Mohon tunggu...
Bhayu M.H. Ketum NuN
Bhayu M.H. Ketum NuN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bhayu M.H. sebagai Ketua Umum M.P. N.u.N.

Netizen untuk Negeri atau disingkat N.u.N. adalah komunitas lintas-agama, lintas budaya, lintas suku bangsa yang didirikan pada 4 Desember 2016. Niat kami adalah ikut berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Fokus perjuangan kami adalah melawan intoleransi dan separatisme. Di account ini, Bhayu M.H. bertindak selaku Ketua Umum Musyawarah Pendiri (M.P.) dari N.u.N. Sekaligus merangkap sebagai Koordinator Utama Badan Pengelola Harian (Kortama B.P.H.). Pembuatan account ini adalah untuk membedakan antara Bhayu M.H. sebagai pribadi -yang mana accountnya sudah lebih dulu ada di Kompasiana- dengan sebagai Ketum N.u.N. Apalagi sejak Kemenkumham resmi mensahkan N.u.N. sebagai badan hukum perkumpulan pada 31 Mei 2021, maka setiap pernyataan Bhayu M.H. sebagai Ketum M.P. merangkap Kortama B.P.H. N.u.N. terbuka bagi publik serta dapat dikutip oleh media massa. Maka, diperlukan pembedaan tersebut sebagai bentuk kehati-hatian.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

P.K.I. atau Taliban: Mana yang Ancaman?

29 September 2021   14:09 Diperbarui: 1 Oktober 2021   21:33 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo anti P.K.I. (kiri) dan Gerilyawan Taliban (kanan). Kredit foto: tribunnews.com (kiri) dan bisnis.com (kanan)

Kembali ke paragraf awal tulisan ini, situasi Indonesia yang bak "bara dalam sekam" membuat kehidupan bermasyarakat menjadi tidak nyaman. Suasana saling-curiga meruyak, bahkan dalam lingkup terkecil: keluarga. Golongan masyarakat yang menganggap bahwa P.K.I. adalah musuh utama negara dan Taliban adalah pahlawan, bisa jadi adalah pihak yang sama. Mengherankannya, pemerintah yang sah justru jadi "tertuduh" dalam hal ini. Pemerintah dianggap "P.K.I." sekaligus "musuh Islam" oleh golongan tersebut.

Komentar di W.A. atas publikasi acara N.u.N. (Kredit foto: Koleksi Pribadi)
Komentar di W.A. atas publikasi acara N.u.N. (Kredit foto: Koleksi Pribadi)
Padahal, di balik pemerintah justru berdiri mayoritas rakyat Indonesia seperti tercermin dari hasil Pemilu. Dan itu termasuk pula berbagai organisasi keagamaan. Lantas, kenapa para ulama di sisi pemerintah dengan jumlah massa pengikut yang besar justru seperti kalah suara dengan pihak yang menganggap pemerintah sebagai semacam "thogut"? 

Tak heran, anggota masyarakat yang berdiri di posisi tersebut menganggap diri "masyarakat kelas satu". Tingkah-laku mereka kerap mengancam pihak lain, termasuk di media sosial. Salah satu contohnya saya unggah di sini, dimana dalam W.A. mereka mencoba mengintimidasi atas penyelenggaraan diskusi nanti.

Situasi Indonesia Saat Ini

Sebenarnya, di luar isyu P.K.I. yang biasanya muncul di bulan September-Oktober setiap tahun, dan isyu Taliban yang mengemuka sejak Agustus 2021 lalu, Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai hal nyata. Kita semua tahu yang tampak bagi semua orang adalah pandemi Covid-19 yang masih menghantui. Namun, ada juga yang tak tampak.

Apa itu?

Itu adalah masalah keamanan dan pertahanan.

Masalah keamanan, Indonesia dhadapkan pada situasi masyarakat yang masih tersegregasi. Rasa tidak suka dan kecurigaan masih merajalela. Perundungan dan perisakan masih saja terjadi. Belum lagi ujaran kebencian, kabar bohong, fitnah, hoax, dan pencemaran nama baik. Konflik horizontal juga masih mengancam, bahkan beberapa kali terjadi letupan. Sebutlah satu contoh di antaranya pembakaran masjid Ahmadiyah di Kalimantan Barat awal September lalu.

Selain itu, tentu saja ada ancaman separatisme. Kelompok Separatis Teroris yang ingin memaksakan kemerdekaan Papua lepas dari N.K.R.I. terus beraksi. Penyelenggaraan P.O.N. yang rencananya akan diadakan pada 2 hingga 15 Oktober 2021 dibayangi oleh aksi-aksi kekerasan dan teror mereka. Persoalan Papua ini merupakan masalah di bidang keamanan dan pertahanan sekaligus.

Dalam bidang pertahanan, Indonesia menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan atau kita menyebutnya Laut Natuna Utara. Ada beberapa efek negatif dari posisi kita sebagai negara penganut azas bebas-aktif. Satu di antaranya adalah kita tidak menjalin pakta pertahanan dengan negara lain. Di ASEAN, Indonesia adalah satu-satunya negara yang tidak punya kerjasama ini.  Dan itu sebenarnya "ngeri-ngeri sedap". Apalagi baru-baru ini Australia menjalin kaukus kerjasama militer baru dengan Amerika Serikat dan Inggris bertajuk "Aukus". Apabila terjadi konflik militer terbuka, posisi geografis Indonesia yang berada di persilangan tentu akan sangat riskan.

Oleh karena itulah, kita musti memastikan bahwa negara yang kita cintai ini selalu aman dan tentram. Dalam konteks ini, termasuk pula pada ancaman isyu-isyu sensitif seperti P.K.I. dan Taliban. Karena bila dibiarkan tanpa dipadamkan, bisa jadi akan memecah-belah persatuan bangsa kita. Kita tidak mau itu terjadi, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun