Rupanya, pengurus panti jompo, Ibu Pauline dan suaminya, Pak Yanto, senang dengan pelayanan kami, sehingga mereka mengusulkan ke pihak kampus supaya pelayanan kami di panti jompo diperpanjang lagi menjadi 2 semester.
Bentuk Pelayanan Selama di Panti Jompo
Selama 2 semester melayani di panti jompo, kami melakukan beberapa tugas pokok, sebagai berikut.
Pertama, menyiapkan makanan untuk lansia. Kebetulan, di panti jompo yang kami layani sudah ada kokinya/ibu dapur. Jadi, tugas kami adalah mengantarkan makanan dan menatanya di meja makan, lalu menemani para lansia makan hingga selesai.
Setelah selesai makan, piring, sendok, dan gelas bekas makan akan dibawa kembali ke dapur untuk dicuci. Waktu makan kami disesuaikan dengan waktu makan para lansia, atau bisa juga setelah jadwal makan mereka selesai.
Setelah makan siang dan sore, biasanya kami mengantarkan para lansia masuk ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat. Sedangkan, untuk urusan mandi, buang air besar, atau kecil para lansia akan dibantu oleh tim perawat.
Kedua, menemani lansia berjemur. Selain itu, kami menemani lansia berjemur di bawah sinar matahari pagi. Sebagian besar mereka menggunakan kursi roda, jadi kami perlu mendorong mereka ke area olahraga. Kadang-kadang, kami memandu mereka untuk melakukan beberapa gerakan ringan.
Olahraga berlangsung sekitar 30 menit saja, selanjutnya kami membawa mereka ke ruang makan untuk menikmati sarapan pagi.
Ketiga, melakukan pelayanan spiritual. Kegiatan penting lainnya adalah melakukan pelayanan spiritual. Setiap hari Minggu ada ibadah singkat bagi para lansia yang beragama Kristen yang dilayani oleh saya dan teman saya.
Melayani lansia berbeda dengan melayani orang muda. Penyampaian khotbah/ceramah tidak boleh dengan bahasa yang tinggi, harus dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Setidaknya, inilah yang saya alami ketika melayani para lansia.
Tantangan dalam Melayani Panti Jompo
Meskipun pelayanan yang kami lakukan tampaknya mudah, sebenarnya terdapat tantangan yang kami hadapi di panti jompo.
Salah satu tantangan adalah bahasa. Kendala yang kami hadapi kala itu adalah kurang memahami bahasa lansia yang mayoritas adalah orang Jawa Timur. Saya sendiri dari Ambon, sedangkan teman saya dari Kalimantan.