Pejabat, pengusaha, pekerja, rakyat, banyak dari mereka yang menganggap korupsi sebagai hal yang biasa-biasa saja. Padahal korupsi adalah salah satu faktor yang menghambat sebuah bangsa untuk maju menjadi bangsa yang besar, bangsa yang beradab.
Mereka semua bergantung pada sebuah sistim kerja yang salah. Sebuah sistim yang memaksa orang untuk berbuat salah.
Sedangkan sistim kehidupan yang benar adalah tatalaksana berbangsa yang memaksa orang di dalamnya untuk berbuat benar.
Contoh negara Singapura, mereka mampu memaksa orang di dalamnya untuk tidak merokok dengan sangsi membayar denda. Semua patuh karena pelaksanaannya benar-benar diterapkan, tanpa ada toleransi pada siapapun. Bahkan hari ini warga asing maupun lokal yang berkunjung tidak boleh membawa 1 batang rokok pun dari luar Singapura, walau hanya untuk tujuan konsumsi pribadi. Ia akan diperiksa di bandara dan ketika kedapatan akan diganjar dengan denda serta keharusan kepatuhan yang merepotkan pelancong dari negeri lain.
Pertanyaannya, apakah bangsa kita yang lebih dahulu memproklamirkan kemerdekaan dibanding Singapura tidak mampu menerapkan hal itu?
Selama mental bangsa kita masih bertoleransi pada sebuah kejahatan, maka sampai kapanpun bangsa kita akan dipaksa berbuat jahat, baik pada pejabat penegak sistim maupun rakyat sebagai pelakunya.
Lantas, apakah tidak ada solusi untuk membenahi mental bangsa yang cenderung menyimpang?
Bangsa kita memerlukan manusia-manusia pelopor yang bermental ingin berkorban bagi manusia lain, tanpa pamrih. Manusia yang motifnya bukan mencapai kemapanan duniawi, tetapi mereka yang bertekad membangun nilai, bukan materi. Merekalah yang harus menjadi penegak dan penjaga sistim yang benar sehingga pelaksanaannya menjadi benar.
Berat memang dan akan penuh penolakan. Namun kita tidak boleh gundah-gulanah ketika berlaku benar tapi ditolak oleh orang lain. Dan itulah jalan satu-satunya jika bangsa ini ingin menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia. Mampu menjadi bangsa:
Gemah Ripah loh Jenawi:Â
Tentram dan makmur serta subur tanahnya
Toto Titi Tentrem Kerto Raharjo.
Tidak berbuat yang merugikan orang lain, selalu rukun menjadi bangsa yang subur dan makmur.