Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga Beras Naik Lagi? Papeda Solusinya!

21 Februari 2024   14:22 Diperbarui: 21 Februari 2024   14:30 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, saat ini harga beras di Indonesia sedang naik drastis. Harga sekarung yang 50 kg dari Rp 550.000 melonjak jadi Rp 850.000. Selisihnya Rp 300.000, jauh banget. Padahal, normalnya, kenaikan harga beras itu, di kisaran Rp 50.000 hingga Rp 100.000.

Dikutip dari laman Republika.com, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa, perubahan iklim dan cuaca menyebabkan terjadinya gagal panen, sehingga menjadi penyebab harga beras di seluruh dunia, termasuk Indonesia mengalami kenaikan.

Kalau beras naik ugal-ugalan seperti ini, karena faktor cuaca, lantas adakah alternatif pangan lain sebagai pengganti beras? Jawabannya ada. Salah satu pangan tradisional pengganti nasi adalah papeda (bubur sagu) yang bahan dasarnya terbuat dari sagu.

Pentingnya Papeda bagi Masyarakat Maluku

Masyarakat Maluku, sudah sejak lama, menjadikan papeda sebagai makanan pokok sehari-hari. Pohon sagu banyak tumbuh di Maluku. Sehingga, hampir setiap rumah di Maluku dijumpai makanan yang satu ini. Bahkan, lebih dari itu, masyarakat Maluku menjadikan papeda sebagai sajian istimewa saat acara-acara kebudayaan, termasuk upacara-upacara adat.

Maka tidak heran, papeda, oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 20 Oktober 2015 ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Papeda, bahkan sempat dijadikan tema oleh Google Doodle pada 20 Oktober 2023.

Dikutip dari laman Kompas.com, suku Nuaulu dan suku Huaulu di Pulau Seram sangat menghormati papeda (sonar monne). Mereka percaya bahwa, perempuan yang sedang dalam masa haid, tidak boleh memasak papeda. Mereka menganggap bahwa, proses merebus sagu menjadi papeda, merupakan sesuatu yang tabu.

Dalam upacara-upacara adat di Maluku seperti "makan patita" (makan bersama-sama), biasanya, sejumlah makanan khas akan dihidangkan, termasuk papeda. Saya pernah "makan patita" dengan menu utama papeda pada perayaan pelantikan raja Negeri/Desa Paperu, Hulaliu, dan Saparua. Lalu, pernah juga pada perayaan peresmian gedung gereja.

Makan papeda memiliki nilai sosial yang kuat dalam budaya Maluku. "Makan patita" atau makan bersama-sama dengan menu papeda adalah cara untuk mengungkapkan perhatian dan mempererat hubungan persaudaraan. Papeda, juga mencerminkan ketergantungan masyarakat Maluku terhadap alam sekitar.

Alasan Kenapa Papeda Cocok Dijadikan Alternatif Pangan Pengganti Nasi

Berikut beberapa alasan mendasar, kenapa papeda sangat cocok untuk dijadikan alternatif pangan pengganti nasi, terutama ketika menghadapi mahalnya harga beras hari ini.

Pertama, dari segi ekonomi sangat terjangkau. Harga tepung sagu per tumang (anyaman daun sagu yang disebut tumang), biasanya dibandrol dengan harga sekitar Rp. 50.000-100.000. Satu tumang saja, dapat dimasak berpanci-panci atau dapat dimasak berkali-kali. Tepung sagu dalam tumang mampu bertahan hingga berbulan-bulan sebelum dimasak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun