Mohon tunggu...
Betty Khairunnisa
Betty Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi STID Mohammad Natsir

tertarik menguasai banyak bahasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Kejatuhan Turki dengan Peran Islam Politik Indonesia

6 Agustus 2024   07:12 Diperbarui: 6 Agustus 2024   07:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Namun disamping dampak positif itu, tentu saja ada juga dampak negatif yang ditimbulkan dari kejatuhan Turki utsmani ini. Masa perpindahan dari Kekhalifahan Utsmani ke Republik Turki diwarnai dengan ketidakstabilan politik, termasuk konflik internal dan perang kemerdekaan. Selama periode ini, ada banyak kekacauan dan kekerasan yang mempengaruhi masyarakat. Beberapa kelompok etnis dan agama, seperti Yunani dan Armenia mengalami pengusiran dan kekerasan yang meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. 

Dengan kejatuhan Kekhalifahan Turki Utsmani, wilayah yang pernah menjadi bagian dari kekhalifahan tersebut terbagi menjadi beberapa negara baru, termasuk negara-negara yang menjadi mandatori Inggris, Prancis dan negara-negara lain di Timur Tengah. Ini menyebabkan perubahan geopolitik yang signifikan dan konflik berkepanjangan di kawasan tersebut. Ekonomi kekhalifahan yang sudah melemah akibat perang dunia pertama dan keruntuhan politik menjadi semakin tertekan selama transisi menuju republik yang kemudian memerlukan waktu untuk pemulihan dan stabilisasi.

Kejatuhan Keklilafahan Utsmani dan pembentukan Republik Turki oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme dan model reformasi modernis yang menarik perhatian perhatian banyak kalangan di dunia Islam, termasuk Indonesia. Gerakan nasionalis di Indonesia terinspirasi oleh semangat perlawanan dan perubahan yang terjadi di Turki. Perubahan yang diterapkan oleh Ataturk, sekalipun itu sekuler, mampu memberikan inspirasi bagi sebagian pemikir dan aktivis Islam di Indonesia untuk memikirkan kembali peran Islam dalam politik dan masyarakat. Beberapa kelompok berusaha memadukan nilai-nilai Islam dengan ide-ide modern dan nasionalisme. Pengaruh Turki Utsmani juga terlihat dalam kemunculan beberapa organisasi Islam di Indonesia yang mencoba untuk menyeimbangkan antara modernisasi dan tradisi. Contohnya seperti organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang meskipun telah ada sebelumnya, namun kedua organisasi ini semakin menegaskan peran mereka dalam konteks nasionalis dan modernis setelah kejatuhan Turki Utsmani. Organisasi-organisasi ini dalam menghadapi perubahan geopolitik dan sosial mulai menyesuaikan arah politik mereka, yaitu dengan dorongan untuk memperkuat posisi Islam dalam politik lokal dan nasional tanpa meniru secara langsung model Turki Utsmani.

Kejatuhan Turki Utsmani dan penerapan sekularisme di Turki menimbulkan perdebatan di kalangan pemikir dan politisi Muslim di Indonesia mengenai hubungan antara negara dan agama. Beberapa kelompok menganggap sekularisme sebagai ancaman terhadap nilai-nilai Islam, sementara yang lain melihatnya sebagai langkah menuju modernisasi dan kemajuan. Dalam konteks ini, muncul perdebatan antara mereka yang mendukung pemisahan agama dari urusan negara dan mereka yang mendorong penerapan hukum Islam dalam sistem politik. Ini mencerminkan dinamika pemikiran politik Islam yang terus berkembang di Indonesia. Kejatuhan Turki Utsmani memotivasi banyak gerakan anti-kolonial di dunia Islam, termasuk di Indonesia. Aktivis dan pemimpin nasionalis Indonesia melihat momentum ini sebagai dorongan untuk memperjuangkan kemerdekaan dari kekuasaan kolonial Belanda. 

Konteks global dan lokal dalam periode tersebut memperkuat semangat nasionalisme di Indonesia. Pengaruh dari Turki Utsmani dan perubahan politik di Timur Tengah memperkaya perspektif para pemimpin Indonesia dalam merumuskan strategi politik untuk kemerdekaan.  Meski ada resistensi terhadap sekularisme, ide-ide modernisasi yang datang dari pengalaman Turki Utsmani mempengaruhi berbagai aspek sosial dan budaya di Indonesia. Reformasi dalam pendidikan, hukum dan sosial mendapat perhatian yang lebih besar seiring dengan pergeseran menuju masyarakat yang lebih modern. Pembaharuan di Turki menginspirasi diskusi tentang reformasi sosial di Indonesia, termasuk isu-isu seperti pendidikan dan kemajuan sosial yang sering kali dihubungkan dengan interpretasi modern dari nilai-nilai Islam.

Berbicara tentang kemajuan suatu negeri, maka makna maju disini harus kita pahami dengan benar terlebih dahulu. Apakah makna maju disini berarti kemajuan secara materi atau hal lainnya. Jika kita melihat cara pandang Barat, tentu saja yang mereka pahami dengan kemajuan adalah tentang materi, yaitu dilihat dari perkembangan teknologi mereka, padahal secara akhlak, negara itu sebenarnya hancur karena paham kebebasan yang mereka anut. Dalam Islam tidak demikian. Islam memandang kemajuan peradaban suatu bangsa adalah ketika ia dipenuhi dengan ilmu pengetahuan dan akhlak. Karena ketika keimanan memenuhi jiwa manusia-manusia di suatu negeri maka adab akan terbentuk dan menjadikan mereka mencintai ilmu dan berjiwa pengorbanan. 

Mereka tidak akan berani melakukan perkara-perkara yang merugikan negaranya, karena dengan adab yang mereka miliki, tujuan mereka membangun suatu negeri adalah karena suatu kewajiban. Maka, tidak akan ada orang-orang dzalim yang malah merusak suatu negeri. Dengan dua hal inilah Islam bisa bangkit kembali untuk menebarkan cahaya Islam di berbagai penjuru dunia. Maka, reposisi peran dan posisi umat Islam dalam ranah politik penting untuk diperhatikan bagi seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Karena dengan masuk ke ranah politik Islam akan lebih mudah untuk melebarkan eksistensinya. Dengan besarnya pengaruh Islam politik di suatu pemerintahan maka akan lebih banyak celah untuk pemikiran dan nilai-nilai Islam dapat diterapkan.

Peran Islam politik di Indonesia dapat dihambat oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, budaya dan agama dengan tingkat yang sangat tinggi. Perbedaan ini seringkali memunculkan tantangan dalam menerapkan agenda politik berbasis Islam secara menyeluruh, karena kebijakan yang terlalu menekankan aspek-aspek agama tertentu bisa menyebabkan ketidakpuasan di kalangan kelompok-kelompok non-Muslim dan minoritas. Di berbagai daerah di Indonesia, kepentingan lokal dan tradisi budaya sering kali berbeda dengan pandangan politik Islam nasional. Perbedaan ini dapat menimbulkan ketegangan dan memperumit penerapan kebijakan berbasis Islam secara universal.

 Meskipun Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim, konstitusi dan sistem hukum Indonesia secara resmi bersifat sekuler. Sekularisme ini mengatur bahwa negara tidak memihak agama tertentu dalam urusan pemerintahan. Hal ini dapat membatasi ruang gerak bagi politik Islam untuk diterapkan dalam kebijakan publik. Di Indonesia, terdapat berbagai ideologi politik yang bersaing, seperti nasionalisme sekuler, sosialisme dan liberalisme. Persaingan ini sering kali membuat partai-partai politik berbasis Islam harus berkompromi untuk bisa berkoalisi dengan partai lain yang dapat mengurangi kekuatan dan pengaruh agenda politik Islam.

Di kalangan umat Islam di Indonesia sendiri terdapat berbagai aliran dan pandangan yang berbeda. Konflik antara kelompok-kelompok ini, seperti antara kalangan konservatif dan moderat tentu juga dapat menghambat kesepakatan dan kemajuan dalam agenda politik Islam. Belum lagi dengan kasus-kasus radikalisasi dan terorisme yang mengatasnamakan Islam yang seringkali menyebabkan citra negatif terhadap politik Islam di Indonesia. Hal ini dapat membuat masyarakat umum dan pemerintah lebih berhati-hati dalam mendukung atau menerapkan kebijakan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam.

Keterbatasan dalam pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia di bidang politik Islam juga dapat menghambat kemampuan partai-partai politik berbasis Islam untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang efektif. Banyak partai politik berbasis Islam mengalami kesulitan dalam hal pendanaan dan dukungan logistik. Kekurangan sumber daya ini dapat membatasi kemampuan mereka untuk beroperasi secara efektif dan mempengaruhi pemilih. Sistem demokrasi di Indonesia memungkinkan berbagai partai politik untuk bersaing. Dalam proses pemilihan umum, partai politik berbasis Islam harus bersaing dengan partai-partai lain yang mungkin memiliki agenda politik yang berbeda. Hal ini bisa mengakibatkan politik Islam menjadi minoritas dalam sistem pemerintahan. Untuk mencapai kekuasaan, partai-partai politik di Indonesia sering kali perlu membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Proses ini seringkali memerlukan kompromi yang dapat mengurangi kekuatan agenda politik Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun