Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pos Militer Surakarta

4 Juli 2017   15:33 Diperbarui: 5 Juli 2017   10:32 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prangko terlangka dari Indonesia. (Foto: twitter.com)

Alarm dari telepon seluler Benny berbunyi. Malas-malasan Benny bangun dari tidurnya mengambil ponselnya untuk mematikan alarm. Sekilas dilihatnya beberapa pesan WA masuk. Salah satunya dari Bambang. "Benar-benar membosankan...," tulis Bambang melalui WA.

Benny bingung sejenak, tapi kemudian tersenyum. Apalagi setelah dia membaca pesan berikutnya dari Bambang, sahabatnya sesama lulusan sarjana arkeologi dari universitas ternama di Indonesia.

"Boleh juga bikin kalimat sandinya, pasti lu belajar di Pramuka ya," tulis Bambang.

Ya, kalimat sandi yang diselipkan Benny dalam cerita pendeknya "Orane-orane" memang salah satu yang dipelajari melalui Gerakan Pramuka. Sejak kecil -- tepatnya sejak berusia 8 tahun -- Benny telah menjadi anggota organisasi pendidikan nonformal itu. Sampai kini pun, dia masih aktif menjadi Pelatih Pembina Pramuka, membagi pengalaman dan pengetahuannya kepada para Pembina Pramuka, untuk kemudian diterapkan dalam pendidikan kepramukaan di tempat masing-masing.

Sejak usia 8 tahun sampai kini di usianya menjelang 50 tahun, Benny tetap aktif di kepramukaan. Sampai-sampai sebagian temannya, termasuk Bambang, kadangkala mengejeknya, "Pramuka tua nih ye".

Paling-paling Benny hanya tertawa diejek begitu. Apalagi dengan Bambang, sahabatnya sejak menjadi mahasiswa di jurusan arkeologi. Bambang dua tahun lebih dulu menjadi mahasiswa, namun sejak Benny masuk keduanya telah menjadi sahabat akrab. Dua-duanya senang menulis, dan keduanya pun senang mengoleksi prangko serta benda filateli lainnya.

Klop sudah.

Tapi ingat Bambang, apalagi baru saja di mengirim pesan WA, membuat Benny teringat pula janji kepada sahabatnya itu. Beberapa waktu lalu, Bambang pernah meminta bantuan Benny untuk menjualkan koleksi prangko milik kakeknya. Bambang menerima koleksi itu dari neneknya, setelah setahun lalu sang kakek meninggal dunia.

Meskipun senang mengoleksi benda filateli, tetapi Bambang sebenarnya lebih senang mengoleksi sampul-sampul filateli saja. Sampul filateli adalah amplop yang dibuat khusus untuk para kolektor prangko. Ada yang disebut Sampul Hari Pertama atau disingkat SHP. Ini adalah sampul yang di bagian kiri depan dicetak gambar dan tulisan terkait prangko yang baru diterbitkan. Prangko baru itu ditempel di bagian kanan atas sampul tersebut, lalu diberi cap pos khusus Hari Terbit Pertama. Biasanya cap atau stempel pos itu ada gambar yang juga terkait dengan prangko baru tersebut.

Selain SHP, ada juga yang disebut Sampul Peringatan atau SP. Ini adalah sampul filateli untuk memperingati suatu peristiwa, yang tidak diterbirkan prangkonya secara khusus. Bisa peristiwa berupa pameran filateli, ulang tahun sebuah kota atau instansi tertentu, pertemuan atau kongres dari suatu organisasi, dan sebagainya. Seperti juga SHP, pada SP di bagian kiri depan sampul itu dicetak gambar dan tulisan terkait peristiwa yang diperingati. Lalu di bagian kanan atas sampul tersebut ditempel prangko, yang sedapat mungkin sama tema atau senada dengan peristiwa yang diperingati. Misalnya, SP HUT Kota Jakarta ditempel prangko dengan gambar Monas yang pernah terbit sebelumnya, atau SP Festival Flora dan Fauna ditempel prangko bergambar tumbuhan atau hewan yang masih tersedia. Baru kemudian diberi cap atau stempel pos khusus terkait peristiwa tersebut.

Bagi Bambang, mengoleksi sampul-sampul filateli lebih mudah disimpan dan dirawat. Cukup dimasukkan ke dalam plastik bening, terutama jenis plastik OPP, dan kemudian tinggal disimpan. Sesekali dikeluarkan dari tempat penyimpanan, sambil dilihat kembali sekaligus diangin-anginkan. Sudah itu saja, tak perlu repot.

Itulah yang menjadi sebab bagi Bambang menyerahkan satu tas milik kakeknya kepada Benny. Di dalamnya berisi berbagai prangko, ada yang terbitan dalam negeri, tapi tak sedikit juga prangko luar negeri. Sebagian diselipkan saja di antara lembar-lembar buku tulis, ada yang dimasukkan ke dalam album prangko kecil, dan sebagian lainnya dimasukkan ke dalam plastik. Campur baur menjadi satu.

Bagi yang kurang mengerti koleksi prangko dan benda filateli lainnya, mungkin takjub ketika Bambang dan Benny membuka tas dan mengeluarkan prangko-prangko di dalamnya. Banyak sekali prangko lama, yang oleh masyarakat umum bisa jadi langsung dianggap berharga mahal. Misalnya, prangko-prangko Indonesia dari tahun 1960-an, yang berarti sudah berusia lebih dari 50 tahun. Padahal, sebagian harganya tetap saja terbilang murah, tak sampai Rp 10.000 setiap keping prangko. Banyak yang bahkan hanya seribu duaribu rupiah saja.

Sebaliknya, koleksi yang lebih baru, misalnya lembar kenangan atau dalam Bahasa Inggris disebut souvenir sheet Indonesia bergambar orangutan yang terbit 1989, harganya justru berkali-kali lipat lebih tinggi.

Tapi yang lebih mengagetkan Benny, saat dia lebih teliti mengecek prangko-prangko dalam tas itu, dia menemukan satu prangko yang sangat luar biasa di antara lembar-lembar buku tulis lama. Hampir saja dia melewatkan, karena warna prangko pun sudah buram, dan hanya terdiri dari satu warna saja, tidak seperti prangko zaman sekarang yang indah dan berwarna-warni.

Gemetar tangan Benny, jantungnya berdegup keras, tak percaya dia. Berulang kali ditatapnya sampai dia cukup yakin dan tanpa sadar berteriak, "Pos Militer Surakarta!".

Ya, itu adalah sekeping prangko legendaris yang dikenal dengan nama prangko Pos Militer Surakarta. Prangko Indonesia yang TERMAHAL. Ya, Benny menuliskannya dengan huruf besar kata "termahal", untuk menegaskan betapa mahalnya prangko Pos Militer Surakarta itu. Bambang sendiri belum tahu, karena waktu keduanya membuka tas berisi prangko tersebut, mereka hanya melihat sepintas saja, lalu Bambang menyerahkan tas dan isinya kepada Benny.

Timbul pikiran jahat dalam hati Benny, bagaimana kalau sebaiknya dia menyimpan saja prangko langka itu untuk diri sendiri dan tak perlu memberitahu Bambang. Toch, Bambang juga tidak tahu ada prangko tersebut. Namun lantas Benny teringat betapa Bambang sebagai sahabat yang baik, beberapa kali membantu dirinya.

Saat dirinya terlilit utang kartu kredit beberapa tahun lalu, Bambang membantu menalanginya. Benny cukup membayar secara mencicil kepada Bambang, tidak perlu membayar bunga utang lagi, seperti kalau dia harus tetap membayar ke bank penerbit kartu kredit tersebut.

Bambang juga pernah membantu Benny dalam beberapa kesempatan lainnya. Termasuk ketika keduanya mengadakan pendakian Gunung Semeru, suatu pendakian reuni dengan teman-teman sesama pencinta alam dari universitas tempat keduanya pernah kuliah. Berangkat paling akhir, Benny mengalami kejang pada kaki kanannya, uratnya tertarik dan dia hampir-hampir tak dapat berjalan. Tidak ada orang lain di situ, akhirnya Bambang dengan setengah mati membopong Benny sampai keduanya bertemu dengan pendaki lain. Baru dari situlah, Benny diangkut dengan tandu turun ke bawah dan dibawa ke puskesmas setempat.

"Ah, kuberi tahu saja Bambang," akhirnya Benny mengambil keputusan untuk menelepon Bambang, memberi tahu penemuan yang luar biasa.

Betul, ini memang penemuan luar biasa. Prangko Pos Militer Surakarta memang luar biasa dan langka. Diterbitkan pada 1949, jumlah prangko yang diterbitkan hanya 500 keping, dan dari menurut perhitungan para filatelis senior, yang tersisa kini kurang dari 50 keping. Prangko itu merupakan prangko darurat yang dicetak oleh penguasa militer di Surakarta pada perang revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia, karena tidak tersedianya prangko resmi.

Dari jumlah 500 keping itu, ternyata tidak banyak juga yang akhirnya benar-benar digunakan, ditempel di atas sampul surat atau kartu pos, dan dikirim melalui kantor pos. Sebagian lainnya tidak sempat digunakan, karena prangko-prangko resmi akhirnya tiba juga di Surakarta dan dapat dimanfaatkan untuk berkirim surat.

Demikian langkanya, tak heran bila harganya mahal sekali di kalangan kolektor. Kabarnya, sekarang harga tiap keping prangko Pos Militer Surakarta mencapai Rp 1,5 miliar. Itu untuk yang kondisi mint atau belum terpakai. Sedangkan yang used atau sudah terpakai, lebih mahal lagi, karena hanya sedikit saja yang benar-benar terpakai.

"Apa? Beneran? Wuiiihhhhh, asyiikk," begitu komentar Bambang saat menerima telepon Benny yang mengabarkan penemuan prangko langka itu.

Bambang sudah membayangkan akan membeli mobil baru, Toyota Kijang, yang akan digunakannya sebagai warung keliling. Istrinya sudah cukup lama membuka usaha katering, dan dua bulan lalu, sang istri mengemukakan niatnya untuk membuka warung keliling yang akan menjajakan makanan buatannya.

Sekarang, kalau prangko Pos Militer Surakarta itu laku dijual, tentu lebih dari cukup untuk membeli Toyota Kijang baru. Katakanlah dijual cepat dengan harga sedikit di bawah pasaran, misalnya Rp 1 miliar saja, setelah Bambang membagi hasilnya sedikit untuk Benny, masih tersisa cukup uang untuk membeli sebuah Toyota Kijang baru.

"Nanti seratus juta akan aku beri ke Benny, sisanya yang sembilan ratus juta untuk membeli mobil," begitu pikir Bambang dalam hatinya.

Seratus juta rupiah, ketika Bambang mengutarakan niat membagi hasil penjualan prangko Pos Militer Surakarta itu kepada Benny, cepat saja Benny mengangguk setuju. "Asyik, dapat seratus juta, jadi juga gue ajak istri gue keliling Eropa," komentar Benny segera sambil tertawa gembira.

Bambang ikut tertawa, padahal prangko itu belum juga dijual. Tapi keduanya yakin, prangko langka itu akan segera laku, banyak yang ingin memilikinya. Bambang dan Benny berjabat tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun