Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Puisi Sedunia, Perayaan Semangat Kreatif Pikiran Manusia

21 Maret 2018   09:44 Diperbarui: 21 Maret 2018   17:31 2499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah buku kumpulan puisi karya para penyair Indonesia. (Foto: BDHS)

Hari Puisi kembali dirayakan di seluruh dunia pada 21 Maret 2018 ini. Pemilihan tanggal 21 Maret itu disetujui dalam sidang sesi ke-30 UNESCO (United Nations Education, Scientific, and Cultural Organizationatau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dari Perserikatan Bangsa Bangsa) yang dilakukan di Paris pada 1999. Peringatan pertama World Poetry Day atau Hari Pusi Sedunia itu dilakukan pada 21 Maret 2000. Berarti saat ini merupakan peringatan ke-18 Hari Puisi Sedunia.

PBB melalui UNESCO menyatakan bahwa puisi menegaskan kembali kemanusiaan bersama kita dengan mengungkapkan kepada kita bahwa setiap individu, di mana pun di dunia ini, memiliki pertanyaan dan perasaan yang sama. Puisi selama berabad-abad dapat mengomunikasikan nilai-nilai terdalam dari beragam budaya. Dalam merayakan Hari Puisi Sedunia, UNESCO mengakui kemampuan unik dari puisi untuk menangkap semangat kreatif dari pikiran manusia.

Salah satu tujuan utama peringatan tersebut adalah untuk mendukung keragaman bahasa melalui ekspresi puitis dan untuk menawarkan kesempatan memperdengarkan bahasa langka di dalam komunitas-komunitas yang ada. Perayaan Hari Puisi Sedunia juga dimaksudkan untuk mendorong kembali ke tradisi lisan resital puisi, untuk mempromosikan berbagai kandungan pendidikan yang ada dalam puisi.

Untuk mengembalikan dialog antara puisi dan seni lainnya seperti teater, tarian, musik, dan lukisan, dan juga mendukung para penerbit agar puisi tampil menarik di media massa. Pada gilirannya, puisi tidak lagi dianggap sebagai bentuk seni usang, tapi juga memungkinkan masyarakat secara keseluruhan untuk mendapatkan (jatidiri) mereka kembali dan menegaskan identitas masing-masing.

World Poetry Day 21 March. (Foto: pakistan.com.pk)
World Poetry Day 21 March. (Foto: pakistan.com.pk)
Itulah hal-hal yang mendasari PBB menetapkan 21 Maret sebagai Hari Puisi Sedunia. Satu hal lagi yang juga sering dibincangkan adalah puisi sebagaimana aktivitas seni lainnya, membuat pelakunya --baik penulis puisi yaitu penyair maupun pembaca puisi-- mengasah jiwa seni masing-masing yang membuat tiap orang menjadi lebih berbudi pekerti yang baik.

Penulis sendiri selama kurun beberapa hari ini telah membuat sejumlah puisi yang salah satunya ditampilkan di sini untuk menyambut Hari Puisi Sedunia. Puisi yang sekaligus menggambarkan perjalanan sejarah kehidupan manusia yang sangat erat kaitannya dengan semangat kreatif pikiran manusia, berjudul "Dari Tepian Sungai":


Dari yupa-yupa di tepian Muara Kaman

dari bongkah batu alami di sisi Sungai Ciaruteun

dari situlah Mulawarman dan Purnawarman bersabda

menitah ukir aksara Pallawa pada prasasti-prasasti penanda awal

zaman sejarah bermula di negeri ini.


Pun sebelumnya

dari tepian, sisi, dan pinggir sungai

peradaban bermula ketika

manusia-manusia pemburu dan pengumpul makanan menetap

sambung-menyambung dengan keturunannya

di masa bercocok tanam dan perundagian

tetap tepian, sisi, dan pinggir sungai jadi pilihan bermukim.

Bermula dari mata air

kehidupan demikian adanya

sejak nenek moyang sampai

anak cucu cicit terus ke sini

yang tercatat dan terbaca kisahnya

dari tepian, sisi, dan pinggir sungai.


Museum Nasional Indonesia - Jakarta, 18 Maret 2018

Replika Prasasti Ciaruteun di Museum Nasional Indonesia. Prasasti aslinya masih ada di lokasi sebenarnya di tepian Sungai Ciaruteun, Bogor, Jawa Barat. (Foto: BDHS)
Replika Prasasti Ciaruteun di Museum Nasional Indonesia. Prasasti aslinya masih ada di lokasi sebenarnya di tepian Sungai Ciaruteun, Bogor, Jawa Barat. (Foto: BDHS)
Puisi ini lahir ketika mengikuti lokakarya "Sinau Aksara dan Bedah Prasasti" yang dilaksanakan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) di Museum Nasional Indonesia di Jakarta pada Minggu, 18 Maret 2018. Tergerak oleh kenyataan bahwa baris-baris kalimat pada prasasti-prasasti di tepian Muara Kaman (Kalimantan Timur) dan Sungai Ciaruteun (Jawa Barat) itu sebenarnya mirip dengan baris dan lirik puisi, maka lahirlah puisi "Dari Tepian Sungai" itu.

Prasasti-prasasti yang juga menggambarkan semangat kreatif pikiran manusia masa lalu seperti semangat kreatif pikiran manusia di masa apa saja --dari dulu sampai sekarang dan nanti ke masa depan-- yang melahirkan puisi-puisi.

Selamat Hari Puisi Sedunia, 21 Maret 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun