Tidak ada tugas lanjutan yang diberikan kepada penerima pangkat kehormatan, dalam konteks sebagai prajurit aktif. Ia berpakaian dinas hanya saat upacara penganugerahan saja, setelah itu kembali lagi menjadi sipil. Karena pada dasarnya ia sudah purnawirawan.
Ada beberapa orang yang pernah menerima pangkat Jend. (HOR) ini. Mereka adalah Soesilo Soedarman, Hari Sabarno, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Luhut Binsar Panjaitan.
Khusus untuk Polri, pernah terjadi dua kali saja manakala terdapat dua orang Jenderal Polisi aktif di saat bersamaan. Pertama kali terjadi di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Kala itu Kapolri dijabat oleh Jend. Pol. Drs. Surojo Bimantoro. Gus Dur kemudian mengeluarkan "Dekrit Presiden", dimana salah satu butirnya adalah memberhentikan Surojo dan menggantikannya dengan Wakapolri saat itu.Â
Komisaris Jenderal Polisi Chairuddin Ismail pun dinaikkan pangkatnya menjadi Jenderal Polisi. Namun, perintah Presiden RI itu tidak efektif karena ada perlawanan dari DPR RI yang kemudian memakzulkannya. Surojo tidak mengindahkannya. Sehingga, selain ada dua jenderal berbintang empat, juga sempat ada dua Kapolri.Â
Saat Gus Dur dilengserkan oleh "Poros Tengah" di MPR RI, Surojo menyerahkan tongkat komandonya kepada Megawati Sukarnoputri, Wakil Presiden RI yang naik menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur. Posisi Surojo sebagai Kapolri kemudian digantikan oleh Jend. Pol. Drs. Da'i Bachtiar.
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ada pengangkatan Komisaris Jenderal Polisi aktif menjadi Jenderal Polisi aktif juga. Namun, ia tidak menduduki jabatan Kapolri untuk menggantikan Jend. Pol. Drs. Sutarman, S.I.K. Melainkan, sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (Ka. BIN). Ia adalah Jend. Pol. Tan Sri Prof. Dr. Budi Gunawan, S.H. M.Si., Ph.D.Â
Karena saat ia diajukan sebagai calon Kapolri oleh Presiden RI kepada DPR RI, ada persoalan "rekening gendut Perwira Polri" dan ia dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski kemudian tidak terbukti, ia tetap tidak jadi diangkat sebagai Kapolri. Sebagai penghormatan, Budi kemudian dinaikkan juga pangkatnya menjadi jenderal berbintang empat dan diangkat sebagai Ka. BIN. Meski tak lama setelah dilantik, ia kemudian purnawira sebagai anggota Polri aktif.
Selain para anggota aktif yang merintis karier dari bawah, ada pula pangkat tituler. Sebenarnya secara kebahasaan, artinya sama-sama kehormatan. Hanya saja ada perbedaannya. Di sini siapa saja bisa diberikan, dengan pertimbangan khusus.
Kita tahu saat ini ada Deddy Corbuzier yang diberikan pangkat "tituler". Sehingga selebritas itu nama lengkpanya menjadi Letkol Inf. (Tit.) Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo, S.Psi., M.Psi., Ph.D. Satu nama terkenal lain adalah Idris Sardi. Violinis terkemuka Indonesia itu juga mendapatkan pangkat sama seperti Deddy.
Namun, kepada penerima pangkat tituler ini, diberikan tugas khusus. Kepada Deddy, kita melihat ia diberikan tugas hubungan masyarakat (humas). Kegiatannya ditujukan untuk menumbuhkan citra baik TNI di masyarakat. Sementara Idris, ia diminta membina Korps Musik Mabes TNI. Kita sempat melihat anggota TNI binaan Idris Sardi beberapa kali tampil di Istana Negara saat perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di masa Orba.
Pada masa awal Orba, ada seorang guru besar dari Universitas Indonesia (UI) yang pernah mendapatkan pangkat tituler. Dia adalah Brigadir Jenderal TNI (Tit.) Prof. Dr. Raden Panji Nugroho Notosusanto. Meski pernah menjadi anggota Tentara Pelajar (TP), sebenarnya Nugroho adalah kalangan sipil. Ia diangkat menjadi Brigadir Jenderal tituler dengan SK Panglima AD No. Kep. 1994/12/67. Salah satu sebabnya karena sejak 1964 ia ditugaskan sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI, sebuah institusi militer.