Hari Puisi kembali dirayakan di seluruh dunia pada 21 Maret 2018 ini. Pemilihan tanggal 21 Maret itu disetujui dalam sidang sesi ke-30 UNESCO (United Nations Education, Scientific, and Cultural Organizationatau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dari Perserikatan Bangsa Bangsa) yang dilakukan di Paris pada 1999. Peringatan pertama World Poetry Day atau Hari Pusi Sedunia itu dilakukan pada 21 Maret 2000. Berarti saat ini merupakan peringatan ke-18 Hari Puisi Sedunia.
PBB melalui UNESCO menyatakan bahwa puisi menegaskan kembali kemanusiaan bersama kita dengan mengungkapkan kepada kita bahwa setiap individu, di mana pun di dunia ini, memiliki pertanyaan dan perasaan yang sama. Puisi selama berabad-abad dapat mengomunikasikan nilai-nilai terdalam dari beragam budaya. Dalam merayakan Hari Puisi Sedunia, UNESCO mengakui kemampuan unik dari puisi untuk menangkap semangat kreatif dari pikiran manusia.
Salah satu tujuan utama peringatan tersebut adalah untuk mendukung keragaman bahasa melalui ekspresi puitis dan untuk menawarkan kesempatan memperdengarkan bahasa langka di dalam komunitas-komunitas yang ada. Perayaan Hari Puisi Sedunia juga dimaksudkan untuk mendorong kembali ke tradisi lisan resital puisi, untuk mempromosikan berbagai kandungan pendidikan yang ada dalam puisi.
Untuk mengembalikan dialog antara puisi dan seni lainnya seperti teater, tarian, musik, dan lukisan, dan juga mendukung para penerbit agar puisi tampil menarik di media massa. Pada gilirannya, puisi tidak lagi dianggap sebagai bentuk seni usang, tapi juga memungkinkan masyarakat secara keseluruhan untuk mendapatkan (jatidiri) mereka kembali dan menegaskan identitas masing-masing.
Penulis sendiri selama kurun beberapa hari ini telah membuat sejumlah puisi yang salah satunya ditampilkan di sini untuk menyambut Hari Puisi Sedunia. Puisi yang sekaligus menggambarkan perjalanan sejarah kehidupan manusia yang sangat erat kaitannya dengan semangat kreatif pikiran manusia, berjudul "Dari Tepian Sungai":
Dari yupa-yupa di tepian Muara Kaman
dari bongkah batu alami di sisi Sungai Ciaruteun
dari situlah Mulawarman dan Purnawarman bersabda
menitah ukir aksara Pallawa pada prasasti-prasasti penanda awal
zaman sejarah bermula di negeri ini.
Pun sebelumnya
dari tepian, sisi, dan pinggir sungai
peradaban bermula ketika
manusia-manusia pemburu dan pengumpul makanan menetap
sambung-menyambung dengan keturunannya
di masa bercocok tanam dan perundagian
tetap tepian, sisi, dan pinggir sungai jadi pilihan bermukim.
Bermula dari mata air
kehidupan demikian adanya
sejak nenek moyang sampai
anak cucu cicit terus ke sini
yang tercatat dan terbaca kisahnya
dari tepian, sisi, dan pinggir sungai.
Museum Nasional Indonesia - Jakarta, 18 Maret 2018
Prasasti-prasasti yang juga menggambarkan semangat kreatif pikiran manusia masa lalu seperti semangat kreatif pikiran manusia di masa apa saja --dari dulu sampai sekarang dan nanti ke masa depan-- yang melahirkan puisi-puisi.
Selamat Hari Puisi Sedunia, 21 Maret 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H