semester 7 kala itu, saya mendapat tugas dari kampus untuk melayani di salah satu panti jompo di kota Malang. Sebenarnya, saya tidak sendirian, saya ditemani oleh seorang teman perempuan yang kebetulan seangkatan dengan saya.

Lumayan kan ada teman ngobrol sepanjang perjalanan ke panti jompo. He-he. Biasanya, kami berangkat ke panti jompo naik angkot setelah makan siang.

Lalu, turun di lampu merah dan berjalan kaki sedikit ke lokasi panti jompo. Ini kami lakukan selama 2 semester berturut-turut, berarti dari semester 7 hingga semester 8.

Rupanya, pengurus panti jompo, Ibu Pauline dan suaminya, Pak Yanto, senang dengan pelayanan kami, sehingga mereka mengusulkan ke pihak kampus supaya pelayanan kami di panti jompo diperpanjang lagi menjadi 2 semester.

Bentuk Pelayanan Selama di Panti Jompo

Selama 2 semester melayani di panti jompo, kami melakukan beberapa tugas pokok, sebagai berikut.

Pertama, menyiapkan makanan untuk lansia. Kebetulan, di panti jompo yang kami layani sudah ada kokinya/ibu dapur. Jadi, tugas kami adalah mengantarkan makanan dan menatanya di meja makan, lalu menemani para lansia makan hingga selesai.

Setelah selesai makan, piring, sendok, dan gelas bekas makan akan dibawa kembali ke dapur untuk dicuci. Waktu makan kami disesuaikan dengan waktu makan para lansia, atau bisa juga setelah jadwal makan mereka selesai.

Setelah makan siang dan sore, biasanya kami mengantarkan para lansia masuk ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat. Sedangkan, untuk urusan mandi, buang air besar, atau kecil para lansia akan dibantu oleh tim perawat.

Kedua, menemani lansia berjemur. Selain itu, kami menemani lansia berjemur di bawah sinar matahari pagi. Sebagian besar mereka menggunakan kursi roda, jadi kami perlu mendorong mereka ke area olahraga. Kadang-kadang, kami memandu mereka untuk melakukan beberapa gerakan ringan.

Olahraga berlangsung sekitar 30 menit saja, selanjutnya kami membawa mereka ke ruang makan untuk menikmati sarapan pagi.

Ketiga, melakukan pelayanan spiritual. Kegiatan penting lainnya adalah melakukan pelayanan spiritual. Setiap hari Minggu ada ibadah singkat bagi para lansia yang beragama Kristen yang dilayani oleh saya dan teman saya.

Melayani lansia berbeda dengan melayani orang muda. Penyampaian khotbah/ceramah tidak boleh dengan bahasa yang tinggi, harus dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Setidaknya, inilah yang saya alami ketika melayani para lansia.

Tantangan dalam Melayani Panti Jompo

Meskipun pelayanan yang kami lakukan tampaknya mudah, sebenarnya terdapat tantangan yang kami hadapi di panti jompo.

Salah satu tantangan adalah bahasa. Kendala yang kami hadapi kala itu adalah kurang memahami bahasa lansia yang mayoritas adalah orang Jawa Timur. Saya sendiri dari Ambon, sedangkan teman saya dari Kalimantan.

Sehingga, kadang-kadang kami perlu meminta bantuan ke perawat untuk menerjemahkan maksud para lansia ketika mereka hendak menyampaikan sesuatu kepada kami.

Demikian halnya, ketika kami menyampaikan khotbah/ceramah pada hari Minggu pagi, kami perlu memutar otak untuk menyampaikannya dalam bahasa sederhana, supaya bisa dicerna oleh para lansia. Jelas ini membutuhkan kesabaran.

Keutungan Tinggal di Panti Jompo

Sebenarnya, menghabiskan hari tua di panti jompo itu tetap menyenangkan, kok. Mengapa tetap menyenangkan? Karena setiap bulan pihak keluarga dari para lansia bakal datang mengunjungi panti jompo.

Biasanya, mereka datang membawa makanan kepada orangtuanya dan kadang-kadang mengajak orangtuanya untuk keluar sebentar. Lagi pula, di panti jompo ada banyak teman, sehingga lansia tidak merasa kesepian.

Di panti jompo, para lansia mendapat makan bergizi sebanyak 3 kali sehari. Mereka berolahraga setiap pagi, sehingga kesehatan mereka tetap terjaga. Tidak hanya kesehatan fisik yang terjaga, tetapi juga kesehatan mental dan spiritual.

Sebagai kesimpulan: menitipkan orangtua di panti jompo bukan berarti kita menelantarkan mereka di sana. Justru, orangtua kita dilayani dengan baik oleh perawat. Ini bukan soal mempertahankan budaya, ini soal mempertahankan hidup di masa depan yang bahagia.

Pengalaman melayani di panti jompo selama satu tahun membuat saya ingin menghabiskan hari tua di panti jompo. Ya, saya ingin hari tua saya kelak tidak menjadi beban bagi anak-cucu saya. Sebab, bagaimanapun mereka punya kesibukan sendiri.

Saya bahkan sudah membayangkan aktivitas apa yang bakal saya lakukan di panti jompo kelak, selain membaca, saya ingin tetap menulis di Kompasiana. He-he.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun