Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejak Dulu, Tambang untuk Kehidupan dan Kemakmuran Rakyat

13 November 2016   10:56 Diperbarui: 13 November 2016   11:05 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa batu permata hasil tambang. (Foto: BDHS)

Sejak dulu, usaha pertambangan telah dilakukan untuk kehidupan dan kemakmuran rakyat. Paling tidak itu yang saya pelajari sebagai lulusan studi Arkeologi  atau yang umum dikenal masyarakat sebagai Ilmu Kepurbakalaan dari Universitas Indonesia. Sejak masuk menjadi bagian dari almamater “Jaket Kuning” di pertengahan 1979, dari berbagai mata kuliah yang saya pelajari, terbukti bahwa bidang pertambangan sangat penting dalam kehidupan umat manusia dan membantu menjadikan masyarakat lebih makmur.

Pada zaman prasejarah, masyarakat telah menggunakan batu, keramik dan logam. Benda-benda itu dimanfaatkan untuk membuat peralatan sehari-hari maupun senjata. Kapak-kapak batu, seperti yang sekarang masih dapat ditemukan di Papua misalnya, merupakan salah satu contoh penggunaan bahan-bahan tambang untuk keperluan sehari-hari.

Awalnya, manusia masih menggunakan bahan-bahan yang ditemukan di permukaan atau dekat permukaan tanah saja. Namun belakangan, manusia mulai pula menggali atau menambang bahan-bahan dari dalam “perut” bumi. Catatan arkeologi menunjukkan sebuah gua yang disebut “Lion Cave” di Swaziland, di bagian selatan Benua Afrika, merupakan contoh pertambangan pertama manusia. Melalui pengujian C14 (radiocarbon), diperoleh data gua tersebut telah digunakan sebagai pertambangan pada sekitar 43.000 tahun silam.

Pada sekitar 4.000 tahun lalu, orang-orang Mesir telah mulai menambang emas. Teknik penambangan emas dari Mesir inilah yang kemudian ditiru dan dikembangkan di berbagai belahan dunia, seperti di Persia (sekarang Iran), Yunani, dan Romawi (sekarang Italia).

Di Indonesia sendiri, kegiatan pertambangan juga telah ada sejak lama. Kita dapat melihat contohnya antara lain pada artefak berupa mahkota raja serta keris yang bertahtakan emas dan berlian, atau berbagai perhiasan emas yang juga dapat dilihat di Museum Nasional Indonesia di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Ada yang menyebutkan bahwa awalnya emas-emas itu didatangkan dari India dan Tiongkok, namun kemudian penambangan emas pun dilakukan sendiri di Indonesia. Sudah cukup sering disebut dan diceritakan keberadaan Gunung Talamau yang disebut juga Gunung Ophir di daerah Pasaman, tempat penambangan emas yang dilakukan sejak ratusan tahun lalu.

Pasaman adalah salah satu daerah di Sumatera Barat. Ya, pada intinya Pulau Sumatera memang kaya dengan tambang emas maupun mineral berharga lainnya. Tak heran bila pulau itu pernah dijuluki Swarnadwipa, yang artinya Pulau Emas dalam Bahasa Sansekerta.

Barus, salah satu kota pantai di bagian barat Sumatera Utara, merupakan salah satu pelabuhan yang juga terkenal sebagai tempat ekspor bahan-bahan tambang di masa lalu. Selain kapur barus, catatan tertulis dari Ptolomeus yang dimuat dalam Geographia pada awal abad ke-2, menyebutkan bahwa emas juga merupakan komoditas utama yang diperdagangkan di situ, dan dibawa ke tempat-tempat lain melalui pelabuhan tersebut.

Makin ke sini, makin banyak usaha pertambangan yang dilakukan di Indonesia. Pada masa Hindia-Belanda misalnya, sejak 1850 pemerintah kolonial Belanda itu telah membentuk Dienst van het Mijnwezen atau Dinas Pertambangan yang berkedudukan di Batavia, untuk lebih mengoptimalkan penyelidikan geologi dan pertambangan menjadi lebih terarah. Saat ini, tugas tersebut diemban oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang dipimpin duet Menteri Ignasius Jonan dan Wakil Menteri Arcandra Tahar.

Dari Batu Bara Sampai Batu Akik

Berbicara tentang pertambangan, tentu tidak sekadar emas saja. Masih banyak lagi bahan tambang yang dihasilkan oleh bumi Indonesia. Di luar emas, mungkin yang paling banyak dibicarakan adalah minyak dan gas bumi (migas). Walaupun saat ini, harus diakui bahwa cadangan migas Indonesia tidak terlalu banyak lagi, dan menurut data terakhir hanya sekitar 0,2 persen dari cadangan minyak seluruh dunia.

Bahan-bahan tambang lainnya adalah batu bara yang terbentuk dari sisa tetumbuhan di masa lalu. Sisa-sisa tetumbuhan itu kemudian mengendap dalam lapisan tanah dan menjadi fosil. Tak heran bila ada juga yang menyebut batu bara sebagai batu fosil.

Timah dan bijih besi juga merupakan bahan tambang yang ada di negeri ini. Bahkan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kandungan timah terbesar di dunia. Data yang dirilis empat tahun lalu (2012) menyebutkan, Indonesia menghasilkan timah sebanyak 300.000 ton setiap tahunnya. Disusul dengan Malaysia sebanyak 200.000 ton pertahun, juga Bolivia dan Thailand yang menghasilkan timah sebanyak Malaysia.

Tembaga juga merupakan bahan tambang yang banyak dihasilkan Indonesia. Bahan tambang itu banyak terdapat di Papua dan beberapa tempat lainnya. Demikian pula nikel, yang dalam penggunaannya dicampur dengan besi menjadi bahan anti karat maupun baja, terdapat pula di negeri ini, khususnya di daerah Soroako, Sulawesi Selatan.

Selain itu, batu-batu permata seperti berlian dan batu permata lainnya, terdapat pula di sejumlah tempat di Indonesia. Apalagi sejak tren “batu akik” muncul sekitar 2-3 tahun lalu, penambangan batu-batu permata makin gencar dilakukan di berbagai daerah.

Kemakmuran Masyarakat

Banyaknya usaha dan jenis bahan pertambangan di Indonesia, jelas menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan memang membantu kehidupan manusia dan sekaligus dapat membantu meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Bijih besi yang banyak ditambang di Cilegon, Banten, misalnya, dapat digunakan untuk membuat berbagai peralatan. Mulai dari peralatan sehari-hari sampai peralatan dengan teknologi tinggi. Bahkan batu bara yang sekadar dibakar saja, juga bermanfaat untuk banyak hal. Mulai dari keperluan di rumah tangga sebagai pengganti minyak tanah, sampai yang berskala besar untuk membantu mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) misalnya.

Di samping bahan-bahan tambang itu yang membantu memakmurkan masyarakat, perusahaan-perusahaan pertambangan yang berskala besar pun tentu saja wajib membantu upaya kemakmuran masyarakat, terutama masyarakat di sekitar tempat aktivitas pertambangan tersebut.

PT Pertamina (Persero) misalnya mempunyai unit CSR (Corporate Social Responsibility) yang mempunyai visi “menuju kehidupan yang lebih baik”, dan misi “ melaksanakan komitmen korporat atas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang akan memberikan nilai tambah kepada semua pemangku kepentingan untuk mendukung pertumbuhan perusahaan, serta melaksanakan tanggung jawab korporat dan kepedulian sosial untuk sebuah pembangunan masyarakat yang berkelanjutan”. Upaya yang dilakukan mulai dari bidang pendidikan, pembangunan masyarakat, kesehatan, dan lingkungan.

Hal serupa juga bisa dilihat di perusahaan-perusahaan pertambangan lainnya, seperti PT Vale Indonesia Tbk yang dulunya bernama PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco). Perusahaan ini juga menyediakan bantuan fasilitas kesehatan untuk pegawai dan masyarakat di sekitar Soroako, serta program magang bagi penduduk setempat.

Brosur Institut Pertambangan Nemangkawi. (Foto: BDHS)
Brosur Institut Pertambangan Nemangkawi. (Foto: BDHS)
Contoh lain adalah PT Freeport Indonesia. Pihak perusahaan itu mendirikan Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN). Tujuan lembaga pendidikan tersebut adalah menyediakan program pra-magang, magang, dan kesempatan pengembangan karier lanjutan, terutama tentunya bagi putera dan puteri Papua.

Dibangun di lahan seluas 6 hektare, IPN memiliki perpustakaan teknis, tiga blok ruang kelas, dan dua bengkel besar. Juga tersedia tiga area simulasi tambang bawah tanah dalam skala penuh, sehingga mereka yang belajar di IPN berkesempatan melakukan praktik lapangan dengan baik.

Setidaknya ada lebih dari 300 instruktur di IPN yang telah terakreditasi secara internasional. Mereka inilah yang membantu pendidikan para siswa, yang juga berkesempatan mencoba 10 simulator dan 20 truk serta alat  berat, yang nantinya harus mampu dikuasai dan dikendalikan mereka yang bekerja di bidang pertambangan.

Hal lainnya yang dibangun adalah Lapangan Terbang Mulu. Terletak di Tsinga, lapangan terbang itu terletak di ketinggian 1950 meter di atas permukaan laut. Bila sebelumnya orang harus berjalan dari Tsinga ke Timika  dan memerlukan waktu empat hari, dengan adanya lapangan terbang itu waktu tempuh diperpendek hanya 15 menit saja dengan menggunakan pesawat terbang.

Tersedia dua kali penerbangan tiap minggunya, rute Tsinga-Timika dilayani oleh pesawat Pilatus Porter milik Susi Air. Harga tiketnya pun sampai saat ini masih disubsidi oleh PT Freeport Indonesia, sehingga setiap penumpang cukup membayar Rp 175.000.

Ini hanya sedikit dari contoh-contoh upaya perusahaan pertambangan dan dunia pertambangan umumnya, dapat membantu kehidupan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Suatu upaya yang perlu terus dikembangkan, sehingga “tambang untuk kehidupan (dan kemakmuran) rakyat” bukan sekadar slogan, tetapi terbukti nyata bagi seluruh lapisan anak bangsa di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun