Sementara makna lainnya, bukan yang pertama, namun yang utama, adalah tentang Tauhid. Sang Aku ingin kembali pada Tuhannya setelah merasa salah langkah dalam perjalanan hidupnya. Ia ingin pulang, kembali ke jalan yang benar. Namun Sang Aku ragu, mungkinkah masih ada ‘pintu’ maaf untuknya yang telah banyak berbuat salah? Adakah ampunan baginya yang telah meninggalkan jalaln yang benar hingga ‘mematahkan kunci kedamaian hidup’ nya sendiri?
Sang aku menjerit dalam jiwanya, dibalik lukanya,
Aku harus pulang
Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Aku harus pulang
Pada akhirnya, hasil tafakur saya mengatakan, ini adalah tentang Tauhid Uluhiyah. Keinginan ‘pulang’ dan rasa bersalah bertempur dihatinya. Namun ia yakin, satu-satunya solusi dari kagalauan hati, hanyalah ilahi. Sebab itulah Sang Aku harus pulang.
Sebab tiada daya dan upaya selain pertolongan dari Allah.
Hanya Allah.
Satu-satunya tempat kembali, satu-satunya tempat berserah diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H