Apakah ada cara membuktikan bahwa ada kejadian lain selain yang Anda alami? Pertanyaan ini punya dampak emosional, namun para pakar Fisika Teoretis saat ini menganggapnya tidak penting. 'Rumusku', kata mereka, 'terkait dengan hukum-hukum sebab akibat yang menghubungkan sensasi-sensasiku.
Dalam pernyataan tentang hukum-hukum sebab akibat tersebut aku bisa menggunakan entitas hipotetis; tetapi pertanyaan tentang apakah entitas-entitas tersebut lebih dari sekedar hipotetis tidak memiliki makna praktis sama sekali, karena berada di luar bidang yang dapat diverifikasi.'
Dalam keadaan terdesak, ia mungkin mengakui bahwa pakar fisika lain ada, karena ia ingin menggunakan hasil penelitian mereka, Dan dengan mengakui ada pakar fisika lain, demi kesopanan ia mengakui bahwa ada mahasiswa sains. Ia mungkin, menyusun argumen analogi untuk membuktikan bahwa sama seperti tubuhnya terhubung dengan pemikirannya, demikian pula benda yang seperti tubuhnya mungkin juga terhubung dengan pemikiran.Â
Patut dipertanyakan seberapa kuat argumen tersebut. Namun kalaupun diakui bahwa apa yang dikatakan benar, hal itu tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa matahari dan bintang atau benda-benda tak hidup memang ada.Â
Sebenarnya, kita terpaksa harus menerima posisi Berkeley, yang berpandangan bahwa yang ada hanya pikiran. Berkeley menyelamatkan alam semesta dan kepermanenan benda-benda dengan memandangnya sebagai pikiran Allah. Namun hal ini hanyalah upaya memenuhi keinginan, bukan pemikiran logis.Â
Namun demikian, karena ia pernah menjadi uskup dan juga seorang Irlandia, kita tidak perlu terlalu keras dalam penilaian kita terhadapnya. Kenyataannya adalah sains dimulai dengan sejumlah besar hal yang Santayana sebut 'iman hewani', yang sebenarnya merupakan pemikiran yang didominasi oleh prinsip refleks terkondisi. Adalah iman hewani ini yang memampukan para pakar Fisika untuk percaya adanya dunia materi.Â
Secara bertahap mereka berubah menjadi penghianat, seperti orang yang setelah mempelajari sejarah raja-raja berubah menjadi penganut republikan. Para pakar Fisika pada jaman kita tidak lagi percaya pada materi. Namun hal itu bukan kerugian besar, asalkan kita masih bisa memiliki dunia eksternal yang besar dan bervariasi. Namun sayangnya mereka tidak memberi kita alasan untuk mempercayai dunia eksternal non-materi.
Masalah tersebut bukan masalah bagi para pakar Fisika, tetapi masalah bagi para pakar Logika. Pada dasarnya, masalahnya sederhana, yaitu: apakah keadaan yang ada memampukan kita untuk menarik kesimpulan dari kejadian yang telah diketahui bahwa kejadian lain telah, sedang, atau akan terjadi? Atau kalau kesimpulan seperti itu tidak dapat diambil dengan kepastian, dapatkah kita menarik kesimpulan tersebut dengan tingkat probabilitas tertentu, atau dengan tingkat probabilitas di atas lima puluh persen?Â
Jika jawaban terhadap pertanyaan tersebut bersifat afirmatif, maka kita memiliki justifikasi untuk mempercayai, seperti yang kita percaya selama ini, akan kejadian yang kita belum alami secara pribadi. Jika jawabannya negatif, maka kita tidak akan pernah memiliki justifikasi akan kepercayaan kita tersebut. Para pakar logika hampir tidak pernah memikirkan pertanyaan ini secara sederhana, dan saya tidak pernah menjumpai jawaban yang jelas terhadap pertanyaan tersebut.Â
Kecuali ada jawaban yang diberikan, bagaimanapun jawabannya, pertanyaan ini tetap merupakan pertanyaan terbuka, dan iman kita pada dunia eksternal tetaplah merupakan iman hewani.
(3) Keabstrakkan Fisika.---Kalaupun kita dapat menerima bahwa matahari, bintang dan dunia materi pada umumnya bukan sekedar isapan jempol hasil imajinasi kita, atau bukan sekedar koefisien yang penyama dalam persamaan kita, apa yang dapat dikatakan tentang benda-benda tersebut sangat abstrak, bahkan jauh lebih abstrak dari pada kesan yang ditimbulkan kata-kata yang digunakan secara umum oleh para pakar Fisika ketika mereka berupaya untuk terdengar masuk akal. Ruang dan waktu yang mereka bahas dan tangani bukanlah ruang dan waktu dari pengalaman kita.Â