Sependapat .
Bahwa Budi pekerti antara lain mengucapkan terima kasih kepada pihak yang memberikan sesuatu yang bernilai .
Pihak  GMIM yang boleh dikata membentuk karakter masyarakat Minahasa, sebagai gereja yang dominan pertama kali atas seluruh etnis Minahasa sejak tahun 1830an , saya pikir turut bertanggung jawab juga atas kekurangan budi pekerti, dalam hal berterima kasih .
Indikator yang dapat dikemukakan yaitu , TIDAK ADANYA KOSA KATA TERIMA KASIH, dalam bahasa dan budaya asli Minahasa . Juga tidak ada kosa kata MINTA MAAF ( apologize , Ingg. )
Di kemudian hari ada kosa kata Taruma kase , adalah pengaruh akulturasi budaya dari etnis lainnya di Indonesia bahkan dari budaya asing . Dankje wel , thank you dan lain-lain.
Mungkin fokus pengajaran para zending pertama kali di Langowan dan Tondano , lebih menekankan pada Kekudusan dan berbuat benar  dan kebenaran otomatis sebagai berbuat baik , sehingga membentuk karakter superior. Tidak boleh salah dan berkewajiban berbuat baik memberi ...memberi.... memberi. ( Kis 20 : 35B ).
Maka tidak terinternalisasi budaya berterima kasih dan meminta maaf.
Semua umat kan WAJIB memberi dan berbuat baik dan benar.
Maka mgkin saling menerima itu karena wajib saling memberi. Tidak usah mengucapkan terima kasih. Para zending mgkin lupa menitik-beratkan pengajaran kepada bersyukur dan berterima kasih waktu itu .
Padahal justru intinya kekristenan adalah bersyukur berterimakasih kepada Tuhan atas karunia-Nya yang telah lebih dulu Dia curahkan, melalui turunnya Tuhan Jesus ke dunia.
Dan setiap umat wajib berbuat BENAR , kalau tidak berakibat dosa , yang akan dihakimi Tuhan . Bukan manusia , maka tidak wajib minta maaf antar manusia.