Itulah yang menjadi sebab bagi Bambang menyerahkan satu tas milik kakeknya kepada Benny. Di dalamnya berisi berbagai prangko, ada yang terbitan dalam negeri, tapi tak sedikit juga prangko luar negeri. Sebagian diselipkan saja di antara lembar-lembar buku tulis, ada yang dimasukkan ke dalam album prangko kecil, dan sebagian lainnya dimasukkan ke dalam plastik. Campur baur menjadi satu.
Bagi yang kurang mengerti koleksi prangko dan benda filateli lainnya, mungkin takjub ketika Bambang dan Benny membuka tas dan mengeluarkan prangko-prangko di dalamnya. Banyak sekali prangko lama, yang oleh masyarakat umum bisa jadi langsung dianggap berharga mahal. Misalnya, prangko-prangko Indonesia dari tahun 1960-an, yang berarti sudah berusia lebih dari 50 tahun. Padahal, sebagian harganya tetap saja terbilang murah, tak sampai Rp 10.000 setiap keping prangko. Banyak yang bahkan hanya seribu duaribu rupiah saja.
Sebaliknya, koleksi yang lebih baru, misalnya lembar kenangan atau dalam Bahasa Inggris disebut souvenir sheet Indonesia bergambar orangutan yang terbit 1989, harganya justru berkali-kali lipat lebih tinggi.
Tapi yang lebih mengagetkan Benny, saat dia lebih teliti mengecek prangko-prangko dalam tas itu, dia menemukan satu prangko yang sangat luar biasa di antara lembar-lembar buku tulis lama. Hampir saja dia melewatkan, karena warna prangko pun sudah buram, dan hanya terdiri dari satu warna saja, tidak seperti prangko zaman sekarang yang indah dan berwarna-warni.
Gemetar tangan Benny, jantungnya berdegup keras, tak percaya dia. Berulang kali ditatapnya sampai dia cukup yakin dan tanpa sadar berteriak, "Pos Militer Surakarta!".
Ya, itu adalah sekeping prangko legendaris yang dikenal dengan nama prangko Pos Militer Surakarta. Prangko Indonesia yang TERMAHAL. Ya, Benny menuliskannya dengan huruf besar kata "termahal", untuk menegaskan betapa mahalnya prangko Pos Militer Surakarta itu. Bambang sendiri belum tahu, karena waktu keduanya membuka tas berisi prangko tersebut, mereka hanya melihat sepintas saja, lalu Bambang menyerahkan tas dan isinya kepada Benny.
Timbul pikiran jahat dalam hati Benny, bagaimana kalau sebaiknya dia menyimpan saja prangko langka itu untuk diri sendiri dan tak perlu memberitahu Bambang. Toch, Bambang juga tidak tahu ada prangko tersebut. Namun lantas Benny teringat betapa Bambang sebagai sahabat yang baik, beberapa kali membantu dirinya.
Saat dirinya terlilit utang kartu kredit beberapa tahun lalu, Bambang membantu menalanginya. Benny cukup membayar secara mencicil kepada Bambang, tidak perlu membayar bunga utang lagi, seperti kalau dia harus tetap membayar ke bank penerbit kartu kredit tersebut.
Bambang juga pernah membantu Benny dalam beberapa kesempatan lainnya. Termasuk ketika keduanya mengadakan pendakian Gunung Semeru, suatu pendakian reuni dengan teman-teman sesama pencinta alam dari universitas tempat keduanya pernah kuliah. Berangkat paling akhir, Benny mengalami kejang pada kaki kanannya, uratnya tertarik dan dia hampir-hampir tak dapat berjalan. Tidak ada orang lain di situ, akhirnya Bambang dengan setengah mati membopong Benny sampai keduanya bertemu dengan pendaki lain. Baru dari situlah, Benny diangkut dengan tandu turun ke bawah dan dibawa ke puskesmas setempat.
"Ah, kuberi tahu saja Bambang," akhirnya Benny mengambil keputusan untuk menelepon Bambang, memberi tahu penemuan yang luar biasa.
Betul, ini memang penemuan luar biasa. Prangko Pos Militer Surakarta memang luar biasa dan langka. Diterbitkan pada 1949, jumlah prangko yang diterbitkan hanya 500 keping, dan dari menurut perhitungan para filatelis senior, yang tersisa kini kurang dari 50 keping. Prangko itu merupakan prangko darurat yang dicetak oleh penguasa militer di Surakarta pada perang revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia, karena tidak tersedianya prangko resmi.