Mohon tunggu...
Bhuku Tabuni
Bhuku Tabuni Mohon Tunggu... Security - Orang Yang Suka Belajar

Orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritik Bertrand Russel tentang Metode Ilmiah

23 Agustus 2018   19:09 Diperbarui: 23 Agustus 2018   19:23 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Keterbatasan metode ilmiah dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (1) keraguan akan validitas induksi; (2) kesulitan yang dihadapi oleh penarikan kesimpulan dari apa yang dialami tentang apa yang tidak dialami; dan (3) kalaupun dapat diterima untuk menarik kesimpulan tentang apa yang tidak dialami, kenyataannya kesimpulan demikian bersifat sangat abstrak, sehingga memberikan lebih sedikit informasi daripada yang terasa ketika diungkap menggunakan bahasa lazim.

(1) Induksi.---Semua argumen induktif pada akhirnya dapat direduksi menjadi bentuk berikut: 'Jika ini benar, maka itu benar. Itu benar. Jadi ini benar.' Argumen tersebut tentu saja cacat secara formal. Andaikan saya berkata: 'Jika roti adalah batu dan batu menyehatkan, maka roti ini menyehatkan saya. Roti ini menyehatkan saya, jadi roti adalah batu dan batu menyehatkan.' Seandainya saya mengemukakan argumen seperti itu, maka saya pasti dianggap bebal. 

Namun argumen tersebut tidak berbeda secara mendasar dengan argumen yang mendasari semua hukum-hukum sains. Dalam sains kita selalu berargumen bahwa karena fakta-fakta yang kita amati tunduk pada hukum-hukum tertentu, maka fakta-fakta lain dalam bidang yang sama akan tunduk pada hukum yang tersebut. Kita dapat memverifikasi hal ini kemudian dalam bidang yang lebih luas atau lebih sempit, namun arti penting praktisnya selalu terkait dengan hal-hal yang belum diverifikasi. 

Sebagai contoh, kita telah memverifikasi hukum-hukum statika dalam berbagai kasus, dan kita menerapkannya saat membangun sebuah jembatan; dan dalam kaitan dengan jembatan itu, hukum-hukum tersebut tidak terverifikasi kecuali jembatan tetap berdiri. Namun arti penting hukum-hukum tersebut terletak pada kemampuan yang diberikannya pada kita untuk memprediksi bahwa jembatan akan tetap berdiri. 

Memang mudah untuk memahami bagaimana kita sampai berpandangan bahwa jembatan itu akan tetap berdiri. Ini hanya salah satu contoh refleks terkondisinya Pavlov, yang menyebabkan kita berharap akan terjadinya kombinasi-kombinasi hal-hal yang kita telah alami di masa lampau. 

Namun jika Anda harus menyeberangi sebuah jembatan dengan kereta api, Anda tidak akan tenang hanya karena mengetahui alasan para teknisi/insinyur berpendapat bahwa jembatan tersebut harusnya merupakan jembatan yang baik, kecuali ada jaminan bahwa induksi para teknisi dari hukum-hukum statika untuk kasus-kasus yang sudah diamati juga valid untuk kasus-kasus yang belum diamati.

Sayangnya sampai saat ini tidak ada seorangpun yang mampu menunjukkan adanya alasan yang baik untuk percaya bahwa penarikan kesimpulan tersebut sound. Kurang lebih dua ratus tahun lalu, Hume melontarkan keraguan terhadap induksi, seperti halnya terhadap sebagian besar hal lain. Para filsuf geram dan mencari sanggahan terhadap Hume, namun sanggahan tersebut sulit untuk cepat dipahami akibat ketidakjelasan yang ekstrim. 

Sesungguhnya sudah sejak lama para filsuf secara saksama berupaya untuk tidak dipahami, karena kalau tidak demikian, maka banyak orang akan mengetahui bahwa mereka tidak berhasil menjawab tantangan Hume. Memang mudah untuk menciptakan sebuah ajaran metafisika yang memiliki konsekuensi bahwa induksi itu valid, dan banyak orang telah melakukannya. 

Namun demikian, tidak ada alasan lain yang mereka kemukakan untuk mendukung ajaran metafisika tersebut kecuali bahwa ajaran metafisika tersebut menyenangkan. Metafisika Bergson, misalnya, memang menyenangkan: seperti sebuah cocktail, ajaran tersebut menyajikan sebuah dunia yang menyatu tanpa ada perbedaan tajam, dan semua itu samar-sama menyenangkan. 

Namun ajaran itu tidak punya klaim lain selain bahwa cocktail harus dipertimbangkan dalam teknik mencari kebenaran. Mungkin ada dasar yang valid untuk percaya pada induksi, dan kenyataannya tidak ada seorang pun yang kuasa menolaknya. Namun harus diakui bahwa induksi merupakan sebuah masalah logika yang tidak terpecahkan. 

Karena keraguan ini berpengaruh terhadap semua pengetahuan kita, maka kita harus melewatinya dan berasumsi bahwa secara pragmatis prosedur induktif dapat diterima tetapi dengan kehati-hatian.

(2) Kesimpulan untuk hal-hal yang Belum Dialami.---Seperti dipaparkan sebelumnya, apa yang dialami jauh lebih sedikit daripada yang umumnya kita yakini kita alami. Anda bisa berkata misalnya bahwa Anda melihat teman Anda, Tuan Jones, berjalan kaki sepanjang jalan itu. Namun Anda tidak punya hak sebesar itu untuk sampai berkata demikian. Anda sebenarnya melihat urut-urutan noda-noda berwarna, yang melintasi sebuah latar tak bergerak. 

Noda-noda warna tersebut, melalui refleks terkondisi-nya Pavlov, memunculkan kata tertentu dalam pikiran Anda, yaitu kata 'Jones', dan Anda berkata bahwa Anda melihat Jones. Namun orang lain yang melihat keluar dari jendela rumah mereka, dengan sudut berbeda, akan melihat sesuatu yang berbeda, akibat hukum perspektif. Karena itu, jika hanya ada seorang Jones yang benar, penglihatan akan Jones bukanlah sesuatu yang pasti bagi siapapun. 

Jika kita asumsikan kisah dari ilmu fisika sebagai benar, maka kita dapat menjelaskan tentang apa yang kita sebut sebagai 'melihat Jones' menggunakan istilah-istilah seperti di bawah ini. Paket-paket kecil cahaya, yang disebut 'quanta cahaya', terlontar dari matahari, dan sebagian dari paket-paket tersebut mencapai tempat beradanya atom-atom tertentu, yang menyusun wajah, tangan, dan pakaian Jones. 

Atom-atom ini sendiri sebenarnya tidak ada, tetapi merupakan cara ringkas untuk menyebut tentang peluang keberadaannya. Sebagian quanta cahaya, ketika menjangkau atom Jones, mengganggu pengaturan internalnya. Akibatnya ia mengalami kulit terbakar, dan terkadang membuat vitamin D. Sebagian lagi quanta terpantul, dan dari yang terpantul itu ada yang memasuki mata Anda. 

Di sana, quanta-quanta tersebut menyebabkan gangguan rumit pada sel batang dan kerucut di mata, yang pada gilirannya mengakibatkan adanya aliran listrik sepanjang syaraf optik. Ketika mencapai otak aliran ini mengakibatkan kejadian dalam otak. Kejadian yang dihasilkannya adalah apa yang Anda sebut sebagai 'melihat Jones'. Tampak dari kisah ini bahwa hubungan antara 'melihat Jones' dengan Jones adalah hubungan sebab akibat yang sangat jauh yang berputar. 

Sementara itu Jones sendiri, tetap terbungkus misteri. Mungkin ia sedang memikirkan tentang makan malamnya, atau investasinya yang gagal, atau tentang payungnya yang hilang, tetapi semua ini tidak Anda lihat. Mengatakan bahwa Anda melihat Jones tidak lebih benar daripada ketika sebuah bola yang terpantul dari dinding mengenai Anda dan Anda berkata bahwa dinding telah menghantam Anda. Sebenarnya kedua kasus tersebut memiliki analogi yang sangat kuat.

Karena itu kita sebenarnya tidak melihat apa yang kita pikir kita lihat. Apakah ada alasan untuk berpandangan bahwa apa yang kita pikir ada memang sebenarnya ada, walaupun kita tidak melihatnya? Sains selalu berbangga karena bersifat empiris dan hanya mempercaya hal-hal yang diverifikasi. Anda dapat memverifikasi kejadian dalam diri Anda yang Anda sebut 'melihat Jones', namun Anda tidak dapat memverifikasi Jones sendiri. Anda bisa saja mendengar suara dari yang Anda sebut Jones berbicara kepada Anda. 

Anda boleh saja merasakan sensasi rabaan dari sesuatu yang Anda sebut Jones. Jika ia belum mandi beberapa hari terakhir, Anda mungkin mendapatkan sensasi penciuman yang menurut Anda sumbernya adalah Jones. Jika Anda terkesan dengan argumennya, Anda mungkin berbicara dengannya seolah-olah ia berada di telepon, dan bertanya, 'Apakah kamu di sana?' Kemudian Anda mungkin mendengar kata-kata: 'Ya, idiot. Tidakkah kamu melihat aku?' Namun jika Anda menganggap semua ini sebagai bukti bahwa ia ada, Anda benar-benar tidak paham argumen saya. 

Inti yang saya katakan adalah bahwa Jones merupakan sebuah hipotesis mudah yang dengannya sejumlah sensasi tertentu yang Anda alami dapat disatukan menjadi sebuah buntalan. Namun sebenarnya yang mengharuskannya disatukan bukanlah asalnya yang secara hipotetis sama, tetapi kemiripan dan kedekatan hubungan sebab akibat tertentu yang dimiliki semuanya. 

Namun semuanya tetap memiliki kedekatan hubungan walaupun sumbernya adalah mitos. Ketika Anda melihat seorang lelaki di layar bioskop, Anda tahu bahwa ia tidak ada di luar layar, walaupun Anda mungkin menganggap bahwa memang ada orang yang merupakan asal gambar tersebut, yang terus menerus ada. Tetapi mengapa Anda berpandangan demikian? Mengapa Jones bukan seperti orang yang Anda lihat di layar bioskop? 

Orang mungkin akan marah kalau Anda mengatakan seperti itu, tetapi mereka tidak kuasa menyanggahnya, karena mereka tidak dapat memberi Anda pengalaman apapun tentang apa yang mereka lakukan saat Anda tidak mengalaminya.

Apakah ada cara membuktikan bahwa ada kejadian lain selain yang Anda alami? Pertanyaan ini punya dampak emosional, namun para pakar Fisika Teoretis saat ini menganggapnya tidak penting. 'Rumusku', kata mereka, 'terkait dengan hukum-hukum sebab akibat yang menghubungkan sensasi-sensasiku.

Dalam pernyataan tentang hukum-hukum sebab akibat tersebut aku bisa menggunakan entitas hipotetis; tetapi pertanyaan tentang apakah entitas-entitas tersebut lebih dari sekedar hipotetis tidak memiliki makna praktis sama sekali, karena berada di luar bidang yang dapat diverifikasi.'

Dalam keadaan terdesak, ia mungkin mengakui bahwa pakar fisika lain ada, karena ia ingin menggunakan hasil penelitian mereka, Dan dengan mengakui ada pakar fisika lain, demi kesopanan ia mengakui bahwa ada mahasiswa sains. Ia mungkin, menyusun argumen analogi untuk membuktikan bahwa sama seperti tubuhnya terhubung dengan pemikirannya, demikian pula benda yang seperti tubuhnya mungkin juga terhubung dengan pemikiran. 

Patut dipertanyakan seberapa kuat argumen tersebut. Namun kalaupun diakui bahwa apa yang dikatakan benar, hal itu tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa matahari dan bintang atau benda-benda tak hidup memang ada. 

Sebenarnya, kita terpaksa harus menerima posisi Berkeley, yang berpandangan bahwa yang ada hanya pikiran. Berkeley menyelamatkan alam semesta dan kepermanenan benda-benda dengan memandangnya sebagai pikiran Allah. Namun hal ini hanyalah upaya memenuhi keinginan, bukan pemikiran logis. 

Namun demikian, karena ia pernah menjadi uskup dan juga seorang Irlandia, kita tidak perlu terlalu keras dalam penilaian kita terhadapnya. Kenyataannya adalah sains dimulai dengan sejumlah besar hal yang Santayana sebut 'iman hewani', yang sebenarnya merupakan pemikiran yang didominasi oleh prinsip refleks terkondisi. Adalah iman hewani ini yang memampukan para pakar Fisika untuk percaya adanya dunia materi. 

Secara bertahap mereka berubah menjadi penghianat, seperti orang yang setelah mempelajari sejarah raja-raja berubah menjadi penganut republikan. Para pakar Fisika pada jaman kita tidak lagi percaya pada materi. Namun hal itu bukan kerugian besar, asalkan kita masih bisa memiliki dunia eksternal yang besar dan bervariasi. Namun sayangnya mereka tidak memberi kita alasan untuk mempercayai dunia eksternal non-materi.

Masalah tersebut bukan masalah bagi para pakar Fisika, tetapi masalah bagi para pakar Logika. Pada dasarnya, masalahnya sederhana, yaitu: apakah keadaan yang ada memampukan kita untuk menarik kesimpulan dari kejadian yang telah diketahui bahwa kejadian lain telah, sedang, atau akan terjadi? Atau kalau kesimpulan seperti itu tidak dapat diambil dengan kepastian, dapatkah kita menarik kesimpulan tersebut dengan tingkat probabilitas tertentu, atau dengan tingkat probabilitas di atas lima puluh persen? 

Jika jawaban terhadap pertanyaan tersebut bersifat afirmatif, maka kita memiliki justifikasi untuk mempercayai, seperti yang kita percaya selama ini, akan kejadian yang kita belum alami secara pribadi. Jika jawabannya negatif, maka kita tidak akan pernah memiliki justifikasi akan kepercayaan kita tersebut. Para pakar logika hampir tidak pernah memikirkan pertanyaan ini secara sederhana, dan saya tidak pernah menjumpai jawaban yang jelas terhadap pertanyaan tersebut. 

Kecuali ada jawaban yang diberikan, bagaimanapun jawabannya, pertanyaan ini tetap merupakan pertanyaan terbuka, dan iman kita pada dunia eksternal tetaplah merupakan iman hewani.

(3) Keabstrakkan Fisika.---Kalaupun kita dapat menerima bahwa matahari, bintang dan dunia materi pada umumnya bukan sekedar isapan jempol hasil imajinasi kita, atau bukan sekedar koefisien yang penyama dalam persamaan kita, apa yang dapat dikatakan tentang benda-benda tersebut sangat abstrak, bahkan jauh lebih abstrak dari pada kesan yang ditimbulkan kata-kata yang digunakan secara umum oleh para pakar Fisika ketika mereka berupaya untuk terdengar masuk akal. Ruang dan waktu yang mereka bahas dan tangani bukanlah ruang dan waktu dari pengalaman kita. 

Orbit-orbit planet tidak memiliki kemiripan dengan gambaran elips yang kita lihat dalam gambar yang mereka buat untuk skema tata surya, kecuali dalam beberapa sifat yang cukup abstrak. 

Ada peluang bahwa hubungan persentuhan yang terjadi dalam pengalaman kita dapat diperluas ke benda-benda dalam dunia fisik. Namun hubungan-hubungan lain yang kita kenal dalam pengalaman kita tidak jelas apakah memang ada di dunia fisik. Hal yang berpeluang besar untuk kita ketahui, dan ini pun merupakan pandangan yang hanya diharapkan benar, adalah bahwa terdapat hubungan tertentu dalam dunia fisik yang memiliki karakteristik abstrak logis yang sama dengan hubungan yang kita ketahui. 

Ciri-ciri yang sama tersebut yang merupakan karakteristik yang dapat diungkapkan secara matematis, bukanlah karakteristik yang membedakannya secara imaginatif dari hubungan-hubungan lain. Sebagai contoh hubungan yang sama antara rekaman gramofon dan musik yang dimainkan gramofon: keduanya mengandung karakteristik struktural tertentu yang sama, yang dapat dinyatakan dalam istilah-istilah abstrak, tetapi tidak memiliki ciri bersama yang jelas terlihat bagi indera. Karena kemiripan strukturnya, satu hal dapat menjadi penyebab bagi yang lain.

Demikian pula, sebuah dunia fisik yang memiliki struktur yang sama dengan dunia kita dapat menjadi penyebab, walaupun persamaannya mungkin hanya terletak pada struktur. Karena itu, yang terbaik yang dapat kita ketahui hanya sifat dunia fisik seperti sifat yang sama-sama dimiliki rekaman gramofon dan musik yang dimainkannya, bukan yang sifat membedakan yang satu dari yang lain. 

Bahasa lazim sangat tidak cocok untuk menyatakan apa yang sebenarnya ditegaskan oleh Ilmu Fisika, karena kata-kata sehari-hari tidak cukup abstrak. Hanya bahasa logika matematika yang dapat mengatakan sesedikit yang hendak dikatakan para pakar Fisika. 

Saat para pakar fisika menerjemahkan simbol-simbol ke dalam kata-kata, tak terelakkan ia mengatakan sesuatu yang terlalu kongkret, dan memberi kesan menyenangkan kepada pembaca tentang sesuatu yang dapat dipikirkan dan dapat dipahami, dan yang sebenarnya kesan itu lebih menyenangkan dan lebih lazim daripada apa yang ia hendak katakan.

Banyak orang memiliki kebencian penuh nafsu terhadap abstraksi, dan menurut saya alasan utamanya adalah kesulitan intelektual. Namun karena mereka tidak ingin mengungkap alasan tersebut, mereka mencoba mencari-cari berbagai alasan yang kedengaran agung. Mereka mengatakan bahwa semua realitas itu kongkret, sehingga dengan melakukan abstraksi, kita meninggalkan hal-hal yang esensial. 

Mereka katakan bahwa semua abstraksi adalah falsifikasi, dan saat Anda telah meninggalkan aspek dari hal yang aktual, Anda terpapar pada risiko sesat pikir untuk berargumen dari aspek yang digunakan/diketahui. Orang yang berargumen demikian sebenarnya prihatin terhadap hal yang berbeda dari yang diperhatikan sains. Dari sudut pandang estetika, misalnya, abstraksi berpeluang mengakibatkan salah paham yang besar. 

Musik mungkin indah, sedangkan rekaman gramofon secara estetika tidak bernilai. Dari sudut pandang visi imaginatif, bagi seorang penyair besar, yang mungkin ingin menulis sejarah penciptaan, pengetahuan abstrak yang ditawarkan Fisika bukanlah sesuatu yang memuaskan. Ia ingin tahu apa yang Allah lihat ketika memandang dunia dan Allah memandangnya baik. 

Tetapi ia tidak puas dengan rumusan yang mengungkap ciri logis abstrak di antara bagian-bagian yang Allah lihat. Namun pemikiran ilmiah berbeda dari semua ini. Pada dasarnya pemikiran ilmiah adalah pemikiran kesanggupan, yaitu jenis pemikiran, yang dapat dikatakan, bermaksud untuk secara sadar atau tidak, memberi kesanggupan kepada pemiliknya. 

Kesanggupan adalah konsep sebab akibat, dan untuk mendapatkan kesanggupan/kendali atas materi tertentu, orang hanya perlu memahami hukum-hukum sebab akibat yang berlaku terhadap materi tersebut. Pada dasarnya ini adalah hal yang abstrak, dan semakin banyak detail tak relevan yang dapat kita singkirkan dari bidang kita, semakin sanggup pemikiran kita. 

Hal serupa dapat diilustrasikan dalam bidang ekonomi. Petani, yang paham tiap sudut tanah pertaniannya, yaitu yang memiliki pengetahuan kongkret tentang gandum, mendapatkan penghasilan rendah. Tetapi kalau ia mengetahui dengan sedikit lebih abstrak tentang rel kereta api yang mengangkut gandumnya, maka ia mendapatkan penghasilan yang lebih besar. 

Sedangkan manipulator bursa efek yang hanya mengetahui aspek abstrak dari sesuatu yang dapat naik atau turun, sebenarnya dengan caranya sendiri berada jauh dari realitas kongkret, sama seperti para pakar Fisika, dan ia serta semua yang peduli tentang bidang ekonomi, mendapatkan uang paling banyak dan memiliki kesanggupan yang paling besar. Demikian juga dengan sains, walaupun kesanggupan yang dicari para ilmuwan lebih jauh dan impersonal dari pada yang dicari dari pasar saham.

Keabstrakkan Fisika modern yang ekstrim menjadikannya sulit dipahami, tetapi bagi mereka yang memahaminya, keabstrakkan tersebut memberikan pegangan tentang dunia secara keseluruhan, pengertian tentang struktur dan mekanismenya, yang tidak dapat dihasilkan sistem yang kurang abstrak. Kesanggupan yang diakibatkan penggunaan abstraksi merupakan esensi dari intelek, dan dengan tiap peningkatan abstraksi, kegemilangan intelektual sains semakin meningkat.

Diterjemahkan Ma Kuru dari buku The Basics Writing of Bertrand Russel, halaman 604 -- 609

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun