Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merayakan Harmoni Kehidupan di Pasar Rakyat Bersama "Dondong Opo Salak"

21 Desember 2016   22:31 Diperbarui: 21 Desember 2016   22:34 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

adi diparingi

Dipandu sineas terkemuka Indonesia, Garin Nugroho, penyanyi Endah Sri Murwani yang lebih dikenal dengan nama panggung Endah Laras dan kelompok musik yang menyertainya, mengajak bernyanyi lirik lagu Dondong Opo Salak. Ajakan yang disambut antusias semua undangan dan Kompasianer yang hadir pada pembukaan “Festival Pasar Rakyat – Merayakan Harmoni Kehidupan” di Aula Serbaguna Bentara Budaya, Komplek Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta, 21 Desember 2016.

Sambil memainkan ukulelenya, dengan lincah Endah memandu undangan dan Kompasianer yang hadir untuk ikut bernyanyi harmoni lagu riang yang dipopulerkan oleh Kris Biantoro pada awal 1960-an itu. Lagu yang dikenal sebagai lagu tradisional anak-anak Jawa itu, ternyata juga cocok dengan perhelatan “Festival Pasar Rakyat” yang digelar oleh Kompasiana bersama Yayasan Danamon Peduli, suatu acara untuk mengangkat kembali harkat pasar rakyat.

Upaya mengangkat kembali harkat pasar rakyat sebagai “jantung” kehidupan ekonomi kerakyatan Indonesia, ditegaskan baik oleh Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, maupun Ketua Dewan Pembina Yayasan Danamon Pedui, Bayu Krisnamurthi. Hal yang sama kemudian dijelaskan oleh Garin Nugroho dengan mengambil contoh dari lirik lagu Dondong Opo Salak. Lagu yang menceritakan seorang anak diajak ibunya ke pasar, memilih buah kedondong atau buah salak atau buah duku yang kecil. Lalu perginya naik andong atau becak. Kalau di pasar si anak tidak rewel dan tidak nakal, maka ibunya akan memberi oleh-oleh, kacang dan roti.

Penyanyi Endah Laras dengan ukulelenya. (Foto: BDHS)
Penyanyi Endah Laras dengan ukulelenya. (Foto: BDHS)
Sepintas memang lagu yang ringan dan jenaka, sebagaimana juga pembawaan baik Kris Biantoro maupun Endah Laras yang bersuara merdu dan sekaligus jenaka. Tetapi ternyata, lirik lagu itu sarat makna. Lagu yang penuh harmoni dan sekaligus juga memberi banyak pelajaran tentang kehidupan.

Mau pilih buah kedondong yang kulit luarnya mulus, namun ketika dikupas ternyata buahnya berserat dan berakar, dan rasanya ada yang asam, tetapi ada juga yang agak manis. Bisa juga memilih buah salak yang kulit luarnya bersisik dan kadang ada bagian yang agak tajam bisa menusuk pada jari, tetapi buahnya mulus, meski sama seperti kedondong, ada yang asam, sepat, tetapi juga ada yang manis.

Pilihan lain adalah buah duku. Buahnya memang kecil, tetapi kulit luarnya halus, dan isinya pun halus. Meski pun ada yang asam, banyak pula yang manis. Tetapi juga harus hati-hati, karena sebagian duku ada bijinya yang karena kecil, sulit terlihat ketika memakannya. Pilihannya, makan dengan bijinya, atau cukup mengambil daging buahnya saja.

Begitulah kita belajar tentang kehidupan. Ada orang yang sekilas terlihat wajah dan tubuhnya baik, tetapi perilakunya kurang baik. Sebaliknya ada yang berwajah “seram”, namun hatinya baik dan romantis. Ada yang kecil, ada yang besar. Berbagai perilaku, terkadang tak dapat ditentukan dengan hanya melihat luarnya saja. Bak pepatah dalam Bahasa Inggris, “don’t judge the book by its cover”.

Naik Andong atau Becak

Lalu pilihan berikutnya, ketika ke pasar mau naik andong yang menggunakan tenaga kuda, atau naik beca yang dikayuh oleh seorang manusia. Mau yang lebih cepat, atau yang lebih santai tetapi dapat melihat pemandangan sekitar dengan lebih jelas. Tetapi apa pun itu, baik andong maupun becak, jelas jalannya kalah dengan kendaraan bermotor. Jadilah, mlaku thimik-thimik, bukan sekadar jalan pelan-pelan, seperti kata pepatah “biar lambat asal selamat”, tetapi untuk mencapai sesuatu hasil yang baik, terkadang memang tak bisa cepat-cepat, harus pelan-pelan, harus melalui proses agar matang. Seperti juga buah yang dipilih, apakah itu kedondong, salak, atau duku, tentu yang dipilih yang sudah matang, apalagi kalau bisa “matang atau masak pohon”, artinya benar-benar matang di pohon, bukan dipetik lalu dipendam sampai matang.

Setiba di pasar, seperti pesan ibu, kita tidak boleh rewel dan nakal. Begitu pula dalam kehidupan ini, yang bisa kita ibaratkan sebagai “pasar”, ada yang menjual, ada yang membeli, ada yang melihat-lihat, ada petugas keamanan, ada petugas parkir, dan siapa tahu ada pula preman pasar. Nah, janganlah sedikit-sedikit kita rewel. Cepat mengeluh ketika menghadapi masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun