Mohon tunggu...
Bidan Care / Romana Tari
Bidan Care / Romana Tari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bidan Romana Tari [bidancare] Sahabat bagi perempuan dan keluarga, saling memperkaya informasi kaum perempuan dibidang kesehatan dan pengalaman sehari - hari dalam hidup,\r\n\r\nMari hidup sehat dan kreatif dalam hidup bersama bidancare

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[MISTERI] Mencintai Saudara Kembar

25 Februari 2012   07:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:41 3540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Esok harinya  Wahyu sudah meluncur lagi ke desa Telogobening. Ia membuat janji bertemu dengan Titis di dekat perbukitan.

" Mas Wahyu, aku sudah menunggumu sejak tadi di sini" kata Titis dengan penuh kerinduan. Ia berdiri di bawah pohon Waru.

Mereka berpelukan. Tanpa suara.  Daun - daun Waru yang kering satu persatu berguguran di atas kepala mereka. Angin bertiup cukup kencang.

" Titis, aku ...aku tidak bisa melupakan kamu...." Wahyu berbisik nyaris tak terdengar.

" Tidak Wahyu, aku mohon kembalilah pada Winda, ia menunggumu. Ingat Wahyu kita satu darah" sambil berkata Titis meneteskan airmata. Hancur hatinya  saat mengucapkan kalimat itu. Entah mengapa ia seperti kehilangan. Ia tidak ingin jauh dari Wahyu. Ia jatuh cinta pada saudara kembarnya itu sejak pertama mereka bertemu.

Hujan rintik -rintik menghiasi perbukitan itu, mereka seolah enggan beranjak dari bawah pohon Waru. Entah siapa yang memulai. Wahyu dan Titis bagaikan sepasang kekasih yang sedang mabuk cinta. Mereka saling berciuman dan berpelukan.

" Wahyuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!!, apa yang kalian lakukan astaga ampuni hamba ya Allah, dosa apa hambamu ini!!" Pakde Sastro berteriak sambil melempar keranjang rumput dan sabitnya. Wajahnya merah membara. Ia sangat marah dan segera menarik Titis menjauh dari Wahyu.

" Titiiiiiiiiiiiis.............tunggu aku! " teriak Wahyu. Percuma saja ia mengejar Pakde Sastro yang sedang kalap sambil mengacungkan  sabitnya.

Dengan hati hancur ia pulang ke rumahnya.

Tiba di halaman rumah, tampak  sepeda onthel milik Winda diparkir di samping pohon Mangga.

Dilihatnya Winda sedang membantu ibunya menumbuk beras ketan. Sementara ibunya sibuk membungkus gula aren dengan daun pisang kering.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun