Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, saat ini harga beras di Indonesia sedang naik drastis. Harga sekarung yang 50 kg dari Rp 550.000 melonjak jadi Rp 850.000. Selisihnya Rp 300.000, jauh banget. Padahal, normalnya, kenaikan harga beras itu, di kisaran Rp 50.000 hingga Rp 100.000.
Dikutip dari laman Republika.com, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa, perubahan iklim dan cuaca menyebabkan terjadinya gagal panen, sehingga menjadi penyebab harga beras di seluruh dunia, termasuk Indonesia mengalami kenaikan.
Kalau beras naik ugal-ugalan seperti ini, karena faktor cuaca, lantas adakah alternatif pangan lain sebagai pengganti beras? Jawabannya ada. Salah satu pangan tradisional pengganti nasi adalah papeda (bubur sagu) yang bahan dasarnya terbuat dari sagu.
Pentingnya Papeda bagi Masyarakat Maluku
Masyarakat Maluku, sudah sejak lama, menjadikan papeda sebagai makanan pokok sehari-hari. Pohon sagu banyak tumbuh di Maluku. Sehingga, hampir setiap rumah di Maluku dijumpai makanan yang satu ini. Bahkan, lebih dari itu, masyarakat Maluku menjadikan papeda sebagai sajian istimewa saat acara-acara kebudayaan, termasuk upacara-upacara adat.
Maka tidak heran, papeda, oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 20 Oktober 2015 ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage). Papeda, bahkan sempat dijadikan tema oleh Google Doodle pada 20 Oktober 2023.
Dikutip dari laman Kompas.com, suku Nuaulu dan suku Huaulu di Pulau Seram sangat menghormati papeda (sonar monne). Mereka percaya bahwa, perempuan yang sedang dalam masa haid, tidak boleh memasak papeda. Mereka menganggap bahwa, proses merebus sagu menjadi papeda, merupakan sesuatu yang tabu.
Dalam upacara-upacara adat di Maluku seperti "makan patita" (makan bersama-sama), biasanya, sejumlah makanan khas akan dihidangkan, termasuk papeda. Saya pernah "makan patita" dengan menu utama papeda pada perayaan pelantikan raja Negeri/Desa Paperu, Hulaliu, dan Saparua. Lalu, pernah juga pada perayaan peresmian gedung gereja.
Makan papeda memiliki nilai sosial yang kuat dalam budaya Maluku. "Makan patita" atau makan bersama-sama dengan menu papeda adalah cara untuk mengungkapkan perhatian dan mempererat hubungan persaudaraan. Papeda, juga mencerminkan ketergantungan masyarakat Maluku terhadap alam sekitar.
Alasan Kenapa Papeda Cocok Dijadikan Alternatif Pangan Pengganti Nasi
Berikut beberapa alasan mendasar, kenapa papeda sangat cocok untuk dijadikan alternatif pangan pengganti nasi, terutama ketika menghadapi mahalnya harga beras hari ini.
Pertama, dari segi ekonomi sangat terjangkau. Harga tepung sagu per tumang (anyaman daun sagu yang disebut tumang), biasanya dibandrol dengan harga sekitar Rp. 50.000-100.000. Satu tumang saja, dapat dimasak berpanci-panci atau dapat dimasak berkali-kali. Tepung sagu dalam tumang mampu bertahan hingga berbulan-bulan sebelum dimasak.
Kedua, dari segi kesehatan sangat menjanjikan. Mungkin, belum banyak orang yang tahu, kalau mengkonsumi papeda sangat bermanfaat bagi kesehatan. Profesor HMH Bintaro dari IPB University, mengatakan bahwa, sagu memiliki nutrisi yang relatif lengkap dan baik bagi tubuh. Di dalam sagu, terdapat karbohidrat dalam jumlah yang cukup banyak serta protein, vitamin, dan mineral.
Ketiga, dari segi pembuatan sangat mudah. Pengolahan tepung sagu menjadi papeda terbilang sangat mudah. Langkah pertama siapkan tepung sagu dalam baskom. Lalu, rebus air hingga mendidih. Air yang sudah mendidih, kemudian dituangkan kedalam baskom berisi tepung sagu. Aduk tepung sagu hingga matang dan merata. Papeda yang sudah matang akan tampak berwarna putih bening dan teksturnya seperti lem. Jika demikian, maka papeda telah siap disantap dengan ikan kuah kuning dan sayuran. Sangat mudah kan?
Karena bernilai ekonomis, memiliki manfaat bagi kesehatan, dan pembuatannya yang mudah, maka sagu bisa dijadikan sebagai alternatif pangan pengganti beras. Saya meyakini bahwa, sagu dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia di masa yang akan datang.
Nah, bagi kalian yang terbiasa makan nasi, yuk mulai sekarang coba membiasakan mengolah sagu untuk makanan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H