“Ada Kapten Haddock,” cetus seorang ibu yang datang dengan anaknya ke acara peringatan Hari Anak Jakarta Membaca (Hanjaba) di Balai Kota DKI Jakarta, Sabtu, 17 September 2016, pagi hari.
Ibu tersebut melihat seseorang berpenampilan seperti Kapten Haddock lengkap dengan kostumnya, topi pelaut, dan pipa di mulut. Walaupun pipa itu tidak digunakan, hanya sekadar ditempelkan di mulut “sang Kapten”. Dalam istilah masa kini, orang berpenampilan seperti Kapten Haddock itu disebut cosplayer atau orang yang senang melakukan cosplaying, gabungan dua kata “costume” dan “playing”. Bermain-main dengan kostum, demikian terjemahan bebasnya.
Tak pelak, kehadiran orang berpenampilan Kapten Haddock itu menarik minat banyak pengunjung Balai Kota DKI Jakarta untuk berfoto bersama. Tapi aslinya, siapakah Kapten Haddock itu? Dia adalah salah satu karakter penting dari kisah “Petualangan Tintin” (The Adventures of Tintin). Kisah dalam bentuk cerita bergambar karya Herge, komikus asal Belgia, yang sudah terkenal dan diterjemahkan lebih dari 50 bahasa di dunia, termasuk ke dalam Bahasa Indonesia.
Tentu saja, Tintin tidak hanya berdua Snowy. Ada sahabat-sahabat lainnya dalam kisah itu. Misalnya, Kapten Haddock, seorang pelaut tua yang kelihatannya galak dan pemarah, namun sebenarnya sangat setia kawan dan selalu membela kebenaran. Tokoh lain adalah Profesor Calculus (dalam terjemahan lain disebut Profesor Turnesol), yang terkadang linglung dan mempunyai masalah dengan pendengarannya, namun terampil menciptakan berbagai peralatan untuk menunjang ekspedisi yang dilakukan Tintin dan kawan-kawan.
Ada lagi detektif kembar, Thompson dan Thomson (dalam terjemahan lain disebut Dupont dan Dupond). Meski kadangkala ceroboh, namun keberadaan duo detektif ini memperkaya kisah “Petualangan Tintin”, karena mereka pun berhasil juga membongkar kejahatan yang ada. Masih banyak tokoh lainnya, seperti Nestor, si pelayan setia, lalu Bianca Castafiore, penyanyi dengan suara amat tinggi, dan lainnya.
Edisi terjemahan Bahasa Indonesia dulu sempat diterbitkan oleh PT Indira, namun kini diterbitkan kembali oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Setiap orang mempunyai serial favorit dari 24 buku komik kisah “Petualangan Tintin” yang pernah terbit itu. Namun bagi orang Indonesia, kisah berjudul “Penerbangan 714 ke Sydney” mungkin yang paling menarik.
Judulnya memang ada nama kota Sydney, namun kisahnya keseluruhan terjadi di Indonesia. Diawali dengan Tintin dan kawan-kawan mendarat di Bandar Udara (Bandara) Kemayoran, untuk transit ke Sydney, Australia. Namun saat mereka berpindah pesawat ke pesawat pribadi milik seorang miliuner, pesawat itu dibajak melewati Makassar, dan berakhir di Pulau Bompa-bompa. Nama pulau ini memang fiktif, namun di situ ada binatang prasejarah yang bernama Komodo.
Secara tak langsung, kisah “Penerbangan 714 ke Sydney” ikut mempopulerkan nama Indonesia di seluruh dunia. Termasuk mempopulerkan keberadaan Bandara Kemayoran, yang bisa dikatakan bandara komersial internasional pertama di Indonesia. Bandara itu mulai menerima pesawat-pesawat udara dari luar Indonesia sejak akhir 1930-an dan awal 1940-an. Operasi bandara itu baru dihentikan pada 1985, setelah sempat aktivitas penerbangan internasional ke dan dari Jakarta dipindahkan ke Bandara Halim Perdanakusumah, dan kemudian ke bandara baru, yaitu Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah tak lagi digunakan, kawasan Bandara Kemayoran dijadikan kawasan pemukiman, pusat bisnis, dan jalan raya. Bangunan-bangunan bekas Bandara Kemayoran satu-persatu “lenyap”. Kini, yang masih tersisa antara lain adalah bekas Menara Pengendali Lalu-lintas Udara (Air Traffic Control/ATC) Bandara Kemayoran.
Sebagai BCB, seharusnya Menara Kemayoran tetap dijaga kelestariannya. Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman, bangunan itu nyaris terlantar. Semak belukar tumbuh tinggi di sekelilingnya. Menyadari hal itu, Komunitas Tintin Indonesia (KTI) sebagai wadah penggemar kisah “Petualangan Tintin” di Indonesia, tergerak untuk mempromosikan upaya penyelamatan Menara Kemayoran itu.
Bersama dengan komunitas-komunitas lain di Jakarta, termasuk komunitas pencinta sejarah, komunitas arsitek pelestari, komunitas pelaku industri penerbangan, KTI berusaha menarik perhatian Pemerintah dan masyarakat luas tentang pentingnya melestarikan Menara Kemayoran sebagai bukti sejarah penerbangan dan perkembangan kota metropolitan Jakarta.
Kehadiran Kapten Haddock di Balai Kota DKI Jakarta juga terkait upaya menarik perhatian untuk upaya pelestarian Menara Kemayoran. Ketika diberi kesempatan ikut menampilkan koleksi benda filateli dalam pameran filateli di acara peringatan Hanjaba itu, orang yang berpenampilan Kapten Haddock segera menyertakan dua koleksinya untuk ikut dipamerkan. Satu tentang kepanduan atau kepramukaan di masa Hindia-Belanda, dan satu lagi yang lebih penting adalah koleksi berjudul “Selamatkan Menara Kemayoran”.
Kesempatan hadir ketika orang berpenampilan Kapten Haddock itu menjelaskan mengenai koleksi filatelinya kepada Gubernur DKI Jakarta dan Menteri Kominfo RI. Sang Kapten Haddock juga memberikan cenderamata berupa kartu pos dan benda filateli lain kepada dua tokoh nasional itu. Salah satunya, kartu pos bergambar wajah Basuki Tjahaja Purnama dengan latar belakang Menara Kemayoran yang diterbitkan oleh KTI. Lalu ada tulisan “Together we can save Menara Kemayoran” (bersama kita bisa menyelamatkan Menara Kemayoran).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H